14 - Try to Change

Sinar mentari yang lolos dari celah gorden berhasil membangunkan Liya. Wanita itu menggeliat dan terkejut ketika menyadari tangan kekar mengalung di perutnya. Ia hanya bisa menghembuskan napasnya dan menepuk tangan Leo agar terbangun.

Pria itu langsung berlari menuju kamar mandi untuk memuntahkan seluruh isi perutnya begitu membuka mata. Liya pun hanya bisa menghembuskan napasnya dan menyusul Leo.

Wanita itu memijat tengkuk Leo dengan penuh kesabaran, “Abis ini kamu langsung bersih-bersih ya,” perintahnya lembut.

Kelembutan Liya membuat Leo terkejut. Pria itu pun menatap kekasihnya dengan penuh tanya sebelum mengangguk. Ia semakin heran setelah melihat senyuman yang hadir pada wajah wanita itu.

Dengan lembut Liya mengelus rambut Leo, “Good. Kalau gitu aku mau masakin kamu sarapan dulu.”

Wanita itu segera pergi menuju dapur dan memasakkan tumis jamur untuk Leo. Seperti perkataan Egra tadi malam, ia ingin berubah menjadi lebih lembut agar bisa melihat sifat asli Leo. Ia ingin segera mendapatkan keyakinan tentang hubungan mereka.

Selama satu minggu ke depan, Liya akan berusaha untuk mengalah dan bersikap lembut. Jika perubahan sikapnya tak membuat pria itu berubah maka ia cukup tau jika Egra telah berbohong kepadanya dan meyakinkannya untuk mengakhiri hubungan ini.

Liya terlalu larut dalam aktivitas masaknya hingga tak sadar jika seorang pria tengah mendatanginya. Pria itu mendekapnya dari belakang dan membuatnya terkejut. Hampir saja ia memukul pria itu dengan spatula panas yang sedang ia pegang. Untungnya ia masih bisa menahan.

“Kak Leo... Ngagetin deh,” protes Liya.

Perlahan wanita itu melepaskan tangan yang mengalung di perutnya dan berbalik. Ia menatap wajah pria itu dengan seksama, menyentuh bekas luka yang masih membiru.

“Eh maaf,” ucap Liya ketika pria itu meringis.

“It’s okey. I’m fine.”

Wanita itu menggeleng, “Kak... Kalau ada luka pasti sakit, nggak mungkin kamu baik-baik aja. Untung saja yang luka wajah kamu aja, coba kalau tangan kamu juga luka? Gimana? Kamu mau bikin bunda kamu sedih?”

Sekali lagi wanita itu berhasil membuat Leo tertegun. Apakah wanita itu mengetahui tentang cidera tangan dan bundanya? Sejenak ia lupa jika wanita itulah yang telah membawa dirinya ke rumah sakit waktu itu.

Leo pun menarik napasnya dan menatap dalam wanita itu. Tak berselang lama ia pun menarik Liya ke dalam pelukannya, “I know... kalau kamu nggak mau aku cidera berarti kamu juga harus jaga sikap kamu.”

“Maksudnya?”

“Cukup jadi Liya yang penurut, jangan bikin aku marah lagi.”

Liya hanya bisa menghembuskan napasnya, “Iya, maaf... ya udah lepasin pelukannya. Aku mau masak buat kamu sarapan kan.”

Bukannya melepaskan, Leo justru mengeratkan pelukannya, “No way, aku masih pengen peluk kamu jadi kamu cukup diem aja biar aku yang lanjutin masaknya.”

Tangan kanannya ia gunakan untuk menggerakkan spatula dan menumis jamur itu, sedangkan tangan kirinya masih menahan pergerakan Liya yang membuat wanita itu memukul dadanya pelan.

“Tapi itu belum aku kasih bumbu kak...”

Pria itupun ber-o-ria dan meregangkan pelukannya. Ia membiarkan wanita itu melanjutkan aktivitasnya. Namun tanpa menunggu persetujuan Liya, ia pun kembali merangkul wanita itu dari belakang hingga membuat wanita itu berdecak.

“Kak Leo...”

“Sebentar aja, sayang. Aku nggak akan ganggu kamu kok. Lanjutin aja masaknya biar aku disini sambil ngehilangin pengar aku.”

Pada akhirnya Liya hanya bisa pasrah dan melanjutkan aktivitasnya tanpa menghiraukan Leo. Ia kembali berkonsentrasi pada masakannya, mengabaikan pria yang semakin nyaman menyandarkan dagunya pada pucuk kepalanya.

Jika dipikir-pikir bukankah pria itu juga berhutang maaf padanya? Masih teringat dengan jelas bagaimana pria itu mengatakan kata kasar dan membentaknya. Pria itu juga telah meninggalkannya sendirian di kampus.

Setelah semua yang telah Liya lakukan, menjemput, menyembuhkan luka hingga memasakkan sarapan pagi ini bukankah ia berhak mendapatkan permintaan maaf dari Leo? Jadi bukan hanya ia kan yang harus meminta maaf.

"Kak, kamu mau tau qoutes hari ini nggak?”

Pria itu terkekeh. Ia seperti merasa dejavu yang membuatnya bersemangat untuk mendengarkannya langsung dari Liya. Ia pun mendekatkan telinganya pada wajah wanita itu, “I’m ready to hear you.”

Sikap Leo membuat Liya tersenyum geli. Apa yang pria itu pikirkan sebenarnya? Apa pria itu berpikir ia akan mengatakan sayang seperti pria itu tempo hari? Jika iya, pria itu salah besar.

“Permintaan maaf itu bukan hanya dilakukan satu pihak aja, tetapi kedua belah pihak agar hubungan bisa kembali berjalan dari awal.”

Kecewa adalah satu kata yang bisa mendeskripsikan hati Leo saat ini. Ia pun hanya bisa tersenyum kecut dan menjauhkan dirinya. Ia memberikan tatapan tak sukanya dan mengerutkan mulutnya.

“Kamu nyindir aku kan?”

Dengan tenang Liya menggeleng, “Aku cuma ngasih tau quote aja. Kalau kamu merasa berarti ya kamu tau harus ngelakuin apa.”

Pria itu berdecak, “Ya udah iya. Maaf.”

“Kalau nggak ikhlas nggak usah minta maaf gapapa kok kak.”

Bukannya Leo tak ikhlas, hanya saja ini adalah kali pertamanya meminta maaf pada seorang wanita. Sebelumnya ia tak pernah mengatakan simbol kekalahan itu pada siapapun karena ia selalu menang.

Kali ini Leo harus meminta maaf dengan sadar kepada perempuan yang telah membuatnya gila. Namun tak apa, ia pikir ini adalah cara yang tepat untuk mendapatkan hati wanita itu.

Pria itu pun berlutut di hadapan Liya. Ia menggenggam kedua tangan wanita itu dan mengecupnya tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah wanita itu, “I’m sorry, babe.”

Benarkah pria itu meminta maaf dengan tulus? Seorang Leo berlutut di hadapannya dan meminta maaf? Entah pria itu tulus atau tidak tetapi berhasil membuat netra Liya berbinar.

Mungkin karena wanita itu baru pertama kali mendapatkan permintaan maaf dengan cara yang manis jadi emosinya mudah berubah. Ia pun tersenyum teduh, “Permintaan maaf diterima. Berdiri kak.”

Leo pun berdiri dan mencengkram lemah kedua bahu Liya, “I know you’ll forgive me,” ucapnya sebelum mendekatkan bibirnya untuk melumat bibir peachy itu.

Spontan Liya mendorong tubuh Leo hingga melepaskan ciuman itu. Ia memang sudah berjanji akan bersikap lebih lembut tetapi ia masih tetap tak mentoleransi skin ship berlebihan yang pria itu berikan.

Namun tolakan Liya kembali membuat amarah Leo kembali tersulut. Ternyata ia terlalu cepat menyimpulkan bahwa wanita itu telah berubah. Liya tetaplah wanita yang akan terus menolak setiap sentuhannya.

Hampir saja pria itu mengeluarkan amarahnya lagi, tetapi bau gosong yang memenuhi indra penciumannya tiba-tiba menahannya. Begitupun dengan Liya yang langsung berbalik dan melebarkan matanya.

Dengan cepat Liya mematikan kompor dan tertegun di depan masakan yang sudah gosong. Asap yang terkepul pun menjadi saksi bisu atas kegagalan wanita itu dalam memasak tumis jamur. Ia hanya bisa menatap nanar masakan itu.

“Masakannya gosong, kak...”

Raut sedih Liya membuat Leo menerbitkan senyumnya. Wajah menggemaskan wanita itu seakan menyalakan saklar yang membuat keceriannya kembali. Ia pun merangkul wanita itu erat.

“It’s okey babe. Kita sarapannya di pesawat aja.”

“Maksudnya?”

“Kita akan pergi ke London.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!