Tentu saja ia sangat pendendam. Meskipun ia gadis pedalaman hutan, tetapi ia tidak terisolasi dari dunia. Ia mengerti bahwa dunia tidak hanya sebatas hutan Fernglove dan desa Hartlefirth saja. Tentunya, seperti Mabel, ia ingin melihat dunia yang lebih luas dan memberikan selimut wol yang tebal dan mewah untuk ibu.
Cosetta mengerti bahwa semuanya bisa dicapai ketika ia bekerja keras dalam belajar.
Ketika cuaca cerah dan tak ada guru yang mengajar, anak-anak laki-laki senang bermain di halaman. Sebelum mereka memutuskan untuk meninggalkan kelas, Cosetta lebih dulu menaikkan suaranya, “Teman-teman, aku harap sekarang kalian sudah memutuskan apakah mau mengunjungi Mabel atau tidak. Aku akan mencatat nama-namanya.”
Cosetta menyapukan pandangannya pada satu persatu anak di kelas. Dari empat puluh anak, tidak ada yang mengangkat tangan atau menyebutkan namanya untuk mengikuti acara yang mulia itu. Seorang anak laki-laki malah mengangkat bahu, lalu mengajak teman-temannya untuk pergi ke luar.
Alis Cosetta berkedut.
“Cosy, aku ikut, ya,” kata Eula.
Cosetta tersenyum dan mulai mencatat nama Eula. Bahkan kalau hanya dengan Eula, ia merasa senang-senang saja untuk pergi ke rumah Mabel. Tetapi Mrs. Daughtler pasti tak akan senang.
“Yuk teman-teman, tentunya kita para anak perempuan harus punya kasih sayang dan rasa setia kawan pada teman kita dari pada anak laki-laki. Ew, mereka kasar dan kotor dan hanya peduli tentang bagaimana caranya menggosokkan seragam mereka pada lumpur dan dimarahi oleh ibu mereka,” kata Eula.
Eula rupanya lebih memiliki bakat membujuk (dan memanipulasi) orang lain dibanding dirinya. Berkat Eula, hampir seluruh anak perempuan memberikan namanya pada Cosetta. Gadis itu saking senangnya sampai tangannya gemetar ketika menulis. Ia juga sampai melupakan sikap menyebalkan Mabel ketika di hutan kemarin.
“Bagaimana pun, dia teman kita,” kata Rosa. “Aku juga kadang-kadang malas sekolah. Bedanya, dia benar-benar tidak berangkat.”
“Benar. Dia sebenarnya tidak begitu buruk. Waktu kelas tiga SD dulu, waktu aku menangis karena rambutku dikenai permen karet oleh Hannah, dia yang membersihkannya untukku.”
“Aku sih masih tak menghormati sikapnya. Tapi aku bersedia sehari saja berakting palsu untuknya. Aku tidak mau dikenal sebagai orang yang mem-bully-nya semasa SMP oleh teman-temannya saat dia dewasa nanti.”
“Ya. Dia menyebalkan dan bodoh. Tapi aku tidak setidak punya hati itu untuk membiarkannya menyerah untuk bersekolah. Benar loh, kata Cosetta kemarin. Pendidikan di negeri kita memang sedang digalakkan. Kemarin aku mendengar lomba esai di radio yang hadiahnya 160 croon.”
Meskipun niatan mereka berbeda-beda, tetapi mereka tetap setuju untuk datang ke rumah Mabel. Para anak laki-laki yang tersisa di kelas juga memberikan nama mereka. Tentunya niat mereka bukan hanya untuk menyangkal anggapan jahat yang diberikan oleh Eula terhadap anak laki-laki. Beberapa anak terlahir dengan hati yang murni yang hanya ingin memberikan kebaikan bagi sesamanya.
Percakapan di kelas mulai ceria dengan rencana-rencana yang harus mereka susun. Usulan-usulan diberikan. Mulai dari membawakan buah-buahan hingga membawakan urunan uang. Cosetta mengusulkan untuk masing-masing anak menuliskan surat untuk Mabel, yang langsung disanggah oleh Rosa dengan keras.
“Kalau aku harus menulis surat, Mabel tak hanya akan tetap berhenti sekolah, ia akan berhenti jadi warga Hartlefirth,” katanya, yang disambut anggukan dan tawa setuju oleh teman-temannya.
“Hei, tapi ... kurasa dia memang ingin pergi dari desa. Dia memang pernah ke High Elia, kan? Kemarin kudengar dia pergi ke Alpine Ascend. Hei, bukannya itu jalan tempat seorang penjual karcis kereta api jarak jauh tinggal?”
“Ka-kamu mendengarnya dari mana, Lori? Kamu saaangat tahu banyak, ya!”
“Gila, ya! Kenapa Mabel harus datang ke rumahnya alih-alih membelinya langsung di stasiun?”
Mata-mata yang melebar, dan mulut yang berbicara bersamaan, sungguh sulit untuk diinterupsi. Cosetta berusaha menjaga diskusi itu tetap di ranah yang pantas dan telah ditetapkan. Untungnya, gadis-gadis yang ada di dekatnya mengerti dan mendengarkan Cosetta. Tetapi anak-anak yang lebih jauh jatuh dan larut dalam kegiatan bergosip itu. Mereka langsung setuju begitu saja setelah Cosetta mengumumkan hasil diskusinya dengan anak-anak yang ada di dekatnya.
Ketika sekolah berakhir, Cosetta keluar kelas dengan lunglai. Energinya telah habis. Kalau bukan untuk Mabel, ia tak akan memimpin diskusi semelelahkan itu tadi. Untuk gadis yang hampir membakar hutan dan pergi ke Alpine Ascend untuk mendapatkan—
Oh, mari jangan percaya gosip itu, kata Cosetta pada dirinya sendiri. Itu belum pasti, kan?
Cosetta melambaikan tangannya pada Eula dan beberapa temannya, kemudian ia mengayuh sepedanya pergi. Ia melalui jalur yang melewati depan rumah Mrs. Daughtler. Ini masih sejam sebelum jam yang dijanjikan oleh Mabel pada Cairo bahwa mereka bertemu.
Cosetta melompat turun dari sepedanya begitu ia mencapai hutan. Ia tak butuh waktu lama untuk melihat seorang pemuda yang sedang berdiri di dekat batang pohon ek yang besar.
“Hei,” sapa Cosetta singkat.
“Halo. Ugh, rasanya seperti melakukan transaksi ilegal.”
Tetapi kini bukan waktunya bercanda. Siapa yang tahu saking semangatnya, Mabel bisa datang satu jam lebih cepat. Cosetta meraih kertas catatannya, memastikan sekali lagi, lalu berbicara pad Cairo, “Aku ingin kamu bisa akrab dengan Mabel. Senangkan dia. Ah, aku rasa kamu lumayan pintar berbicara, jadi, aku harap kamu bisa membujuknya supaya tetap di rumah pada hari Kamis minggu depan jam dua siang. Itu adalah waktu yang sudah aku dan teman-temanku sepakati untuk datang ke rumahnya. Kalau dia tahu rencana kami, dia pasti akan kabur. Apakah kamu bisa melakukannya?” tanya Cosetta.
“Bisa. Setelah aku berhasil, kamu harus memaafkanku, ya.”
“Tentang apa?” tanya Cosetta.
“Cokelat itu. Kamu bahkan sudah lupa hari ini?”
“Ah, baiklah baiklah,” kata Cosetta dengan geli. Sebenarnya, ia bukan tipe orang yang menyesali dalam dalam apa yang sudah terjadi. Tetapi, demi acara yang lancar, ia mengiyakan saja.
Cairo tersenyum. “Oke. Janji, ya? Aku akan patuh di sini seperti kuda menunggu gadis itu datang. Kamu?”
“Aku? Aku akan bersembunyi ... di sana. Setelah itu, kita bisa pulang. Jarak tepi hutan sini dengan mercusuar lumayan jauh. Ayah akan mencarimu.”
Cairo tertawa, tapi Cosetta tak mempedulikannya. Tepi hutan tak begitu lebat sehingga ia perlu bersembunyi lebih jauh. Ketika Mabel datang, ia bahkan tak mampu melihat dengan jelas. Percakapan mereka pun tak mampu ia dengar.
Ketika Mabel sudah pulang dan Cosetta datang mendekati Cairo, pemuda itu memiliki kerutan di dahinya.
“Kamu tidak berhasil melakukannya, ya?” tuduh Cosetta, lalu menyesalinya. Selama ini, ia selalu berbicara dengan lembut terhadap orang lain. Tetapi entah kenapa, dengan Cairo ia selalu ingin melontarkan emosinya padanya secara spontan.
“Berhasil, tentu saja. Lihat saja nanti.”
“Kelihatannya tidak seperti itu.”
“Ia kelihatan menyukaiku. Ia berdandan cantik hari ini. Aku berkata kalau hari Kamis sore aku ingin mengajaknya ke suatu tempat. Hal itu pasti akan membuatnya berada di rumah, ‘kan, saat siang hari? Haha. Ia juga berkata kalau hari itu ia akan di rumah saja. Aku hanya ...”
“Hanya?”
“Lelah karena ia terus mengulik latar belakangku. Ayahmu, kamu, dan ibumu saja tidak melakukannya secara terus terang. Ia sangat keras kepala dan tak berhenti menyerangku. Dia benar-benar mengerikan. Memangnya ia punya pengalaman buruk dengan laki-laki tanpa identitas, ya?”
Cosetta mengerutkan dahi. Well, gadis mana pun pasti akan waspada dengan laki-laki yang tiba-tiba muncul di suatu desa tanpa kronologi yang jelas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments