CONFIANCE
Sebenarnya apakah definisi dari pacaran yang sesungguhnya? Apakah hanya sekedar menyampaikan rasa suka dan menghabiskan waktu berdua atau lebih daripada itu? Entahlah, wanita yang sudah menginjak usia sembilan belas tahun itu belum memiliki jawaban yang tepat hingga sekarang.
Aurellia Aurita Quinn. Mahasiswa sumberdaya akuatik semester dua itu belum pernah menjalani hubungan dengan orang lain sebagai sepasang kekasih. Tak pernah ada yang mengatakan cinta kepadanya.
Sebenarnya ada seseorang yang tengah bersinggah di hati Liya. Namun sampai sekarang ia masih berusaha untuk membuat pria itu keluar dari persinggahannya. Ia ingin menghentikan perasaan ini dan menguburnya dalam-dalam.
Neocomatello Alata, pria yang tengah menjelaskan materi praktikum itulah yang membuat Liya berkecil hati. Ia harus bisa menghentikan rasa sukanya pada asisten itu karena banyaknya orang yang menyukai Alata. Pun rasa benci Liya pada orang-orang yang berada di sekitar Alata juga yang membuatnya urung melanjutkan rasa sukanya.
“Baik itu saja yang bisa saya sampaikan pada asistensi kali ini,” ucap Alata menyudahi pembahasannya.
Tak berselang lama, asisten yang bertugas sebagai moderator pun menyudahi kegiatan asistensi kali ini dan membuat mahasiswa berbondong-bondong keluar. Hampir semua kecuali penggemar Alata yang langsung mengerumuninya dan empat mahasiswi yang masih diam di tempatnya.
Empat orang itu adalah Liya, Kia, Citta dan Erina. Mereka memang selalu keluar kelas saat teman-teman mereka sudah keluar semuanya. Alasannya adalah karena keempatnya tak ingin berdesakan dengan yang lain. Toh pada akhirnya mereka juga akan keluar meskipun harus menunggu jadi mengapa harus cepat-cepat?
Namun menunggu seraya melihat pria yang disukai bersama mahasiswi lain membuat batin Liya tersiksa. Melihat Alata yang diserbu mahasiswi pencari perhatian dari jauh membuat hati Liya memanas. Ia bahkan hanya bisa diam tanpa melakukan apapun.
Kia, Citta dan Erina yang menyadari keterdiaman teman mereka pun tertawa. Ketiganya memang sudah mengetahui tentang rasa suka Liya dan usaha Liya untuk melupakan Alata. Namun tawa itu membuat Liya menatap mereka tajam.
“Apa?!” sewot Liya membuat tawa ketiga temannya semakin renyah.
“Biasa aja dong mbak, nggak usah ngegas gitu dong kayak orang yang ketahuan ngeliatin crush aja,” sahut Citta dengan sisa tawanya.
Erina mengangguk, “Iya nih, katanya udah nggak mau suka tapi kenapa masih diliatin mantan crushnya?” godanya membuat Liya semakin jengah.
Wanita itu memutar bola matanya, “Aku emang nggak suka kok, cuma aku kayak nggak suka aja tuh ngeliat temen-temen kalian yang gatel itu. Ngapain coba deket-deketin Kak Al dan sok nanya-nanya hal yang sebenernya udah dijelasin?”
“Iya...iya... cuma nggak suka sama mereka yang caper kok, bukan karena cemburu ngeliat Kak Al sama cewek lain.”
Sahutan Kia membuat Liya berdecak, “Udah ah males aku,” ucapnya beranjak. “Mending cari ikan yuk daripada bahas hal nggak penting gini.”
Kia, Citta dan Erina seketika menganggukkan kepala mereka dan mengikuti langkah Liya. Pada akhirnya mereka meninggalkan ruangan itu dan orang-orang yang ada di dalamnya. Meninggalkan seorang pria yang menatap kepergian mereka.
...-+++-...
Sebagai mahasiswa sumberdaya akuatik semester dua, Liya dan teman-temannya diharuskan untuk mendapatkan lima puluh spesies ikan berbeda dan mendokumentasikannya secara langsung.
Sangat merepotkan bukan? Apalagi dengan deadline yang tinggal beberapa hari lagi membuat mereka kalang kabut. Karena itu mereka memutuskan untuk pergi ke pasar ikan kali ini dengan harapan bisa menyelesaikan perburuan ikan mereka.
Namun sepertinya sore ini Liya dan Erina sedang terkena sial. Motor yang mereka tumpangi tiba-tiba saja oleng dan mengharuskan Erina mengerem dengan sangat kuat hingga melukiskan jejak hitam di jalanan.
“KENAPA RIN?” tanya Liya yang masih syok.
Erina yang juga syok pun masih berusaha mengatur napasnya sebelum menggeleng, “Aku juga nggak tau, kayaknya bannya kena paku deh.”
Benar, setelah Liya turun dan mengamati ban motor Erina memang terdapat paku-paku yang menancap di benda lingkaran itu. Huft, sepertinya memang ada yang sengaja menyebarkannya di jalanan itu.
“Ini mah sengaja.”
“Terus kalian mau gimana?” tanya Citta yang sudah turun dari motornya.
Liya segera mengedarkan pandangannya. Ia pikir ia akan menemukan tukang tambal ban yang sengaja menyebarkan paku ini. Namun sialnya, jalanan yang mereka lewati sangat sepi dan jarang terdapat bangunan.
Hanya ada satu bangunan yang berhasil tertangkap oleh netra Liya. Bangunan itu terlihat ramai oleh beberapa motor dan mobil yang terparkir di luar bangunan itu.
“Mau kesana aja nggak? Siapa tau ada yang bisa bantu,” usul Liya membuat ketiga temannya bertatapan.
“Kamu yakin?” tanya Erina memastikan, pasalnya ia yang asli warga sini saja tak yakin jika bangunan di tempat sesepi ini merupakan tempat yang aman untuk mereka datangi.
Sejujurnya Liya juga tak terlalu yakin apalagi di antara mereka yang bisa bela diri hanyalah Kia. Namun mau bagaimana lagi? Jika mereka tak ingin mencoba bagaimana mereka bisa pergi dari tempat ini?
Kia yang lama diam pun akhirnya mengeluarkan suara, “Apa mau manggil montir kesini?”
“Kalau manggil sekarang bisa sampai jam berapa?”
“Sebentar,” tahan Kia dan segera menelpon montir kenalannya.
Setelah lima menitan menelpon, akhirnya Kia menutup telepon itu dan tersenyum seraya mengangkat kedua jarinya, “Kita coba ke sana aja yuk. Bener deh kata Liya, siapa tau mereka yang di sana bisa bantu kita.”
“Idih, kenapa montirnya? Nggak bisa dateng?” sewot Liya.
“Aku lupa kalau istrinya lagi lahiran jadi dia lagi balik ke Sidoarjo,” jawab Kia memegangi kepalanya, “Duh mana dia sekarang jadi minta kado lahiran lagi ke aku.”
Seketika tawa menghiasi tempat sepi itu. Nasib Kia benar-benar membuat ketiga temannya tertawa puas. Cukup lama mereka tertawa hingga Liya kembali bersuara dengan sisa tawanya, “Ya udah yuk.”
“Yuk.”
Mereka segera mendorong motor Erina hingga sampai di depan bangunan itu. Kedatangan mereka langsung disambut oleh gerombolan orang yang sedang bersantai di teras. Sungguh, melihat gerombolan itu membuat bulu kuduk Liya berdiri sempurna.
Liya semakin terpojok ketika ketiga temannya mendorongnya untuk maju. Sungguh ia benar-benar kesal sekarang. Ia pun tak memiliki pilihan lain selain mengajukan diri untuk bertanya pada pria-pria itu.
“Permisi, maaf ganggu tapi mau numpang nanya bengkel di sekitar sini dimana ya?”
Pertanyaan Liya membuat salah satu pria itu beranjak dari tempatnya dan mendatangi Litya. Pria itu mengeluarkan smirknya dan terus mendekat hingga Liya semakin mundur.
“Di sekitar sini mana ada bengkel, cantik. Jadi gimana kalau lo habisin waktu lo disini aja sama kita?”
Liya mengernyitkan dahinya. Bukankah apa yang ia dengar sudah termasuk pelecehan? Bagaimana bisa pria itu mengatakan kalimat yang tak enak didengar pada orang yang baru ia temui? Sungguh Liya ingin muntah sekarang!
Lebih baik ia mendorong motor berkilo-kilo jauhnya dari pada menghabiskan waktunya dengan orang sinting di sini. Tanpa mengeluarkan suaranya lagi, Liya segera berbalik dan menjauhi orang itu.
Namun tiba-tiba langkah Liya tertahan ketika sebuah tangan menahan pergerakannya, “Sorry soal temen gue. Motor lo benerin di sini aja.”
Liya hanya bisa menatap ketiga temannya untuk meminta pendapat. Namun ketiga wanita itu hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suaranya hingga membuat Liya kesal sendiri. Sungguh ketiga temannya tak bisa diandalkan dalam kondisi seperti ini.
Jika saja Liya mengedepankan egonya pasti ia akan menolak tawaran pria itu. Namun melihat Erina yang sudah lelah dan terlihat lapar itu membuat Liya tak tega dan pada akhirnya mengangguk setuju.
“Tapi gapapa kak? Beneran?”
“Gapapa, santai aja,” ucap pria itu sebelum menyuruh salah satu pria itu untuk membawa motor Erina ke bengkel mereka.
Setelah memastikan motor Erina masuk ke bengkel, pria itu pun kembali tersenyum dan mengulurkan tangannya, “Gue Egra, kalau lo?”
“Liya kak.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments