Mampukah Bertahan

Mampukah Bertahan

Retak ( Pov Shima )

"Saya terima nikah dan kawinnya, Rizka Hanura dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!"

Begitu lantang dan penuh keyakinan mas Dinar mengucapkan ijab kabulnya. Ucapan yang tak terasa juga menyayat hati ini.

Ucapan yang pernah dia ucapkan untukku dulu kini ia ucapkan kembali, tetapi untuk wanita yang lain.

Wanita itu adalah Rizka, kini ia telah resmi menyandang sebagai adik maduku.

Rizka sedikit lebih beruntung dari pada aku saat menikah dengan mas Dinar dulu.

Dia diberi mahar logam mulia seberat seratus gram dan uang tunai sebesar seratus juta rupiah. Entah atas permintaan siapa aku tak tahu.

Aku tak di libatkan sama sekali dalam acara pernikahan ini. Mungkin Mas Dinar dan ibu mertuaku ingin menghargaiku atau justru tak ingin aku merusak momen bahagia mereka.

Entahlah, kenapa sekarang aku tak pernah berpikir baik tentang mas Dinar dan ibunya.

Teringat dulu tentang pernikahan kami yang sangat sederhana. Bahkan aku hanya menerima uang tunai sebesar lima juta rupiah sebagai mahar.

Aku tak ingin memberatkan mas Dinar. Sebab kala itu aku begitu tahu bagaimana kondisi perekonomiannya. Dia yang bekerja keras harus menyisihkan uang untuk menikahiku di tengah kewajibannya untuk membiayai pengobatan Almarhum ayah mertuaku.

Oleh sebab itu, ibu mas Dinar sempat keberatan dengan rencana pernikahan kami dulu, karena melihat bagaimana kondisi perekonomian kami saat itu.

Namun dengan penuh keyakinan, kami mantap melangkah. Aku mendampingi mas Dinar dengan tetap bekerja dan membantu perekonomian keluarga kami serta pengobatan ayah mertua.

Rizka lebih beruntung karena perekonomian mas Dinar memang dalam keadaan baik saat ini, berbeda dengan kami dahulu yang memulai semuanya dari nol.

Rizka terlihat sangat bahagia. Tak ayal senyum indah tak pernah lepas dari wajah cantiknya.

Rizka, seorang gadis berusia dua puluh delapan tahun. Lima tahun lebih muda dariku dan tujuh tahun lebih muda dari Mas Didi.

Wanita yang telah lama memendam rasa pada suamiku. Aku tak begitu mengenalnya, yang kutahu dulu mereka sempat bertetangga saat masih remaja.

Usapan lembut di bahu membuatku menoleh. Ibu ... Seberapa tahu ia dengan perasaanku saat ini?

Ibu, hatiku sakit. Aku ingin berteriak. Namun, apa bisa aku hidup tanpa Mas Didi?

Aku tak bisa membayangkannya.

"Yang sabar ya Ma. Tak ada kata yang bisa ibu ucapkan. Tegarlah, ini jalan yang kamu pilih," lirih suara ibu bagaikan membuka luka yang kembali berdarah.

Aku tahu ibu tak bermaksud menyalahkanku atas pilihanku. Dia hanya berharap diri ini bisa tegar seperti ucapanku tempo lalu yang bersedia di madu oleh suamiku.

"Sayang," panggilan lembut dengan suara bergetar itu membuat air mata ini akhirnya luruh jua. Sekuat hati aku menahannya. Mencoba tersenyum, pada kenyataan yang aku harap ini hanya sebuah mimpi.

Aku tak sanggup menoleh, hanya menunduk berusaha menghilangkan air mata bodoh ini.

"Mbak," suara Rizka pun terdengar, berarti mereka berdua kini mendatangiku bersamaan.

Ya Allah hati ini sangat sakit. Mengapa ... Mengapa hamba tak bisa ikhlas menerimanya!

Ini bukan kesalahan mereka. Ini pilihanku, tapi kenapa berat sekali.

"Sayang," panggil Mas Dinar sembari memelukku. Tubuhnya bergetar, aku tahu ia pun terluka.

Siapa yang salah sebenarnya? Kenapa kami justru mengalami luka ini?

Kubalas pelukan suamiku. "Tak apa Mas, selamat ya," dengan hati yang getir, tak urung kata selamat terucap dari bibirku.

"Jangan seperti ini mas, banyak yang memperhatikan kita," tegurku dan melepaskan pelukannya.

Suamiku ... Imamku, aku tahu dia pun sedih dengan keadaan ini.

"Maaf, maafkan mas sayang," ucapnya tersendat.

"Hei!" kuusap pipinya dan dia menggenggam tanganku erat.

"Kita pasti akan melewati ini," ucapku meyakinkan. Meski hati ini pun tak yakin.

Dia mendongak menatap mata ini. Sorot mata yang menatapku penuh dengan cinta itu masih milikku.

Namun, apa selamanya akan menjadi milikku? Mengingat kini ada seseorang yang juga berhak atas cintanya.

Ibu mertua menghampiri kami. Kudengar helaan napasnya yang kasar. Mungkin dia kesal.

"Jangan membuat suasana terasa canggung Ma. Kamu sendiri yang meminta datang. Maaf, bukan mamah bermaksud kasar. Mamah tahu perasaanmu, makanya mamah minta kamu tak usah hadir." ucap ibu mertuaku yang sangat mengiris hatiku.

Dia benar, sudah berulang kali dia meminta agar aku mengurungkan niat untuk menghadiri acara pernikahan suamiku.

Namun, lagi-lagi aku kalah dengan egoku. Lucunya, aku sedikit berharap jika mas Dinar akan berlari dan membatalkan pernikahannya seperti drama percintaan konyol yang sering kutonton.

Aku tahu, mungkin tangisan kami ini akan membuat keluarga Rizka tak nyaman. Mereka jelas merasa terganggu, apa lagi bisik-bisik mulai terdengar.

Pernikahan yang di adakan secara sederhana ini bukan karena mereka malu karena putri mereka hanya di jadikan istri kedua, menurut ibu mertua. Akan tetapi itu semua adalah permintaan Rizka dan hanya dia yang tahu alasannya.

Rizka juga bukan dari golongan keluarga biasa. Keluarganya cukup berada. Dia bahkan memiliki sebuah butik yang cukup ternama.

Menurut ibu mertuaku, Rizka hanya ingin menghargaiku. Baginya pernikahan sederhana akan terkesan hangat. Dia hanya meminta pernikahannya bukan hanya sah secara agama, tapi juga tercatat oleh negara. Itu lebih penting menurutnya.

Entahlah, perhatiannya bahkan tak membuatku bahagia sama sekali.

Rizka menunduk. Aku tak tahu apa yang datang hanya saudaranya saja atau bukan. Namun tak urung tingkah kami pasti membuatnya sedikit malu.

Kudekati adik maduku. Aku berharap dengan pernikahan ini membuat kami bisa akrab seperti pembicaraan kami waktu lalu.

"Selamat ya Rizka. Semoga bisa menjadi keluarga Sakinah Mawadah Warohmah," ucapku berusaha terdengar tulus.

Entahlah. Lidahku kelu tak bisa berharap jika kami bisa melewati ini bersama-sama.

Dia mengusap air matanya dengan ujung jari. Mencoba berhati-hati, mungkin agar tak merusak riasannya.

"Terima kasih mbak. Aku harap, kita semua bisa bersama selamanya," pintanya dengan mata berbinar.

"Aamiin," kudengar banyak yang mengaminkan doanya. Aku hanya membalas dengan senyuman tipis. Masih belum yakin dengan masa depan.

"Ayo kembali ke pelaminan. Banyak yang ingin mengucapkan selamat," seorang wanita paruh baya yang wajahnya mirip dengan Rizka mendekat.

Aku yakin itu ibunya. Beliau tersenyum ke arahku, lalu mengajak Rizka dan Mas Dinar kembali ke pelaminan. Menjadi raja dan ratu sehari.

"Kamu mau pulang?" suara ayah terdengar dingin. Aku yakin dia masih memendam amarah. Namun dia bingung harus melampiaskannya pada siapa.

Teringat dialah yang sudah dengan tegas menolak pernikahan kedua mas Dinar dan meminta kami berpisah.

Tentu saja aku menolak, bahkan aku menjerit saat ayah memukul suamiku yang tidak bersalah.

Saat ini pun ia pasti masih marah padaku. Mungkin bukan marah, lebih tepatnya kecewa. Bahkan mas Haris dan keluarganya tak turut serta datang karena tak bisa menutupi rasa kecewanya.

Belum sempat aku menjawab, ibu mertuaku kembali mendekat.

"Maaf Shima, Pak Anshor, Bu Yusri. Keluarga Rizka sedikit tak nyaman dengan situasi ini. Bisakah kalian pulang terlebih dahulu? Jangan tersinggung, tapi bisikan-bisikan ini membuat mereka tak nyaman. Maafkan kami," ucapnya ragu.

Tangan Ayah mengepal dengan urat-urat yang terlihat menonjol.

"Ayo kita pergi!" ajaknya tanpa menunggu jawabanku.

"Apa aku harus pamit Mah?" tanyaku pada ibu mertua.

Ibu mertua menoleh sekilas lalu kembali memandangku iba.

Dia menggenggam tanganku. "Nanti biar mamah yang sampaikan. Terima kasih dan maafkan mamah ya Shima," ucapnya terdengar tulus.

Namun entahlah hati ini sudah terasa sangat sakit. Mengingat serentetan peristiwa masa lalu hingga hari ini tiba.

.

.

.

Lanjut

Terpopuler

Comments

Mira Ratmi rahayu

Mira Ratmi rahayu

klu udah ngerasa bakal tak mampu kenapa maksa utk dimadu shima

2024-05-28

0

Soraya

Soraya

mampir thor

2024-05-28

0

Jeni Safitri

Jeni Safitri

Kenapa ngk adopsi anak

2024-05-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!