Awal Semua Masalah Bermula

"Bang, kalau aku sama kak Yuni enggak buat keributan di sana, emang Abang bisa tahu dari mana kalau selama ini kak Riri sering ngehubungi suaminya mbak Vika?"

Aku juga enggak mau disalahkan terus, kali ini aku harus bisa buat pikiran bang Arman berfungsi lagi. Aku rasa otaknya perlu diservice, benar-benar deh aku enggak habis pikir dengan jalan pikirannya. Istri selingkuh kok didiemin aja, katanya cinta, cinta apaan kalau enggak bisa menghargai suami sendiri.

"Cukup ya, Han!" Bang Arman mengangkat tangannya hendak menampar aku, namun tangannya tertahan. Aku tahu, semarah-marahnya bang Arman, tapi dia tidak akan memakai kekerasan, dia masih bisa mengendalikan emosinya sendiri.

Lain halnya dengan bang Andi, abang aku yang satu itu lebih mengedepankan emosinya, aku pernah ditampar oleh bang Andi hanya karena perkara kecil, dan saat mengetahui hal itu, bang Arman jadi marah sama bang Andi.

"Abang mau nampar aku? Silahkan! Aku enggak takut, tapi inget ya Bang, aku tetap adik kamu. Kita saudara, aku bukan mau ikut campur urusan rumah tangga bang Arman sama kak Riri, aku cuma prihatin aja, aku pengen yang terbaik buat kita semua. Sebagai suami, Bang Arman harus bisa mendidik kak Riri menjadi istri dan ibu yang baik," ucapku sekedar memberi nasihat, aku melihat bang Arman yang terdiam, ibu yang terus mengusap dadanya, dan bang Andi yang berdiri di dekat jendela dengan pandangan tertuju ke arah bang Arman. Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran mereka saat ini, yang pasti aku langsung pergi begitu keadaan sudah tidak terkontrol. Mereka hanya diam menatap kepergianku, aku keluar rumah dan ku tutup pintu dengan sedikit kasar. Jujur saja, aku sangat benci berada di kondisi seperti sekarang ini.

Aku berdiri di depan pagar besi kediamanku, dari ujung jalan, aku melihat Ayu mengendarai motornya dengan cukup kencang. Aku tidak tahu apa yang saat ini sedang terjadi sama Ayu, yang pasti aku berharap dia tidak membawa berita buruk lagi.

"Ayo cepat naik! Ada yang mau gue tunjukin ke lo," ucap Ayu sambil memukul jok belakang motornya.

Aku langsung naik tanpa bertanya ada apa sebenarnya ini?

Sesampainya di rumah Ayu, aku dikagetkan dengan kedatangan Rian. Cowok yang dulu pernah menyatakan cinta untukku, yang kemudian aku tolak mentah-mentah karena alasan untuk kenyamanan kami berdua. Ya, aku dan Rian adalah sahabat saat SD dulu, dia orang yang paling mengerti tentang perasaanku.

Setelah lulus SD, kami juga melanjutkan sekolah di satu SMP yang sama, dan sekarang aku SMA, sedangkan Rian melanjutkan SMA-nya di kota, dia tinggal bersama nenek dan kakeknya di sana.

Hari ini adalah hari pertemuan pertama kami, setelah sekian lama berpisah dan tidak ada kabar.

"Hann, gimana kabar kamu?" tanya Rian padaku.

"Kabar aku baik, kamu sendiri gimana?"

"Kamu bisa lihat sendiri kan, aku juga baik-baik aja. Hann, lama enggak ketemu sama kamu, ternyata kamu udah banyak berubah." Rian menatapku penuh arti.

"Cie, cie .... Yang lagi merajut cinta, eh, btw gue ke dalam dulu ya, mau ambil minuman buat kalian," ucap Ayu, aku hanya tersenyum dan mengangguk sedikit.

"Jangan terlalu manis ya, Yu. Soalnya udah ada Hanna yang manis," balas Rian sambil menatap ke arahku.

Hoek! Bikin perut aku muntah dengernya, gombalan macam apa itu?

"Ih, geli tahu aku dengernya," ucapku seraya mendelik ke arah Rian.

"Hann, setelah lulus SMA nanti, rencananya kamu kamu lanjutin kuliah atau gimana?"

"Kuliah dong pastinya," yang dijawab Ayu. Dia sudah kembali dengan membawa tiga gelas minuman segar dengan rasa yang berbeda-beda.

"Wih, Ayu masih ingat aja kamu sama minuman kesukaan aku," ujar Rian. Cowok itu paling suka sama jus alpukat.

"Tentu dong. Lo sama Hanna kan sahabat terbaik gue, so .... Segalanya tentang kalian gue pasti ingat."

Aku memilih diam untuk beberapa menit, sambil menikmati minuman segar yang disuguhkan oleh Ayu. Kami bertiga kembali melanjutkan obrolan saat Rian kembali bertanya.

"Hann, kamu mau enggak ngelanjutin kuliah bareng aku di kota?"

Mendengar pertanyaan Rian, jelas membuat aku sangat senang. Mungkin dia masih mencintai aku, sama seperti beberapa tahun yang lalu.

"Mana bisa, An. Emang Hanna diijinkan buat kuliah?"

"Soal itu aku bisa mengurusnya nanti, Yu."

"Tapi, bukannya keuangan kalian dipegang sama bang Andi?"

Pertanyaan Ayu semakin membuat aku panik, seolah baru sadar saat ini, aku menatap mereka secara bergantian. Aku mulai putus asa, bang Arman dan bang Andi sudah menikah, keduanya sama-sama punya kehidupan masing-masing. Pasti uang untuk aku akan semakin berkurang dari waktu ke waktu.

"Ibu juga pegang uang sendiri kok, Yu. Kan tiap panen ibu punya hak sendiri, berdua sama aku."

"Iya, Yu. Hanna kan juga anak bungsu, pastinya bang Arman sama bang Andi akan memberikan yang terbaik untuk adiknya," ucap Rian, aku tahu kalau dia tidak ingin mematahkan semangat aku.

Kami terus mengobrol dan tertawa bersama, tapi percayalah bahwa aku sama sekali tidak menikmati obrolan ini, pikiranku terus berputar pada omongan Ayu tadi. Bagaimana kalau aku sama sekali tidak bisa melanjutkan pendidikanku hanya karena masalah keuangan keluarga.

Semenjak ayah meninggal, semuanya menjadi tidak terkontrol. Keuangan keluarga, tingkah laku abang-abang aku, semuanya! Aku benar-benar muak dengan ini semua.

Aku pulang dengan diantarkan oleh Ayu, kami sudah membuat janji untuk bertemu di sebuah cafe dekat dengan rumah ibunya Rian tiga hari lagi.

"Hann, pulangnya sore begini? Kamu habis dari mana?"

Aku melirik sekilas ke arah orang yang sedang bertanya padaku, ternyata itu kak Yuni. Tumben dia ke sini sore-sore, biasanya kak Yuni sibuk ngurusin tokonya.

"Baru habis ketemu sama teman-teman, Kak."

Aku berniat kembali ke kamar, tapi dicegah oleh kak Yuni.

"Duduk di sini dulu, Hann! Ada yang mau kakak omongin sama kamu," ucap kak Yuni, melihat wajahnya yang begitu serius, membuat hati dan pikiran aku tidak tenang.

"Ada apa, Kak?"

"Masalahnya semakin besar," ucap kak Yuni parau.

"Masalah apa?"

"Si Riri minta cerai sama bang Arman." Kakak menatapku dengan mata berkaca-kaca.

"Bagus dong, kenapa Kakak harus sedih?"

"Hanna, ini bukan soal dia. Ini juga soal kakak, tadi bang Arman datang ke rumah, dia marahin kakak, pertengkaran aku sama bang Arman didengar sama bang Imran, dan kamu bisa menebak apa yang terjadi."

Apa yang terjadi? Hah, aku sama sekali tidak bisa berpikir untuk saat ini, tidak mungkin kan bang Imran ikut memarahi kak Yuni, soalnya bang Imran itu orang yang cukup logis, dia punya pikiran yang sehat. Enggak seperti bang Arman yang suka membela yang salah.

"Bang Imran kenapa, Kak?" pertanyaanku membuat kak Yuni terisak.

Hei! Kenapa bisa begini? Apa masalahnya jadi lebih besar karena kemarahan kak Riri yang meminta untuk pisah?

"Dia mau aku minta maaf sama Riri, dan mulai sekarang dia enggak mau aku ikut campur soal keluarga kita lagi. Kata bang Imran, kita semua sudah punya keluarga masing-masing, biar bang Arman mengurus rumah tangganya sendiri. Lagian aku juga sudah punya anak-anak, seharusnya aku menyibukkan diri dengan mengurus mereka, bukan sibuk ngurus perselingkuhan Riri itu."

Ini adalah awal dari kerenggangan dalam keluarga kami, semenjak kejadian ini aku dan kak Yuni jarang ngobrol. Bang Arman sering ke rumah, tapi cuma buat sarapan, aku hanya diam dan tidak komplain lagi.

Tahun berlalu, dan aku sudah lulus SMA. Ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, tapi ekonomi keluargaku tidak mendukung.

"Sudah dua bulan, aku masih aja duduk di rumah, Bu. Semua teman aku pada ngelanjutin kuliahnya, Ayu juga sudah kuliah, dia sibuk sama pendidikannya, sedangkan aku?" ku tatap matanya ibu dalam-dalam, aku tahu ibu juga kepikiran soal biaya pendidikanku.

"Hann, uang kita pasti tidak akan cukup, Hann." Ibu menjawab lemah, matanya diedarkan ke seluruh ruangan rumah kami.

Rumah yang dulunya terlihat bagus, besar, kini beberapa bagian sudah banyak yang harus direnovasi, sedangkan kami tidak memiliki uang untuk membeli semua bahan-bahannya dan untuk membayar tukang.

Ya, untuk merenovasi rumah saja tidak ada uang, belum lagi untuk biaya kuliahku. Aku tahu ibu juga susah, ibu sudah tua. Hanya ibu yang aku punya sekarang, tak seharusnya membuat dia menderita dengan permintaan aku ini.

Baiklah, mulai hari ini aku akan menguburkan cita-citaku. Biar aku hidup untuk membahagiakan ibu saja, aku tidak boleh egois.

"Bu, apa Ibu masih punya tabungan?" tanyaku kemudian.

"Tidak ada lagi, Han. Uang itu kan sudah habis dipakek buat acara pernikahan bang Andi kamu, terus buat bayar hutang ayah. Sekarang ibu cuma punya uang tiga juta, itu pun hasil panen kemarin."

Melihat raut wajah ibu, serasa mata ini mulai berembun, air mataku sepertinya akan menetes keluar.

"Bu, apa sebaiknya Hanna pergi cari kerja aja ya?" Aku meminta izin sama ibu.

"Mau kerja di mana kamu, Hann?"

"Ya di mana aja, dan kerja apa saja yang penting halal, dan enggak memberatkan Hanna, Bu."

Ibu segera meraih tanganku dan mengelusnya lembut. "Hanna, apa kata tetangga nanti kalau kamu kerja? Yang mereka tahu hidup kita ini berkecukupan, kamu punya dua abang. Punya kakak yang bagus ekonominya, kamu anak bungsu. Bagaimana pendapat mereka nantinya tentang ibu? Nanti dikiranya malah enggak ada yang perhatian sama kamu, belum lagi kamu tidak melanjutkan pendidikan kamu," keluh ibu.

Ini memang benar, tapi keputusan aku sudah bulat. Daripada duduk-duduk di rumah terus seperti ini, dan enggak ngehasilin duit, lebih baik aku kerja.

"Bu, keputusan Hanna udah bulat, Bu. Aku pengen yang terbaik buat ibu, buat kita berdua."

"Uang ini masih cukup untuk biaya hidup kita dua minggu ke depan, Hann. Sambil nunggu panen selanjutnya." Ibu menatapku lagi, kini air matanya sudah mulai menetes keluar.

Ya Allah, timbul kebencian di hati Hanna sama mereka. Aku menggenggam tangan ibu, lalu ku peluk tubuhnya. Ada rasa sesak juga di dadaku.

Mana mungkin uang segini cukup buat kami berdua, belum lagi bang Andi juga masih minta uang ke ibu, hasil panen enggak selalu banyak. Kita juga harus bayar para pekerja, buat beli pupuk, buat bayar orang yang bersihin kebun dari rumput ilalang. Semua itu dibayar pakek uang bulanan jatah ibu, bayangkan uang tiga juta harus bisa untuk belanja sampe lima belas hari, dan belum lagi setengahnya harus ibu kasih untuk bang Andi. Alhasil ibu dan aku hanya tinggal lima ratus ribu doang, kita juga harus nabung uang untuk biaya perbaikan rumah.

Gimana caranya nabung kalau uang untuk belanja saja harus dihemat?

Terpopuler

Comments

P 417 0

P 417 0

huftt/Sleep//Sleep//Sleep/

2024-05-31

0

P 417 0

P 417 0

🤢🤢🤢🤢🤮

2024-05-31

1

🥑⃟Riana~

🥑⃟Riana~

Huffh.../Drowsy/

2024-05-19

0

lihat semua
Episodes
1 Ipar menyebalkan
2 Bagas menggila
3 Meninggalnya Bu Sumi
4 Ipar pelit
5 Kemunculan Mantan Kak Riri
6 Kenyataan Memang Begitu
7 Awal Semua Masalah Bermula
8 Pov Author
9 Tawaran Kerja
10 Tidak Semua Menjadi Hak Mereka
11 Mimpi Serasa Nyata
12 Ada Apa Di antara mereka?
13 Pov Author
14 Hutang
15 Marahnya Ibu
16 Tidak Mau Disalahkan
17 Pov Arman.
18 Pov Author. Bertengkar Lagi.
19 Kasih Sayang Ibu
20 Terima Atau Tidak
21 Malam Penuh Kejutan
22 Kado Ulang Tahun
23 Ibu Sakit
24 Bertengkar Lagi
25 Malam Terakhir Bersama Ibu
26 Pov Author Menyesal
27 Keributan Di Malam pertama Tahlilan
28 Surat Dalam Lemari
29 Ada Sesuatu Di Antara Mereka
30 Keputusan Terbaik
31 Pov Author. Aya Tidak Mau Pulang.
32 Kedatangan Rian
33 Dituduh Selingkuh
34 Memberi Penjelasan Kepada Oma Desi
35 Sakit Apa
36 Pov Author. Detik Mendebarkan
37 Berpisah
38 Jangan Dekati Aku Lagi
39 Pov. Esih
40 Pov Author. Bertamu Ke Rumah Zidan
41 Harus Tegas
42 Bertemu orang-orang yang memuakkan
43 Pov Author. Bukan sekedar Suka
44 Awal Yang Baru
45 Ada Apa Dengan Mantan Kakak Ipar?
46 Pov. Riri
47 Pov Author. Diikuti
48 Penyesalan Riri
49 Mimpi buruk
50 Ternyata Riri
51 Pov Author. Zidan Selingkuh
52 Siapa Dia
53 Diteror
54 Mulai Beraksi
55 Jebakan
56 Melarikan Diri
57 Melawan
58 Kita Berhak Bahagia (Akhir)
Episodes

Updated 58 Episodes

1
Ipar menyebalkan
2
Bagas menggila
3
Meninggalnya Bu Sumi
4
Ipar pelit
5
Kemunculan Mantan Kak Riri
6
Kenyataan Memang Begitu
7
Awal Semua Masalah Bermula
8
Pov Author
9
Tawaran Kerja
10
Tidak Semua Menjadi Hak Mereka
11
Mimpi Serasa Nyata
12
Ada Apa Di antara mereka?
13
Pov Author
14
Hutang
15
Marahnya Ibu
16
Tidak Mau Disalahkan
17
Pov Arman.
18
Pov Author. Bertengkar Lagi.
19
Kasih Sayang Ibu
20
Terima Atau Tidak
21
Malam Penuh Kejutan
22
Kado Ulang Tahun
23
Ibu Sakit
24
Bertengkar Lagi
25
Malam Terakhir Bersama Ibu
26
Pov Author Menyesal
27
Keributan Di Malam pertama Tahlilan
28
Surat Dalam Lemari
29
Ada Sesuatu Di Antara Mereka
30
Keputusan Terbaik
31
Pov Author. Aya Tidak Mau Pulang.
32
Kedatangan Rian
33
Dituduh Selingkuh
34
Memberi Penjelasan Kepada Oma Desi
35
Sakit Apa
36
Pov Author. Detik Mendebarkan
37
Berpisah
38
Jangan Dekati Aku Lagi
39
Pov. Esih
40
Pov Author. Bertamu Ke Rumah Zidan
41
Harus Tegas
42
Bertemu orang-orang yang memuakkan
43
Pov Author. Bukan sekedar Suka
44
Awal Yang Baru
45
Ada Apa Dengan Mantan Kakak Ipar?
46
Pov. Riri
47
Pov Author. Diikuti
48
Penyesalan Riri
49
Mimpi buruk
50
Ternyata Riri
51
Pov Author. Zidan Selingkuh
52
Siapa Dia
53
Diteror
54
Mulai Beraksi
55
Jebakan
56
Melarikan Diri
57
Melawan
58
Kita Berhak Bahagia (Akhir)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!