KONFRONTASI

Arlojiku mendadak bergetar. Bayu melakukan panggilan internal khusus untukku.

Aku mengerutkan alis dan menerima panggilannya.

"Ya?"

"Kamu jangan lancang, Arya Balawa," suara Bayu terdengar sangat dingin. "Kenapa kamu mau mengakses folderku? Sudah jelas itu konfidensial. Hanya aku dan Tuan Randu yang bisa mengaksesnya. Kamu jangan ikut campur dengan misiku. Urus saja misimu sendiri."

Aku terdiam.

"Aku sama sekali tidak memercayaimu, asal kamu tahu saja. Hampir semua anggota pasukan di sini tidak bisa memercayai orang asing sepertimu yang tiba-tiba saja diangkat menjadi Agen Elit. Kamu bukan penduduk negeri ini. Kamu pernah berurusan dengan Negeri Lembah Merah. Bagaimana kami bisa yakin kamu memihak kami dan bukannya mata-mata atau prajurit rahasia mereka?"

"Aku bukan mata-mata mereka!" bentakku marah.

"Kalau begitu, buktikan!" tantang Bayu lantang. "Kamu tahu kenapa hasil penyelidikanku dirahasiakan Tuan Randu? Itu karena ada kamu di antara kami. Tuan Randu sendiri tidak percaya sepenuhnya padamu!"

Aku tertegun. Darahku makin mendidih.

"Kalau dia tidak percaya padaku, kenapa dia menunjukku menjadi Agen Pelindung Khusus putrinya?" kataku berang. "Jika aku mata-mata Negeri Lembah Merah, kenapa aku diburu dengan bom mereka dua hari ini? Kata-katamu sama sekali tidak masuk akal! Apa sebenarnya yang kamu inginkan?"

"Dia menunjukmu untuk bisa mengawasimu secara dekat dan langsung. Tuan Randu selalu punya cara unik untuk menjebak dan menangkap musuh-musuhnya. Itulah sebabnya negeri ini selalu aman dari penyusup sejak ia menjadi Kepala Pasukan Pelindung dan Intelijen Negara.

"Sementara dalang bom itu berasal dari Negeri Lembah Merah--itu baru dugaanmu saja. Apa kamu punya bukti kuat bahwa bom itu benar-benar diciptakan mereka? Bagaimana jika bukan? Bagaimana jika semua itu merupakan muslihatmu agar tidak dicurigai sebagai mata-mata? Kuingatkan kamu. Jangan macam-macam dengan kami. Lehermu sudah ada dalam jangkauan pedang kami. Begitu kami melihat tindakan yang mencurigakan darimu, kami akan langsung mengeksekusimu di tempat."

Yang dikatakan Bayu semuanya tidak masuk akal. Apa dia sudah gila?

"Kamu tanya apa yang kuinginkan? Aku ingin kamu menjauh dari Nona Puri."

Aku mendelik.

"Nona Puri tidak aman bersamamu. Kejadian hari ini adalah salah satu buktinya. Apa kamu yakin kamu akan tetap bisa melindunginya jika lain kali diserang dengan brutal? Kamu kebetulan aman karena berada dalam mobil dengan teknologi tercanggih di seluruh Bima. Tapi jika kamu diserang di tempat terbuka, dan saat itu Nona Puri bersamamu, apa kamu yakin tetap bisa menjaganya? Bagaimana jika dia terluka, apalagi sampai terbunuh karenamu? Bagaimana kamu bisa menjamin Nona Puri tetap hidup di situasi seperti itu?"

Aku teringat ketakutanku sesaat setelah ledakan terjadi sambil memandang Puri yang pingsan dalam pelukanku. Kata-kata Bayu membuatku bungkam total.

"Tapi kamu tidak perlu khawatir. Sebentar lagi, kamu tak perlu menanggung beban seperti itu. Dan Nona Puri akan jauh lebih aman setelah ini."

"Apa maksudmu?" tanyaku tajam.

"Kamu akan tahu nanti," Bayu tertawa pendek. "Kuperingatkan sekali lagi. Jangan sentuh apapun yang bukan urusanmu. Tak ada yang memercayaimu di sini. Dan kami selalu mengawasimu. Satu saja jarimu melangkah di luar batas, kamu mati. Selamat siang, Arya Balawa."

Konfrontasi Bayu Tarum benar-benar membuat emosiku meledak sampai puncak. Aku berteriak dan meremukkan kaleng kopi yang masih ada isinya hingga pecah dan cairan hitam lengket itu mengotori seragam putih dan sepatu botku. Tapi aku tak peduli. Aku mondar-mandir cepat di teras paviliun, gemetar, hantu-hantu pikiranku berkelebat cepat.

Apa-apaan semua ini? Kenapa aku jadi dipojokkan begini? Apa maksud Bayu tentang Puri tadi? Apa yang dia ketahui dan aku tidak?

Dalam hati aku menyesal sudah terbawa emosi tadi. Aku jadi tidak bisa jernih mencari informasi dan menjangkau hantu pikirannya. Aku tak tahu dia di mana saat ini, tapi aku sudah pernah beberapa kali mencoba meraih hantu pikiran seseorang dengan jarak cukup jauh, dan aku berhasil melakukannya, asal aku bisa mengenali energi dan gelombang pikirannya dengan tepat. Meski tentu saja aku perlu fokus dan ketenangan batin tingkat tinggi untuk melakukannya.

Aku jadi seperti Puri sekarang. Mudah larut dalam emosi, tenggelam dalam titik buta, tidak bisa melakukan apa-apa.

Menyedihkan.

Tidak. Ini belum berakhir. Jangan biarkan perkataan Bayu memengaruhimu. Kamu tahu sendiri, semua tuduhannya tidak benar, hantu pikiranku yang tenang dan bijak kini bertengger di puncak ubun-ubunku dan menyeru dalam lingkar cahaya perak. Daripada memikirkan itu, coba fokus pada hal yang lebih menguntungkan. Bukannya kamu harus mengumpulkan bukti kasus penyerangan gila itu? Terutama bukti dari ayah Kencana. Bukti fisik itu harusnya ada di kantor Bayu. Kamu harus mengeceknya, menemukan kebenaran di balik ini semua.

Kalau kamu bisa mengetahui kebenaran dan memenangkan perang, Puri akan tetap hidup, aman dan bahagia. Bukankah itu yang kamu paling inginkan sekarang?

Aku tertegun. Heran sendiri bagaimana aku bisa menasihati diri searif itu. Aku paham bagaimana hantu-hantu pikiran itu tercipta dalam kerajaan benak manusia--mereka adalah olah cipta, rasa, dan karsa yang terbentuk dari serangkaian panjang pergulatan hidup, perpaduan sentuhan berbagai peristiwa dan ilham yang kautemui dalam terang maupun kelam. Hantu-hantu itu menyimpan energimu. Kenanganmu. Perasaanmu. Pengetahuanmu. Dan di saat-saat tertentu, mereka bisa hadir dan menjadi penyelamatmu jika kamu benar-benar membutuhkannya, dan mau mendengarkannya.

Barangkali absurd, tapi begitulah kenyataannya. Kau adalah sosok yang paling mengenal dirimu sendiri. Paling mampu untuk menolong dirimu sendiri.

Aku menarik napas dalam-dalam dan duduk kembali. Itu benar. Aku harusnya fokus menuntaskan misi rahasiaku. Apalagi saat ini aku sedang tidak menjalankan misi utama dan ditahan di dalam Istana Negara. Aku punya waktu dan akses untuk mengusut kasus penyerangan gila ini, terutama bukti-bukti yang tersimpan di bawah tanah tempat kakiku berpijak saat ini.

Kuraih kembali tabletku yang terkena percikan kopi. Kuseka dengan ujung kemejaku, tak peduli jika seragamku bertambah kotor. Kuketuk layar dan kupelajari lagi data robot nyamuk Randu dengan seksama. Randu sudah menciptakan total lima puluh robot. Hampir semuanya sudah dikerahkan ke Negeri Lembah Merah. Sisa beberapa saja masih tersimpan di laboratoriumnya di Markas Rahasia Keamanan Negara.

Aku tak berniat mengambilnya. Saat ini, posisiku tidak terlalu menguntungkan. Bayu tidak sepenuhnya benar, namun juga tidak sepenuhnya keliru. Randu memang tidak sepenuhnya memercayaiku. Aku melihat sendiri hantu-hantu pikirannya sejak kemarin. Meski begitu ia tidak pernah berpikir atau menuduhku sebagai mata-mata Negeri Lembah Merah. Tetapi tetap tidak bijaksana jika aku bertindak gegabah di depan hidungnya dan mengundang kemarahannya dengan melakukan hal-hal yang beresiko dan melanggar peraturan.

Misi rahasiaku ini saja sudah melanggar aturan. Tapi aku harus melakukannya. Dan aku harus sangat berhati-hati agar tidak menimbulkan masalah yang tidak perlu saat menjalankannya. Aku sangat percaya diri, aku lebih dari mampu untuk melakukannya.

Aku perlu memasuki kantor Bayu dan mengakses bukti-bukti fisik yang sudah dikumpulkannya. Mulanya aku berpikir untuk menyelinap masuk begitu ada celah dan kesempatan. Itu sangat beresiko, tentu saja. Namun siang ini, aku menemukan cara lain yang lebih halus dan aman untuk melakukannya.

Aku akan menggunakan kekuatan magisku, dan juga robot nyamuk itu.

Meski masih ada robot nyamuk tersimpan di bawah tanah, aku tak berniat mencuri dan menggunakannya. Terlalu beresiko. Setiap robot itu terhubung dengan sistem kendali keamanan di ponsel dan peralatan elektronik di meja kantor Randu. Ia pasti akan segera tahu jika ada yang mengambil dan memanfaatkannya.

Kuputuskan aku akan membuat sendiri robot itu. Kebetulan aku punya banyak perlengkapan elektronik dan komputer di bagasi mobilku setelah berbelanja dua hari lalu. Aku sudah memelajari data robot itu, dan aku sudah paham cara membuatnya. Tidak sulit. Aku bisa mulai malam ini, saat Randu tidur dan tak bisa mengawasiku dengan kekuatannya.

Ya, aku harus membuatnya secara diam-diam. Mulai sekarang, aku akan rajin mengawasi Randu dan Bayu dengan kekuatanku. Aku akan memanfaatkan titik buta mereka untuk melakukan misi rahasiaku. Ini semudah meneguk air bagiku. Dalam hati aku bersyukur dan bangga memiliki kemampuan magis sekuat ini. Sekali lagi, kekuatan ini menjadi penyelamat dan jalan keluar yang sangat baik bagi masalah pelik yang hadir dalam hidupku.

Sesulit apapun pertarunganku, sekali lagi, aku pasti bisa memenangkannya.

***

Randu kembali ke Istana Negara selepas senja dan menggelar Rapat Darurat pada pukul tujuh. Semua orang hadir dan diminta menyampaikan laporan misi hari itu secara langsung. Beberapa orang sudah menunjukkan progress yang mengesankan, meski hari ini adalah hari pertama mereka menjalankan misi.

Bara berhasil melacak pergerakan dan komunikasi orang-orang yang memiliki kaitan dengan pelaku sebelumnya, dan ada beberapa yang mencurigakan dan terbukti hendak melakukan penyerangan berikutnya. Berdasarkan temuan itu, Gayatri berhasil meringkus beberapa orang yang berniat melancarkan serangan besok. Salah satunya berniat membuntutiku dan menyerangku lagi.

"Tapi itu belum semua," kata Bara sambil menunjukkan hologram peta digital Negeri Laut Pasir dengan titik-titik merah dan kuning yang tersebar di beberapa penjuru negeri dengan tabletnya. "Ini adalah sebaran benih-benih penyerangan dan pemberontakan yang akan meletus dalam waktu dekat. Tentu aku akan melacak dan mengawasi terus. Tapi dugaanku, gerakan ini akan semakin luas dan banyak, entah bagaimana... karena aku melihat dari pola-pola yang terjadi selama sebulan terakhir. Potensi serangan baru akan terus bermunculan dari orang-orang yang secara sengaja atau tidak pernah berkontak dengan pelaku sebelumnya..."

"Seperti virus?" selaku kalem.

Seisi ruangan menatapku tajam.

"Kamu punya dugaan atau bukti baru mengenai kasus ini, Arya?" tanya Dirah sambil mencondongkan tubuhnya ke depan, tatapan matanya lembut dan ekspresinya penuh minat.

"Baru dugaan," sahutku perlahan. "Aku belum mendapatkan buktinya..."

"Kalau baru dugaan, jangan diajukan ke Rapat Darurat seperti ini," sela Bayu, matanya memandangku sinis dan dingin. "Agen yang kompeten harus bisa mendapatkan bukti valid sebelum bisa menurunkan kesimpulan apapun. Harusnya kamu tahu itu."

Aku memandangnya tajam. Bayu tersenyum mengejek. Hantu pikirannya menertawakanku penuh kemenangan.

"Tapi bukti yang didapat Bara dan Gayatri menunjukkan, Arya akan terus diserang," kata Bayu sambil memandang seisi ruangan. "Kita tentu harus mengantisipasi hal ini. Sepertinya mereka tidak akan berhenti sampai Arya tewas."

"Itu benar," kata Randu. "Sementara ini, kamu dilarang meninggalkan Istana Negara, Arya. Orang-orang ini cukup gila dan nekat. Mereka berniat membunuhmu, tapi upaya mereka itu juga beresiko melukai orang lain. Ini bukan hanya menyangkut keselamatanmu saja. Keselamatan orang lain juga dipertaruhkan di sini."

"Tapi aku harus melindungi Puri," sergahku sambil menatap tajam Randu. "Kalau Anda melarangku keluar Istana, bagaimana aku akan menjalankan misiku?"

"Kamu tidak perlu mengkhawatirkan itu. Puri juga tidak akan meninggalkan rumahku untuk sementara waktu. Dia aman dalam perlindunganku," sahut Randu, entah mengapa matanya berkilat dan ekspresinya sangat dingin.

Hantu pikiran Randu menampilkan ingatan peristiwa sore ini. Aku bisa melihat dalam benaknya, Puri yang sudah sadar menangis di kamarnya, dan aku bisa merasakan kemarahan membuncah dalam hati Randu.

"Anak itu harus diberi pelajaran!"

Aku terdiam. Rasanya aku tahu apa yang terjadi sore ini di rumah Randu, dan aku juga tahu apa yang akan kuhadapi setelah ini.

"Sementara ini kita bisa menemukan beberapa potensi penyerangan dan mencegahnya terjadi tepat waktu. Kerja bagus, Agen Bara, Agen Gayatri," puji Randu sungguh-sungguh. "Jika kalian membutuhkan bala bantuan di saat darurat, segera kontak aku. Aku akan segera mengirimkannya untuk kalian. Kita harus bisa menumpas semua bibit pemberontakan ini hingga musnah ke akarnya."

"Siap!" jawab Bara dan Gayatri sigap.

"Apa yang terjadi dengan orang-orang yang berhasil ditangkap hari ini?" tanyaku ingin tahu. "Di mana mereka ditahan?"

"Mereka ditahan di tempat khusus, dan berada di bawah pengawasanku," jawab Dokter Kama tenang.

Aku mengerjap. "Apa?"

"Mereka semua menunjukkan gejala gangguan jiwa," jelas Dokter Kama. "Secara hukum, orang dengan gangguan jiwa tidak bisa diperlakukan sama dengan kriminal biasa. Aku terus memeriksa kondisi mereka dan memberi penanganan yang tepat. Mereka akan pulih setelah direhabilitasi selama beberapa waktu."

"Kamu sudah tahu penyebab penyakit mereka? Kamu tahu cara menyembuhkan mereka?" tanyaku tajam.

"Aku sudah memeriksa mereka secara menyeluruh. Butuh waktu untuk mengetahui penyebabnya. Tapi kamu jangan khawatir. Tak ada penyakit yang tak ada obatnya. Mereka semua akan pulih seperti sedia kala. Aku bisa menjanjikan itu."

Aku meresapi hantu pikiran Dokter Kama. Ia berkata apa adanya. Orang-orang itu ditahan di bangsal khusus. Dokter Kama memiliki tim yang terdiri dari dokter, perawat, psikiater, dan ahli kesehatan untuk menangani orang-orang itu selama dua puluh empat jam. Semua bekerja dengan baik dan sigap di bawah arahannya.

Aku menarik napas dalam-dalam. Sepertinya setelah ini aku juga perlu lebih banyak menjalin komunikasi dengan Dokter. Kalau dugaanku mengenai serangan senjata biologis ini benar, maka Dokter Kama adalah orang paling kompeten di seluruh negeri untuk menciptakan penawarnya dan mengakhiri pertempuran ini.

Seusai rapat, Randu mendekatiku dan berkata dingin, "Ikut aku ke kantorku. Ada yang harus kubicarakan denganmu."

Aku mengangguk datar. "Ya."

Saat aku berjalan mengekor Randu, ponsel di kantong celanaku bergetar. Sebuah pesan baru masuk. Dari Dirah.

Jika kamu butuh bantuanku, aku ada di kantorku malam ini.

Aku mengerutkan alis. Ini pertama kalinya Dirah mengirim pesan untukku.

Aneh. Apa maksudnya?

Dalam waktu singkat, aku dan Randu sudah mencapai kantornya yang hangat dan lengang. Lantai yang terbelah langsung menutup kembali setelah elevator tabung kaca meluncur turun dan kembali ke lantai puncak Markas Rahasia Keamanan Negara.

"Duduk."

Aku menuruti perintah Randu untuk duduk di kursi panjang. Randu sendiri berdiri sambil bersandar di depan mejanya. Mata dan benaknya tertuju sepenuhnya padaku, menghujam tajam bagai serangan sembilu.

"Aku mau tanya, apa yang kamu lakukan pada Puri saat kamu membawanya ke Hutan?"

Aku menarik napas dalam-dalam. Sudah kuduga, Randu akan mengonfrontasiku soal ini.

"Kami hanya mengobrol," jawabku singkat.

"Lalu kenapa dia pulang dalam keadaan pingsan?"

Randu sudah tahu jawabannya, tentu saja. Aku jadi bertanya-tanya mengapa ia baru mengonfrontasiku sekarang, padahal jika ia tidak terima atas perbuatanku, ia bisa saja menghajarku saat aku mengantar Puri pulang tadi siang.

"Aku menciumnya," kataku datar.

Ekspresi Randu kaku dan datar, tapi matanya sedikit berkilat. Aku bisa merasakan kemarahan mengaliri nadinya.

"Kenapa kamu melakukannya? Apa kamu mencium putriku atas izinnya?"

Aku tahu arah pembicaraan ini. Namun aku tak bisa memberitahu Randu kebenarannya. Dengan acuh dan tanpa perasaan kujawab, "Aku menciumnya karena aku suka. Dia calon istriku. Aku bebas melakukan apa saja terhadapnya..."

Sebuah tamparan keras mendarat di pipiku. Cukup menyakitkan dan sesaat membuatku limbung.

"Putriku bukan mainan yang bisa kamu perlakukan seenaknya!" wajah Randu tampak garang sekarang. "Kamu dijodohkan agar kamu bisa selalu melindunginya. Bukan untuk sembarangan menyentuhnya dan melukai perasaannya seperti itu!"

Aku menarik napas dalam-dalam.

"Maafkan aku," kataku pelan.

"Puri trauma karena perbuatanmu itu. Ia tidak mau keluar rumah sama sekali. Aku tidak menyalahkannya, dan tidak akan memaksanya. Mulai sekarang, kamu dibebastugaskan dari misi melindunginya."

Aku tersentak. "Apa?"

"Tugasmu akan diambil alih Agen lain. Ia salah satu orang kepercayaanku, punya kemampuan terbaik, dan ia tak akan menyakiti Puri seperti yang sudah kamu lakukan padanya."

"Anda tidak bisa melakukan ini!" sergahku marah. "Keselamatan Puri adalah tanggung jawabku! Anda tahu ancaman pemberontakan dan perang yang akan terjadi di negeri ini--Puri akan menjadi target utama musuh karena dia adalah putrimu! Hanya aku yang bisa melindunginya dari serangan mematikan Pasukan Negeri Lembah Merah!"

"Omong kosong! Bagaimana kamu bisa melindunginya kalau ternyata kamu melecehkannya dan menyakitinya seperti itu?" bentak Randu. "Kamu sombong hanya karena pernah bertarung langsung dan lolos dari serangan maut pasukan Negeri Lembah Merah. Kalau cuma itu, aku dan agen-agen terbaikku juga bisa melakukannya. Apa kamu tahu berapa banyak penyusup Negeri Lembah Merah yang sudah kami tangkap dan habisi di sini? Kami selalu menang melawan mereka!

"Kalau aku mengirim semua pasukanku ke utara sekarang, aku yakin kami juga akan menang dan sanggup menghabisi mereka semua. Tapi aku tidak segegabah itu untuk memicu perang di luar batas negeriku. Keamanan dalam negeri Laut Pasir adalah prioritasku, termasuk keamanan putriku sendiri!"

Randu menarik napas dalam-dalam. Benaknya enggan meluapkan emosi lebih hanya untuk menangani remaja sepertiku, meski hatinya betul-betul dikuasai amarah. Aku menatapnya tajam dalam diam.

"Kamu sudah terbukti gagal melindungi Puri. Mulai sekarang, kamu dibebastugaskan dari misi itu. Ini keputusan finalku."

"Apa Presiden tahu?" tanyaku tajam. "Misiku untuk melindungi Puri dicetuskan oleh Presiden, bukan kau!"

"Aku sudah memberitahunya. Kukatakan Puri trauma dan terluka akibat perbuatanmu. Puri bahkan memilih mati daripada bertemu denganmu lagi. Dengan kondisi seperti itu, kamu sudah tidak bisa melindunginya lagi. Presiden mengerti dan menyetujuinya."

Aku merasa bagai ditampar lagi. Puri lebih memilih mati daripada bertemu denganku lagi? Sedalam itukah luka hatinya akibat perbuatanku tadi?

Kemarahan, dan anehnya juga kesedihan, membuncah dalam hatiku.

Aku gagal melindunginya. Lagi. Pejuang macam apa aku ini?

"Mulai sekarang, misimu akan diambil alih oleh agenku yang paling kompeten di bidangnya. Masuklah, Gayatri."

Pintu kantor Randu terbuka, dan Gayatri melenggang tenang ke dalam ruangan. Ia menatapku tanpa ekspresi, sementara aku menggeram dalam hati.

Gadis sialan ini!

Dari semua orang di dunia ini, aku tidak menyangka Randu akan memilih orang seperti Gayatri untuk menggantikanku melindungi Puri. Bagiku, alasan yang mendalangi keputusan besarnya kali ini sangatlah tidak masuk akal.

Gayatri adalah salah satu Agen Pelindung termuda dan paling disukai Randu. Sejak lulus Akademi Militer dengan nilai terbaik dua tahun lalu, ia langsung direkrut Randu untuk menjadi Agen Pelindung Elit--tingkatan tertinggi Agen Pelindung yang tak bisa didapat dengan mudah bahkan oleh Agen yang sudah bertahun-tahun mengabdikan diri untuk melindungi Negeri Laut Pasir.

Sepanjang sejarah, hanya Gayatri yang begitu lulus langsung diangkat sebagai Agen Pelindung Elit. Hal ini tentu saja sempat menimbulkan kecemburuan sosial dan ketidaksenangan di kalangan internal Agen Pelindung dan Intelijen. Namun mereka semua bungkam saat Gayatri bisa menyelesaikan semua misi berbahaya yang hanya diberikan kepada Agen Pelindung Elit, tanpa kesulitan sama sekali.

Aku mendapat semua informasi itu dari pusat data internal Agen Pelindung dan Intelijen, dan dari menyaring hantu-hantu pikiran orang-orang di sekitarnya. Aku sempat menyelidikinya karena terusik dengan fenomena tidak biasa setiap kali aku berpapasan dengannya di lorong.

Aku benci mengakui ini, tapi entah mengapa, aku tak pernah bisa membaca pikiran dan perasaan Gayatri sama sekali.

Hawa kehadirannya benar-benar kosong di benakku. Bahkan saat ia berdiri di sebelahku seperti ini.

Sekarang aku sangat yakin ia juga memiliki kekuatan magis. Kekuatannya adalah menolak segala jenis sentuhan magis pada dirinya. Aku melirik Randu, yang dalam benaknya ia juga tak bisa melihat Gayatri dengan kekuatannya. Jika Gayatri meninggalkan ruangan ini, Randu benar-benar buta dan tak bisa tahu ke mana Gayatri melangkah.

Bagaimana dia bisa memercayakan keselamatan Puri pada orang seperti ini? Bagaimana jika gadis ini berkhianat dan membahayakan nyawa Puri? Tak ada satu pun dari kami yang akan tahu apa yang dilakukannya pada Puri! Bahkan Dirah tak akan bisa membaca rencana atau pergerakannya di masa depan sama sekali!

Aku merasa sangat frustasi.

"Bukankah kau memberi Gayatri misi untuk memburu dan menangkap penyusup dan pelaku kriminal itu? Bagaimana dia akan melindungi Puri jika ia harus melaksanakan misi seperti itu?" tuntutku berang.

"Itu sama sekali bukan urusanmu!" tukas Randu dingin. "Mulai sekarang, kamu bukan lagi Agen Pelindung Khusus. Dan karena kamu adalah target musuh, kamu dilarang meninggalkan Istana Negara hingga situasi kondusif. Jika kamu nekat kabur dan melanggar aturanku, bahkan menyebabkan kekacauan di luar sana, statusmu sebagai Agen Pelindung akan dicabut, dan aku sendiri yang akan memasukkanmu ke penjara! Camkan itu!"

Aku meninggalkan kantor Randu dengan tubuh gemetar, dadaku terasa sakit setiap menarik napas. Bagaimana situasi bisa berbalik seburuk ini? Rasanya sama parahnya seperti tersudut di lubang dan ditodong senjata mematikan dari berbagai arah. Kau tak bisa berkutik. Maut sudah pasti menjemput.

Hidup ditahan tanpa bisa melindungi siapapun, tanpa bisa memperjuangkan apapun, sama saja dengan mati.

Apa yang harus kulakukan sekarang?

...***...

Terpopuler

Comments

Kasadasa

Kasadasa

"... paling disukai Randu." dan nantinya akan menjadi mantu 🤭

2024-05-07

1

Kasadasa

Kasadasa

Ya menurut ngana?? 🙄

2024-05-07

1

Kasadasa

Kasadasa

Gayatri ya?

2024-05-07

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!