Ipar pelit

"Bu, aku mau ikut ke masjid sama bang Imran dan yang lain. Aku mau mastiin kalau meninggalnya bu Sumi ada kaitannya sama si cowok brengsek itu," ucapku kesal.

"Han, enggak boleh ngomong kasar begitu, Nak," tegur ibu.

"Heh, kasar apanya, Bu. Dia itu memang brengsek, Ibu enggak liat apa tiap hari Bagas mukulin ibunya sendiri, semua warga di sini juga tahu, Bu. Di kampung kita cuma dia yang brengsek." Kak Yuni segera menutup mulutku, dia memutar pandangannya ke sekeliling. Sepertinya kak Yuni takut ada orang yang mendengar ucapanku yang menurutnya cukup kasar itu, aku sendiri malah menganggap kata-kata tadi tidak kasar dan tidak juga berlebihan.

Bagas memang cowok brengsek, dia anak yang tak tahu diuntung. Sudah bagus bu Sumi mau merawatnya, kalau aku yang jadi bu Sumi, sudah aku buang anak semacam dia.

"Han, kalau mau pergi ayo cepat!"

Ibu segera mengunci pintu rumah, beliau juga ikut pergi bersama aku dan kak Yuni.

Jasad bu Sumi masih berada di depan teras masjid, mobil ambulans dan mobil polisi sudah terparkir di sana.

Aku tidak berani mendekat, sungguh, mendengar kabarnya saja sudah membuat aku begitu sedih apalagi harus melihat wajah beliau. Tadi siang adalah hari terakhir aku bisa memeluknya, tak terasa air mata ini kembali menetes.

Aku memutar pandanganku ke sekeliling area masjid, tidak ku temukan keberadaan Bagas di sini.

"Kak, kenapa Bagas tidak ada di sini?"

"Dia sudah dibawa ke kantor polisi, Han. Ada warga yang mendengar jeritan bu Sumi di belakang rumah tadi sore, ada yang mengatakan kalau Bagas sempat memukul ibunya," jawab kak Yuni.

Ibu kemudian melangkah lebih dekat dengan jasad bu Sumi, aku rasa ibu penasaran kenapa bu Sumi bisa meninggal di belakang halaman masjid.

"Astaghfirullah," ucap ibu sambil menutup mulutnya. Mata ibu tak berkedip sama sekali, aku penasaran akan apa yang membuat ibu begitu terkejut.

"Kenapa, Bu?" tanyaku sambil mendekat ke arah ibu.

"Hanna, sepertinya benar kalau Bagas yang sudah memukul ibunya."

Akh, aku tidak menyangka kalau nasib bu Sumi akan berakhir tragis seperti ini, berselang satu hari setelah pemakaman bu Sumi, anaknya si Bagas ditetapkan sebagai tersangka.

Kenyataan terkuak kalau bu Sumi meninggal karena pukulan Bagas. Saat jasad bu Sumi dibawa ke rumah sakit dan diperiksa tim forensik, mereka mengatakan kalau beliau meninggal akibat pukulan benda tumpul yang masih membekas di bagian dada, punggung, dan tengkuk lehernya.

Aku sendiri juga menyaksikan semua tanda kekerasan itu. Bu Sumi kehabisan napas saat berusaha mencari pertolongan warga. Cctv di sekitar masjid sudah diputar berulang kali, dan di sana terlihat jelas kalau bu Sumi lari dari rumahnya dan pergi ke masjid untuk meminta bantuan warga, jarak antara rumah bu Sumi memang sangat dekat dengan masjid. Aku tidak ingin mengingat lagi kejadian pilu ini, biarlah almarhumah tenang di sana, dan untuk Bagas, aku bahagia karena dia sudah berada di balik jeruji besi.

Cowok itu harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya.

Hari ini aku pergi ke tempat bang Arman bersama kak Yunia, aku ingin meminta kembali uangku yang tempo hari dipinjam sama istrinya.

"Assalamualaikum," kami mengucap salam bersama, kak Yuni menatap heran ke arahku saat melihat pintu tak kunjung ada yang membuka.

"Assalamualaikum." Aku mengetok pintu mereka, lebih tepatnya aku menggedor-gedor pintu itu dengan kasar. Siapa juga yang tidak kesal diperlakukan seperti ini, aku yakin mereka ada di rumah, tapi malah tidak mau membuka pintu.

"Bang, Bang Arman, Kak Riri," panggilku dengan cukup keras.

"Han, pulang aja yuk! Mereka enggak akan keluar, percuma aja."

"Enak banget hidupnya kalau seperti ini terus, Kak."

"Mungkin mereka enggak ada di rumah, Han," ucap kak Yuni, dia terus membujuk aku untuk pulang saja.

"Aku yakin kalau mereka ada di dalam, lihat aja sandalnya." Aku menunjuk ke atas rak sepatu yang diletakkan di depan teras.

"Bisa aja kan mereka pakek sandal lain."

Begitu ngototnya kak Yuni, aku tahu dia tidak mau aku marah-marah di sini, sudah cukup kesabaranku selama ini sama sikap abang dan ipar pelit.

"Nah, itu Sila!" Aku berseru kegirangan begitu melihat Sila memarkirkan sepeda motornya di halaman rumah bang Arman.

Sila adalah adik kakak iparku, rasanya kedatangan aku ke sini sangat tepat.

"Hai Sila," ucapku menyapa.

"Kak Hanna, ngapain Kakak di sini?"

"Mau ketemu sama kak Riri, kamu sendiri?"

"Keperluan kita sama." Sila tersenyum manis ke arahku.

"Tapi sepertinya kakak kamu enggak ada di dalam deh, mungkin sudah ke kebun sama bang Arman."

Aku sengaja mengatakan hal demikian, sengaja cuma ingin melihat bagaimana reaksi Sila.

"Gimana ceritanya kak Riri ke perkebunan, barusan kita chattingan, katanya kak Riri ada di rumah, dia nggak kemana-mana."

Sila pun segera memanggil kakaknya, sudah ku duga, kak Riri memang ada di dalam. Saat ini dia pasti sedang bersembunyi, sepertinya dia tidak menyangka kalau aku akan datang dan menagih hutang hari ini.

Ceklek

Pintu terbuka tanpa perlu kami ketok lagi, di hadapan aku sudah berdiri kak Riri dan Aya, anaknya. Melihat dari pakaian mereka, sepertinya ibu dan anak ini hendak keluar jalan-jalan lagi.

"Eh, ada Tante Hanna. Aya, salim dulu sama Tante Hanna," ucap kak Riri.

"Enggak mau." Aya menggeleng cepat, anak ini pasti masih kesal sama aku karena sikap ketus yang ku perlihatkan tempo hari.

"Kak, aku mau ambil uang yang tiga bulan lalu kamu pinjam." Aku tidak ingin bertele-tele, lagian aku ingin cepat-cepat pulang dari sini.

"Duh, kok kamu mau ambil uangnya enggak ngomong dulu sih, Han?" keluh kakak iparku.

"Kenapa harus ngomong dulu, Kak? Kalian kan punya uang simpanan, cepat mana uang aku! Aku mau pulang."

Sila ternyata juga mau meminta uangnya yang pernah dipinjam kak Riri. "Jangan lupa, uangku juga. Tadi kamu sudah janji," ujar Sila.

Kak Yuni hanya berdiam diri melihat percakapan kami, dia tidak mau ikut campur.

"Duh, kalian berdua gimana sih? Han, uang kamu aku kasih tiga ratus dulu ya, dua ratus lagi nyusul."

Nah, omongan seperti ini enggak bisa dipegang, aku sudah sering ditipu sama kak Riri. Bukan sekali dua kali dia menunda-nunda hutangnya, dan pada akhirnya hutang itu sama sekali tidak dibayar.

"Mana boleh kek gitu, Hanna butuhnya sekarang, Kak." Aku tidak mau diperdaya lagi oleh istri abang aku yang pelit ini.

"Kak, buruan! Aku sudah ditunggu sama kurir paketnya di rumah," desak Sila.

Kak Riri membuka dompetnya dan mengambil lima lembar uang seratus ribu, dan kemudian memberikannya pada Sila. Tanpa banyak bicara lagi Sila langsung pergi dari hadapan kami, kini hanya tinggal aku sama kak Riri.

"Cepat, Kak! Kaki aku sudah bengkak dari tadi berdiri di sini, mana kamu buka pintunya lama banget lagi," ucapku kesal.

"Tapi, Han .... Aku kasih tiga ratus dulu ya."

Oh Tuhan, kenapa ini orang sulit banget buat bayar hutang. Bayar hutang bisa sesulit ini, tapi buat beli emas mudah banget.

"Kak, aku heran deh sama kamu. Kamu ini pelit banget loh sama aku dan ibu, tapi lihat kami! Kami tidak seperti itu sama kamu. Aku cuma minta hutang aku, tapi kok malah kamu tahan-tahan? Kenapa hutang Sila langsung kamu bayar? Lalu kenapa hutang aku malah selalu kamu tunda untuk membayarnya?" aku sudah mulai tidak sabaran lagi. Ku lihat kak Yuyun bergegas menghampiriku, aku tahu kak Yuyun tidak mau aku berubah jadi singa di sini.

Kedua netra kak Riri membola mendengar omongan pedas yang keluar dari mulutku.

Apa yang aku katakan semua itu adalah fakta, aku pernah meminjam uang sama kak Riri, itu pun tidak banyak, cuma seratus ribu. Begitu aku tiba di rumah, dia langsung datang dan menagih hutang itu, padahal belum juga punggung ini ku istirahatkan.

Terpopuler

Comments

P 417 0

P 417 0

🤣🤣bgitulah aturan utang piutang.yg berhutang hrus pndai bersembunyi dan untuk yg ngutangin harus berlapang dada🤭

2024-05-29

2

lihat semua
Episodes
1 Ipar menyebalkan
2 Bagas menggila
3 Meninggalnya Bu Sumi
4 Ipar pelit
5 Kemunculan Mantan Kak Riri
6 Kenyataan Memang Begitu
7 Awal Semua Masalah Bermula
8 Pov Author
9 Tawaran Kerja
10 Tidak Semua Menjadi Hak Mereka
11 Mimpi Serasa Nyata
12 Ada Apa Di antara mereka?
13 Pov Author
14 Hutang
15 Marahnya Ibu
16 Tidak Mau Disalahkan
17 Pov Arman.
18 Pov Author. Bertengkar Lagi.
19 Kasih Sayang Ibu
20 Terima Atau Tidak
21 Malam Penuh Kejutan
22 Kado Ulang Tahun
23 Ibu Sakit
24 Bertengkar Lagi
25 Malam Terakhir Bersama Ibu
26 Pov Author Menyesal
27 Keributan Di Malam pertama Tahlilan
28 Surat Dalam Lemari
29 Ada Sesuatu Di Antara Mereka
30 Keputusan Terbaik
31 Pov Author. Aya Tidak Mau Pulang.
32 Kedatangan Rian
33 Dituduh Selingkuh
34 Memberi Penjelasan Kepada Oma Desi
35 Sakit Apa
36 Pov Author. Detik Mendebarkan
37 Berpisah
38 Jangan Dekati Aku Lagi
39 Pov. Esih
40 Pov Author. Bertamu Ke Rumah Zidan
41 Harus Tegas
42 Bertemu orang-orang yang memuakkan
43 Pov Author. Bukan sekedar Suka
44 Awal Yang Baru
45 Ada Apa Dengan Mantan Kakak Ipar?
46 Pov. Riri
47 Pov Author. Diikuti
48 Penyesalan Riri
49 Mimpi buruk
50 Ternyata Riri
51 Pov Author. Zidan Selingkuh
52 Siapa Dia
53 Diteror
54 Mulai Beraksi
55 Jebakan
56 Melarikan Diri
57 Melawan
58 Kita Berhak Bahagia (Akhir)
Episodes

Updated 58 Episodes

1
Ipar menyebalkan
2
Bagas menggila
3
Meninggalnya Bu Sumi
4
Ipar pelit
5
Kemunculan Mantan Kak Riri
6
Kenyataan Memang Begitu
7
Awal Semua Masalah Bermula
8
Pov Author
9
Tawaran Kerja
10
Tidak Semua Menjadi Hak Mereka
11
Mimpi Serasa Nyata
12
Ada Apa Di antara mereka?
13
Pov Author
14
Hutang
15
Marahnya Ibu
16
Tidak Mau Disalahkan
17
Pov Arman.
18
Pov Author. Bertengkar Lagi.
19
Kasih Sayang Ibu
20
Terima Atau Tidak
21
Malam Penuh Kejutan
22
Kado Ulang Tahun
23
Ibu Sakit
24
Bertengkar Lagi
25
Malam Terakhir Bersama Ibu
26
Pov Author Menyesal
27
Keributan Di Malam pertama Tahlilan
28
Surat Dalam Lemari
29
Ada Sesuatu Di Antara Mereka
30
Keputusan Terbaik
31
Pov Author. Aya Tidak Mau Pulang.
32
Kedatangan Rian
33
Dituduh Selingkuh
34
Memberi Penjelasan Kepada Oma Desi
35
Sakit Apa
36
Pov Author. Detik Mendebarkan
37
Berpisah
38
Jangan Dekati Aku Lagi
39
Pov. Esih
40
Pov Author. Bertamu Ke Rumah Zidan
41
Harus Tegas
42
Bertemu orang-orang yang memuakkan
43
Pov Author. Bukan sekedar Suka
44
Awal Yang Baru
45
Ada Apa Dengan Mantan Kakak Ipar?
46
Pov. Riri
47
Pov Author. Diikuti
48
Penyesalan Riri
49
Mimpi buruk
50
Ternyata Riri
51
Pov Author. Zidan Selingkuh
52
Siapa Dia
53
Diteror
54
Mulai Beraksi
55
Jebakan
56
Melarikan Diri
57
Melawan
58
Kita Berhak Bahagia (Akhir)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!