Love Mr. Cold X Ms. Cempreng
...Cerita ini adalah lanjutan dari Bukan salah Cinta ya Gengs... So yang belum mampir ke kisah sebelumnya, lebih baik baca dulu biar ceritanya nyambung dan kalian paham😊...
......................
'Krriingg...'
Bunyi alarm yang begitu nyaring di salah satu kamar begitu memekik telinga. Terlihat seseorang yang masih bergulung di balik selimut nya yang tebal, ia mulai terusik. Namun, wajahnya masih tersembunyi di balik selimut itu, hanya tangan nya saja yang bergerak- gerak mencari sesuatu.
Dor dor dor...!
Gedoran di pintu semakin membuat gadis itu mendesah kesal, ia menutup telinganya dengan bantal yang tengah ia tiduri.
"OCHAAA... BANGUN...!!" Pekik Windy dari luar kamar.
Ocha menyingkap selimutnya, gadis itupun terbangun dari kasur empuk nya. Cahaya matahari begitu menyilaukan matanya, Ocha menghalangi cahaya itu menggunakan tangan nya. Seulas senyum terbit kala ia bermain-main saat cahaya itu terhalang oleh telapak tangan nya.
"OCHAA... HENTIKAN ALARM NYA...! Berisik sekali !!" Teriakan dari balik pintu.
Ocha terperanjat, "Iya..." Pekik Ocha, buru-buru ia mematikan alarm jam weker nya.
"Huuh, Mama berisik sekali. Bahkan suara nya sampai mengalahkan alarm ini," gerutu Ocha meletakkan jam weker itu dengan sedikit kasar.
"Pagi Mah..." Sapa Ocha duduk di kursi santai halaman depan rumah nya.
"Pagi-pagi? Kamu tidak lihat ini jam berapa, ini sudah siang!" Jawab Windy ketus.
"Ya ampun Mah, baru juga jam sebelas... " Timpal Ocha menyeruput teh Mama nya.
"Dasar anak malas. Itu teh Mamah, kalo kamu mau buat sendiri dong!" Protes Windy kesal.
"Gak akh.. Bekas Mama itu lebih enak," sahut nya menyeruput teh nya lagi.
"Hh, anak ini."
Windy menggelengkan kepala melihat tingkah anak nya yang masih saja tidak berubah, sama seperti anak kecil.
"Cha, bukan nya hari ini kamu mau bantu Anin pindahan?" Ucap Windy mengalihkan pandangan nya.
Seketika Ocha menyemburkan teh dalam mulut nya, "Astaga Mamah...! Ocha lupa..." Pekik nya cempreng.
"Hayo lho... Anin pasti bakal marah kalo kamu gak ada bantuin dia," ucap Windy menakut-nakuti Ocha.
Mata Ocha membulat, dengan gerakan cepat ia beranjak melesat ke kamar nya lalu mandi. Jika biasanya Ocha akan mandi satu jam, kini cukup beberapa menit saja ia mandi. Ocha mengganti pakaian nya secepat kilat, lalu duduk di meja rias nya.
Ocha menyalakan ponsel yang semalam ia charge karna mati. Ocha menelan saliva nya kasar saat melihat begitu banyak pesan dan panggilan dari Anin, bahkan panggilan dari Vina pun turut memenuhi log panggilan nya.
"Mati gue..!"
.
.
.
Ting Nong...!
Pintu terbuka, tampak Bi Lani tersenyum menyambut kedatangan nya.
"Non Ocha, silahkan masuk Non.." Ucap Bi Lani.
"Anin belum pergi kan Bi?" Tanya Ocha.
"Belum. Non Anin masih ada di kamar nya," jawab Bi Lani.
Ocha bernafas lega, "Makasih ya bi..." Ocha melesat masuk menuju kamar Anin.
'cKlek!'
Pintu kamar Anin terbuka, pandangan Ocha tertuju pada wanita yang tengah membelakanginya. Sedang Vina menoleh ke arah nya,
"Ocha?" Ucap Vina pelan, "Ngapain Lo berdiri di situ masuk!" Titah Vina.
Sedang Anin masih saja membelakanginya, Ocha melangkah mendekat.
"Lo kemana aja sih Cha? Katanya mau bantuin Anin, tapi di telponin dari pagi gak aktif-aktif!"
"Iya sorry... Gue ketiduran, semalam gue begadang ngurusin kerjaan. Terus hp gue mati, gue lupa nyalain..." Jawab Ocha beralasan, padahal ia lupa kalau hari ini Anin pindah ke rumah mertuanya.
"Nin... Sorry ya, Lo jangan marah gitu dong !" Kata Ocha di buat selembut mungkin.
Anin berbalik, wajah nya tidak banyak berubah. Walau tubuh Anin semakin berisi, namun tak mengurangi pesona nya. Kecantikan Anin semakin terpancar, rambut panjang yang di buat bergelombang membuat Anin terlihat begitu cantik.
Pandangan Ocha beralih pada perut Anin yang semakin membuncit. Ya, saat ini Anin tengah hamil, usia kandungan nya sudah menginjak delapan bulan.
Satu tahun berlalu. Semenjak pernikahan Anin dan Derald, mereka sudah jarang bertemu. Anin yang sibuk belajar menjalani peran nya sebagai seorang istri, Ocha dan Vina yang sibuk dengan pekerjaan mereka. Mereka hanya bertemu di saat ada waktu senggang saja, itu pun kalau jadwal mereka tidak bentrok.
Semenjak kehamilan Anin, Derald semakin membatasi kegiatan istrinya itu. So, mereka semakin jarang bertemu di luar lagi untuk sekedar jalan-jalan.
Ocha tau kalau Anin marah padanya, karna sejak tadi Anin tidak mau bicara padanya.
"Udah dong marah nya bumil... Kasian lho baby nya," Ocha mendekati Anin mengelus perut buncit Anin.
"Hallo sayang... Maafin aunty ya, kamu jangan marah sama aunty ya.." Ucap Ocha pada bayi dalam kandungan Anin.
Seperti mengerti apa yang Ocha katakan, bayi dalam kandungan Anin bergerak sambil menendang tangan Ocha yang tengah mengusap-usap perut Anin.
"Tuh liat Nin, anak Lo aja gak marah sama gue. Masa emak nya gitu aja ngambek," Anin menepis tangan Ocha.
"Bodo!" Ucap nya judes.
Vina cikikikan melihat Ocha yang di cueki Anin, Anin melenggang duduk di samping Vina.
"Nin... Jangan marah gitu, gue jadi gak enak nih. Maafin gue ya!" Anin masih diam, Ocha melirik Vina yang sedari tadi hanya menertawakan nya.
"Tanya Vina. Kerjaan di kantor lagi banyak banget Nin, makanya semalem gue sampe begadang makanya gue kesiangan bangun tadi.."
"Udah gak usah alesan. Gue tau Lo pasti lupakan!?" Sentak Anin.
Ocha menggaruk tengkuknya yang tak gatal sambil menunjukan deretan gigi nya yang putih. Anin mendelik kesal,
"Iya maaf..! Tapi Nin, soal semalem itu emang bener gue sibuk nyelesain kerjaan. Kalo Lo gak percaya tanya Vina, kita di kantor lagi banyak banget kerjaan kan Vin?" Ujar Ocha melirik Vina.
"Iya..." Jawab Vina singkat.
"Tuhkan Nin. Gue gak bohong," seru Ocha.
Ya, semenjak Anin tau kalau dirinya tengah hamil. Anin memutuskan resign dari kantor, Anin mempercayakan perusahaan nya pada kedua sahabatnya, Anin hanya akan memantau sesekali dari rumah saja. Anin meminta Vina membantu Ocha di perusahaan nya, karna Anin tau Vina memiliki jiwa pebisnis yang hebat.
"Hy girls..." Sapa Adrian.
Sapaan yang tak pernah berubah dari meraka masih SMA.
"Om tante !" Ocha menyalami Alin dan Adrian.
"Gimana, semua udah beres?" Tanya Alin.
"Sudah tante " Jawab Vina.
"Anin gak bawa banyak barang kok Mah, cuma yang penting-penting nya aja. Lagian disana juga udah di siapin semua sama Mommy dan Derald," kata Anin.
Alin dan Adrian mengangguk paham. Ocha menatap semua orang satu persatu, ia tidak menyangka. Waktu berjalan dengan begitu cepat, dulu ia Anin bersama kedua orang tua Anin selalu bersama sampai makan di meja makan berempat. Ocha dulu sering menginap di rumah Anin, rasanya sedih dengan keadaan sekarang yang sudah banyak berubah. Jangankan menginap bertemu dengan Anin sekarang sangat susah, selain karna tuntutan pekerjaan Ocha juga menghargai status sahabatnya sekarang.
Anin melirik Ocha yang tiba-tiba diam dengan wajah berubah sendu.
"Mukanya gak usah sedih gitu. Gue kan pindah ke rumah Derald bukan ke alam lain," canda Anin dengan kekehan khas nya.
"Lo ngomong apa sih Nin? Gue gak suka ya!" Sambar Ocha memelototkan matanya.
Anin tertawa, sebenarnya Anin juga berat harus meninggalkan rumah ini. Apalagi kamar nya begitu banyak kenangan di kamar ini, bahkan dinding kamarnya pun menjadi saksi hidup nya selama ini.
Satu tahun pernikahan nya bersama Derald, Anin tinggal di rumah orang tuanya karna Anin masih belum sanggup meninggalkan kedua orang tua nya. Tapi, kini Anin memutuskan untuk tinggal bersama keluarga dari suaminya, kalau Ain terus tinggal di rumah ini maka akan semakin sulit bagi Anin untuk pergi. Bahkan, selama ini Derald tak pernah protes sedikit pun, ia selalu menuruti dan mengikuti kemauan nya. Derald tak pernah memaksa Anin, baginya dimana pun mereka tinggal asal Anin nyaman maka Derald tidak akan keberatan mengikuti keinginan istrinya.
'Tiinn!! '
"Sepertinya Derald sudah datang. Ayo, sayang.." Ujar Adrian.
Anin mengangguk. Anin di tuntun oleh Mamanya, sedang Vina dan Ocha mengikuti Anin dari belakang.
Mang Diman membantu memasukkan koper Anin kedalam mobil, Bi Lani turut mengantar Anin walau sampai depan rumah. Ia sangat sedih melihat Anin yang dari kecil di asuh nya, kini harus pergi ikut bersama suaminya.
Alin masuk ke mobil bersama suaminya di antar oleh supir.
"Lo sama gue aja," ajak Ocha.
"Mobil gue?"
"Udah tinggal aja."
Anin menoleh pada Bi Lani, "Bi Anin pergi dulu ya. Jaga diri bibi, Anin juga titip jagain Mama Papa ya. Bibi juga jangan cape-cape nanti sakit," pesan Anin.
"Iya Non. Non Anin juga baik-baik disana, jaga kesehatan dan jabang bayi..!" Kata Bi Lani terisak.
"Iya bi, makasih ya udah jagain Anin selama ini..." Menggenggam tangan Bi Lani.
"Non, bibi boleh peluk Non Anin?" Ucap Bi Lani di sela tangis nya.
Tanpa menjawab Anin langsung memeluk tubuh Bi Lani hangat. Tangis Bi Lani semakin pecah, ia sangat menyayangi Anin karna Anin sudah ia anggap sebagai anak nya sendiri. Anin sangat baik dan ramah, ia juga sangat perhatian pada semua pekerja di rumah ini, itu sebabnya semua pelayan di rumah ini sangat menyayangi Anin.
"Ayo sayang.." Derald menggenggam tangan Anin saat Anin melepas pelukan nya dengan bi Lani.
Anin mengangguk, Derald menuntun Anin masuk ke mobil. Satu persatu mobil meninggalkan kediaman Adrian, Alin juga nampak menangis di mobil bersama suaminya. Melihat bagaimana Anin memeluk Bi Lani membuat perasaan yang sudah ia tahan sejak tadi akhir nya tumpah. Alin tak bisa menutupi kesedihan nya lagi, berat baginya melepaskan Anin. Walau ia tau Anin hanya pindah rumah, tapi rasanya Alin tidak sanggup jika harus berjauhan dengan putri semata wayang nya.
Adrian berusaha menenangkan istrinya, ia juga sedih tapi mau sampai kapan ia menahan Anin. Anin sudah menikah dan Anin sudah menjadi milik Derald, Adrian sudah melepas tanggung jawab itu kepada Derald, ia mempercayakan putrinya kepada Derald, dan Adrian juga sangat yakin kalau Derald akan menjaga Anin, Derald akan mencintai dan menyayangi Anin seperti dirinya.
...****************...
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian..
Tapi, pertama-tama follow dulu akun Author kemudian Like, Vote dan Komen ya. Terimakasih🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments