Shima segera menghapus air matanya. Dia tak ingin tangisannya membuat orang tuanya kembali murka.
Pikirannya berkela kemana-mana. Membayangkan suaminya memadu kasih bersama istri keduanya di rumah mereka, membuat lukanya semakin lebar.
"Kamu keterlaluan mas!"
Shima yakin jika sang suami pasti akan menyusulnya kemari. Dia masih enggan menemui sang suami.
Dirinya memutuskan untuk keluar rumah. Konyol memang.
Dia sadar apa yang di lakukannya suami dan madunya adalah hak mereka. Namun dia sedikit tidak terima jika keduanya melakukan malam pertama di rumahnya.
Baru saja dia keluar kamar. Ucapan salam dari pintu utama membuat langkahnya terhenti.
Sang kakak Haris, datang bersama dengan istri dan anak mereka.
Mereka telah di sambut sang ibu, sedangkan ayah mereka tidak ada di rumah.
"Shima?" panggil Haris begitu selesai menyalami sang ibu.
Dia memeluk sang adik yang tampak sekali terlihat kacau. Haris memang tak mau datang ke acara pernikahan kedua adik iparnya kemarin.
Andaikan waktu itu ada dirinya, mungkin ia akan menghajar adik iparnya itu.
"Kamu harus kuat. Bukankah ini keinginanmu? Apa Dinar menyakitimu?" cecar Haris.
Jika sampai adiknya terluka lagi gara-gara Dinar, maka kali ini Haris tak akan sabar. Dia akan membuat perhitungan dengan adik iparnya itu.
Shima menggeleng. Lagi-lagi dia berbohong. Ia tak ingin sang kakak menghakimi suaminya juga.
"Maklum aja Ris, toh adikmu pasti masih risau, Shima pasti butuh waktu beradaptasi." sela Yusri sembari menepuk punggung anak pertamanya.
"Kamu mau ke mana? Mas sama mbakmu ini sengaja datang loh!" keluh Haris yang melihat sang adik membawa tas kecil.
Lelaki yang usianya terpaut tiga tahun dari Shima itu memperhatikan penampilan sang adik.
Tidak rapi seperti biasanya. Namun ia yakin adiknya itu hendak keluar rumah.
Shima sendiri bimbang, kalau dia pergi lalu tiba-tiba sang suami datang. Ia yakin akan terjadi keributan lagi nantinya.
"Iya tadinya Shima mau keluar mas, mau beli camilan. Eh mas Haris sama mba Vega datang," elak Shima dan berusaha untuk tersenyum.
Dia lantas mendekati kakak iparnya lalu memeluknya.
"Apa kabar mbak?" sapa Shima hangat.
"Alhamdulillah. Kamu yang sabar ya—" perempuan manis berhijab hijau itu menghela napas pelan.
Shima hanya bisa mengangguk lalu berjongkok guna menyapa keponakannya.
"Halo Queen, gimana sekolahnya?" sapanya pada bocah berusia lima tahun itu.
"Aku pintar loh ante. Kenapa mata ante bengkak? Ante habis nangis?" ucap Queen dengan logat cadelnya.
"Enggak, ante tidur bangunnya kesiangan. Queen mau ikut ante? Kita ke mamamart yuk beli ecim!" ajaknya.
Shima benar-benar ingin keluar dulu untuk menghilangkan sesak di hatinya.
"Mbak bolehkan aku bawa Queen?"
Vega lantas mengangguk, sedangkan Haris hanya bisa mendesah pasrah. Ia yakin sang adik sedang tidak baik-baik saja.
.
.
Di rumah, Dinar kembali murka. Saat hendak menghubungi nomor sang istri, nomor Shima kembali tak aktif.
Ia lantas bergegas membuka pintu kamar hendak menegur Rizka yang ia rasa sudah keterlaluan.
Saat membuka pintu, wajah Rizka terbelalak dan memerah melihat pemandangan di depannya.
Suaminya yang bertelanjang dada dan hanya mengaitkan handuk di pinggang membuat tubuh Rizka panas dingin.
Bohong jika ia tak ingin menyentuh tubuh atletis suaminya yang sempurna itu.
Sekuat tenaga ia tahan. Ia tak ingin di anggap perempuan murahan, meski pada kenyataannya dia berhak melakukan itu pada sang suami.
Dinar yang melihat istri keduanya itu merona segera sadar akan kelakuannya.
"Shit!" dia mengumpat lalu menutup pintu kamarnya dengan kencang, membuat Rizka terlonjak kaget.
"Mas maaf, di tunggu mamah di meja makan ya," ucap Rizka sendu.
Rizka berbalik dan berjalan lemah menuju dapur di mana sang mertua menunggunya di sana.
"Kamu kenapa? Apa Dinar berbuat kasar padamu?" tanya Amanda begitu melihat raut wajah sendu menantu keduanya itu.
Rizka menggeleng, tapi air mata tetap luruh di sudut matanya.
"Apa mungkin mas Dinar akan menerimaku mah? Mas Dinar seperti enggak menganggap keberadaanku," lirihnya.
Bukan maksud mengadu. Namun melihat bagaimana enggannya sang suami melihat dirinya membuat harga diri Rizka terluka.
"Kamu harus sabar. Ingat kamu adalah penolong di rumah tangga mereka. Kamu harus berusaha mengerti situasi sekarang. Mamah akan terus mengingatkan Dinar tentang kewajibannya terhadap kamu. Kamu tenang ya."
Tak lama Dinar datang dengan pakaian yang sudah rapi. Dia berniat pamit pada ibu dan istri keduanya.
Ia tak ingin berlarut-larut memendam masalah dengan istri pertamanya.
"Nar duduk. Makan dulu!" pinta Amanda tegas.
"Tapi mah, Dinar harus segera ke rumah ayah," tolak Dinar.
"Apa kamu mau dzalim sama istrimu? Rizka sudah capai-capai masak untuk kamu. Apa kamu tak mau menghargainya?" cecar Amanda.
"Mah—"
"Mamah bilang duduk Nar. Kita bicarakan setelah ini. Sedari kemarin kamu belum makan. Apa kamu akan menyiksa diri? Makanlah, agar pikiran kamu jernih. Yang ada nanti kamu malah sakit," pinta Amanda tegas.
Setelah perkataan ibunya, Dinar baru menyadari perutnya yang terasa perih.
Dia memang mengabaikan kesehatannya, karena terlalu panik memikirkan sang istri pertama.
Dinar memakan makanannya dengan lahap. Membuat Rizka tersenyum. Rizka benar-benar bahagia karena bisa melayani sang suami.
"Tambah mas?" tawar Rizka yang membuat Dinar berhenti mengunyah.
Dia memang memakan makannya tanpa di rasakan. Dinar terburu-buru karena ingin segera pergi dari sana.
Namun ternyata perbuatannya justru di salah pahami oleh sang istri kedua. Tak ingin menyakiti istri keduanya, Dinar pun tersenyum lalu menggeleng.
"Enggak perlu Riz. Makasih ya, makanan kamu enak," pujinya.
"Terima kasih mas. Nanti aku akan belajar masak sama ibu dan mbak Shima tentang makanan kesukaanmu mas," ucap Rizka senang.
Dinar terbatuk mendengar ucapan istri keduanya itu.
"Pelan-pelan Nar. Mamah tau kalau makanan Rizka memang enak, kamu ngga perlu buru-buru gitulah. Makan yang tenang," ejek Amanda pada putranya.
Usai menyantap makanannya, dia pun kembali berpamitan pada sang ibu agar bisa segera pergi menyusul istri pertamanya.
"Dinar pergi ya Mah," pamitnya.
"Tunggu Nar. Mamah dan Rizka ikut!" pinta Amanda, lalu menarik menantu keduanya agar bergegas naik ke mobil putranya.
"Tapi mah?" jawab Dinar enggan. Terlebih lagi sang ibu ingin mengajak serta Rizka. Dirinya yakin suasana di kediaman mertuanya pasti akan sangat panas nanti.
"Kita datang bukan untuk merusuh Nar. Keluarga mertuamu harus mengenal Rizka, agar tak berpikiran buruk tentang istrimu ini!"
.
.
Di dalam sebuah mini market, Shima bisa sedikit melupakan perasaan sedihnya karena celotehan sang keponakan.
Shima menikah terlebih dahulu dari pada Haris. Namun Haris juga harus menunggu satu tahun untuk kehadiran anak pertamanya.
Shima lantas berjalan dengan melamun karena teringat lagi tentang suaminya.
Hingga tanpa sadar dia menabrak seseorang di depannya.
"Astaga, maaf-maaf mas," ucap Shima panik sembari hendak membersihkan baju lelaki di depannya yang terkena es krim miliknya.
"Yash, di mana kamu meletakkan tanganmu!" bentak lelaki itu lantas menghentikan tangan Shima.
Shima mengerjap linglung saat dirinya tanpa sadar menyetuh seseorang yang bukan muhrimnya.
Dia sedikit terperangah kala melihat lelaki tampan di depannya, tapi sangat galak.
"Maaf mas, sekali lagi saya minta maaf," ucap Shima sembari menyerahkan sapu tangan miliknya agar lelaki di depannya bisa membersihkan sisa es krim yang masih menempel di sana.
"Ante ayo pulang!" Queen yang mendengar bentakan lelaki itu ketakutan.
"Kau menyusahkan saja!" bukannya berbicara lembut pada Shima, lelaki itu berlalu begitu saja sembari membawa sapu tangan Shima.
Shima ingin menghentikan lelaki itu dan meminta sapu tangannya kembali, tapi gagal karena Queen yang merenek minta pulang.
"Ya udah ayo kita pulang!" ajak Shima yang terpaksa harus merelakan sapu tangan kesayangannya.
Sesampainya di rumah, dia terkejut karena ada mobil sang suami di sana. Terdengar juga suara sang mertua.
"Apa mas Dinar datang bersama mamah?" gumamnya.
Baru saja hendak mengucapkan salam, bibirnya mendadak kelu kala melihat jika Rizka juga hadir di sana.
.
.
.
Lanjut
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Akbar Razaq
gak kasihan si sama perempuan yg bodoh begini.Kita bs mengukur diri seberapa kuat hati kita,fisik kita dlm menghadapi situasi dan kondisi tapi ini mah simangak kuat tp di kuat kuatkan.bodoh gak si.atau perlu ada laki lain utk bs mampu lepas dr suaminya.jahat ya aku tp aku gak sabar aja sama sikap sima .kayak bapaknya saja aku 😅😅
2024-12-23
3
yukmier
haduuh mertua shima ini bener2 g bisa jaga perasaan shima
2024-05-28
1
Hanipah Fitri
kenapa sih perempuan itu ikut datang, bikin nyesek
2024-03-19
3