Cosetta mencatat resep yang telah dituliskan oleh Mr. Sterling di papan tulis. Eulalia Perkins, teman sebangkunya, juga sedang mencatat, meskipun sejak tadi ia terus-menerus menguap.
“Kamu tadi malam tidur jam berapa, sih?” tanya Cosetta.
“Aku lupa, Cosy. Kalau kuingat-ingat, mungkin sudah lewat tengah malam,” katanya dengan suara lamban. “Mrs. Cleardew membuat terlalu banyak ayam panggang dan memaksa kami menghabiskan semuanya. Lalu para orang dewasa itu mengobrol sampai malam. Jagung bakarnya sangat enak. Rasanya sayang kalau tidak aku habiskan meskipun malam sudah larut,” cerita Eula.
Mrs. Cleardew adalah tetangga keluarga Perkins. Cosetta sudah pernah bertemu dengannya. Wanita itu sangat baik dan senang memasak. Ia pernah memberinya sekotak kue cokelat yang sangat lezat. Cosetta bahkan masih mengingat rasanya sampai sekarang.
“Nah, anak-anak. Setelah menulis resepnya, silakan membuat kelompok ya, dua orang dua orang. Hari Kamis minggu depan, kue cokelat ini harus sudah dikumpulkan. Kalian boleh menambahkan variasi resep-resep lain,” kata Mr. Sterling seraya menumpuk buku-bukunya. “Kalau tidak ada yang mau ditanyakan, sampai sini dulu saja, ya. Selamat siang.”
Cosetta meregangkan jarinya, lalu menutup bukunya. Kerja kelompok sebenarnya menyenangkan, tetapi juga merepotkan. Ia harus pulang lebih lama dari biasanya. Cosetta menggelengkan kepala. Soal itu, nanti saja ia pikirkan. Lebih baik ia berkata pada Eula dulu kalau ia—
“Eula, ke kamar mandi, yuk. Ngantuk, kan? Habis ini kan pelajaran Fisika, jangan sampai ngantuk,” seorang gadis berambut pirang tiba-tiba melalui meja mereka. Maisie Cleardew.
“Oh iya, jangan sampai tiba-tiba disuruh jawab pertanyaan nanti,” kata Eula. Ia beranjak dari kursinya dan menoleh pada Cosetta. “Aku ke kamar mandi dulu, ya.”
Cosetta mengurungkan niatnya. Ia akan mengatakannya nanti.
✮⋆˙
Sekolah berakhir tepat jam dua belas siang. Matahari bersinar terik. Kucing-kucing yang ditemui Cosetta di jalan tengah bermalas-malasan di teras-teras rumah sembari menjilati bulu mereka.
“Sudah mau sampai, Eula?” tanya Cosetta.
Eula mengusulkan supaya mereka mampir dulu ke makan es krim sepulang sekolah. Namun, setelah bersepeda selama beberapa saat, kedai es krim yang dimaksud Eula belum juga terlihat.
“Sebentar lagi. Kamu capek, Cosy?”
“Enggak, dong.”
Eula tersenyum manis seraya memandang Cosetta. “Iya, ya? Bodohnya pertanyaanku. Kaki kamu kan sudah terbiasa mengayuh sepeda melintasi hutan. Ya ampun. Membayangkannya saja, aku sudah menyerah.”
“Duh, jangan bilang begitu,” tawa Cosetta.
“Tapi tetap saja, nanti waktu pulang, aku yang di depan, ya! Aku sungguh merasa tidak enak,” kata Eula.
“Iyaaa.”
Melihat Desa Hartlefirth, Cosetta merasa asing sekaligus familiar. Asing karena ia jarang melaluinya, dan familiar karena desa ini adalah pemukiman yang paling dekat dengan rumahnya. Ia melihat toko sayur di tepi jalan dan memutuskan untuk mampir saat pulang nanti.
“Nah, udah mau sampai, Cosy! Turun sini!”
Cosetta melihat kanan kiri. Hanya ada hamparan rumput dan ladang perkebunan sejauh yang ia lihat. “Di mana, Eula? Di sini?”
“Iya!”
“Enggak ada kedai es krim, tuh.”
Eula malah tertawa kencang. Cosetta menghentikan laju sepedanya di rerumputan. Eula melompat turun. “Duh, maaf ya, Cosy. Aku kira kamu tahu. Tapi sejak awal ‘kan aku enggak bilang ada kedai es krim. Maaf maaf. Kita duduk di bawah pohon situ, yuk, biar enggak kepanasan,” kata Cosetta seraya menunjuk pohon alpen yang letaknya tak jauh dari mereka.
“Ya ampun, aku kira ada kedainya. Terus … apa yang kamu maksud dengan makan es krim?” tanya Cosetta.
“Sebentar lagi, paman tukang es krim akan lewat. Rasanya sangat enak! Tapi dia jarang sekali mau masuk ke dalam desa. Padahal biasanya juga ada beberapa anak yang menunggu di sini. Duh, mungkin dia kira enggak akan ada yang beli kali, ya? Kalau aku bisa mengajak lebih banyak orang ke sini, mungkin paman es krim itu mau masuk ke dalam desa,” kata Eula dengan mata berbinar-binar.
Cosetta akhirnya mulai paham. Ia juga akhirnya setuju dengan harapan Eula. Desa Hartlefirth memang merupakan desa yang paling terpencil di kawasan Aetherwind, karena letaknya yang berada di tepi selatan dan berbatasan dengan tebing terjal menuju laut serta bersisian dengan hutan Fernshine. Meskipun hutan tersebut adalah hutan lindung yang sekaligus dibuka untuk wisata, namun Desa Hartlefirth adalah gerbang masuk terakhir yang akan dipertimbangkan oleh para turis. Oleh karena itu, wajar apabila para pedagang tidak terlalu menaruh harapan pada desa ini.
Dua puluh menit sudah berlalu ketika paman penjual es krim baru lewat dengan gerobaknya. Wajahnya terlihat terkejut melihat mereka, tetapi tidak mengatakan apa pun. Setelah Cosetta dan Eula mendapatkan es krim mereka masing-masing, pria itu baru berkata, “Kalian habis dari kota?”
“Tidak. Kami menunggu di sini untuk membeli es krim,” kata Eula.
“Oh, bukannya kalian harus jalan kaki lumayan jauh?” tanyanya.
“Tidak apa-apa. Asalkan bisa membeli es krim,” kata Eula seraya memberikan kode pada Cosetta untuk merahasiakan fakta bahwa mereka mencapai perbatasan desa menggunakan sepeda. “Kalau saja Anda juga berkeliling di desa kami, pasti akan lebih mudah bagi kami. Iya, kan, Cosy?”
“Iya. Sebenarnya banyak anak-anak di desa kami, biasanya mereka menyukai es krim,” kata Cosetta.
“Hmmm, begitu, ya?” gumam paman tukang es krim seraya merapikan tabung jualannya. “Sudah, ya. Aku pergi dulu.”
Pria itu pergi meninggalkan mereka di tepi jalan. Eula menggeleng-gelengkan kepala. “Ya ampun, dia benar-benar aneh.”
Mereka menikmati es krim sembari duduk di atas di atas rumput di bawah pohon alder. Cuaca sangat ramah siang ini. Rasa manis yang segar dari es krim juga membuat suasana menyenangkan. Eula bercerita tentang gosip-gosip yang semalam ia dengar dari percakapan antara ibunya dan Mrs. Cleardew. Baik seorang janda yang kabarnya sudah membunuh kucingnya sendiri, pemilik toko kue yang digosipkan sebagai penyihir, dan pemilik penginapan yang mendekati seorang pria yang usianya jauh lebih muda.
Semua kabar-kabar itu terdengar gila. Namun saat mendengarnya, Cosetta jadi teringat akan perkataan yang belum sempat ia sampaikan pada Eula siang tadi.
“Oh iya, Eula, kita sekelompok ‘kan, untuk tugas Keterampilan?”
Eula menoleh, dan sekilas, wajahnya memucat. “Oh, ya ampun. Aku sudah sekelompok dengan Maisie. Maaf, ya. Tadi dia mengajakku saat kita ke kamar mandi.”
Cosetta sebenarnya tidak menyangka dengan jawaban Eula. Karena sebelumnya, setiap ada tugas kerja kelompok, mereka selalu bersama. Cosetta terdiam sejenak, lalu memaksakan senyumnya. “Tidak apa-apa. Aku akan cari teman yang lain. Kamu tidak perlu meminta maaf.”
Eula tersenyum, meskipun matanya masih memancarkan rasa bersalah. “Aku benar-benar tidak terpikirkan tadi. Salahkan aku yang merasa tergoda dengan rumah Maisie yang seperti bakery. Aku sangat tidak setia kawan, ya?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments