RAPAT DARURAT

Aku memasuki kantor Randu, yang pintunya terbuka lebar dan tak ada siapapun di sana, kecuali Bayu Tarum.

"Kamu...," aku memandang Bayu dengan tajam.

"Kami sudah menunggumu," Bayu balas menatapku lurus dan datar. "Ikutlah denganku."

Ia mengutak-atik arlojinya. Pintu kantor Randu mendadak menutup, mengunci, dan sistem pengaman berupa dinding baja elektrik pun aktif dan menutup sisi luar kantor. Lantai di depan meja Randu terbelah dan sebuah elevator tabung kaca muncul ke permukaan.

"Mari," Bayu mengajakku masuk elevator. Aku mengikuti, dalam hati sudah tahu ke mana elevator ini akan menuju.

Markas Rahasia Keamanan Negara.

Sesuai namanya, itu adalah markas rahasia tempat Pasukan Pelindung dan Intelijen Elit Negara berkumpul dan menjalankan sistem keamanan tingkat tinggi untuk Istana Negara dan seluruh Negeri Laut Pasir. Hanya kalangan tertentu yang diizinkan memasuki tempat ini. Bahkan tidak semua Agen diizinkan memasuki tempat ini--hanya Agen Elit yang boleh masuk, itu pun atas izin dari Presiden atau Kepala Pasukan Pelindung dan Intelijen Negara.

Ini pertama kalinya aku memasuki Markas Rahasia Keamanan Negara. Meski sudah menjadi Agen Pelindung Elit sejak hampir dua minggu lalu, aku tak pernah mengunjungi tempat ini karena aku memang belum ada kepentingan untuk berada di sini. Selama ini, server internal rahasia yang kuakses berasal dari tempat ini, dikelola dan dilindungi Tim Pengendali Keamanan terbaik di seluruh negeri. Lokasi markas ini tak dijabarkan di mana pun, tapi aku tentu saja dengan mudah mengetahuinya setelah menyaring hantu-hantu pikiran orang-orang yang kutemui di Istana--seperti pikiran Dirah, Randu, dan beberapa Agen Elit lainnya.

Pintu elevator terbuka dan aku tiba di aula bundar luas dengan interior aneh namun menawan. Dinding-dinding dan lantainya seperti batang pohon hidup. Tulang-tulang atapnya bahkan menyerupai cabang-cabang pohon raksasa, namun celahnya ditutupi kaca tebal dan kau bisa melihat potongan langit petang berbintang di baliknya. Jelas itu langit buatan.

Monitor-monitor dan panel-panel elektronik tertanam setiap beberapa meter di permukaan dinding. Beberapa orang berseragam hitam Agen Elit dan beberapa lagi berjas putih panjang seperti Dokter Kama berlalu lalang di aula, membawa tablet dan alat komunikasi canggih.

Ada beberapa elevator lain di aula ini, yang tentunya terhubung langsung dengan beberapa tempat di Istana Negara. Perlu kode akses khusus dan verifikasi Dirah atau Randu agar orang-orang itu bisa mengakses elevator. Aku punya kode akses di arlojiku, tapi karena belum diverifikasi, aku tak akan bisa mengakses markas ini. Maka dari itu, Bayu menungguku di kantor Randu untuk memanduku masuk ke markas ini.

Bayu membawaku menuruni salah satu tangga lingkar berjalan dan turun dua lantai lagi. Aku mengikutinya berbelok ke jembatan kecil di sisi barat dan menyusuri beberapa lorong kayu dengan dekorasi peralatan canggih, lalu tiba di sebuah pintu bundar besar yang terbuat dari kaca patri buram berukir pohon bungkuk aneh.

Pohon buah pengetahuan.

Bayu meletakkan telapak tangannya di permukaan pintu. Sistem keamanan berhasil memindai dan memverifikasi, lalu pintu bergeser terbuka.

Aku mengikuti Bayu memasuki ruangan bundar yang bernuansa serba putih dan terang. Beberapa kursi tinggi ditata melingkar mengikuti bentuk ruangan, dan ada tiga podium di sisi utara ruangan.

Presiden Dirah duduk di balik podium tengah. Matanya menatapku lekat saat aku masuk, ekspresinya datar, namun aku bisa merasakan kesenduan dan kelegaan di hatinya saat melihatku berjalan tenang dan baik-baik saja.

Kubuang hantu pikiran dan perasaan Dirah jauh-jauh.

Di sisi kanannya, duduk Randu yang sibuk mengutak-atik monitor yang muncul di atas podium. Pikirannya sibuk meneliti hasil pindaian satelit negara selama dua puluh empat jam terakhir. Di sisi kirinya, duduk seorang wanita jelita berambut kelabu panjang yang mengenakan jubah putih ringan. Pikiran dan hatinya begitu tenang seperti bermeditasi. Ia juga memandangku. Tatapan matanya hangat dan ia tersenyum lembut, persis Dokter Kama.

Ia adalah ibu kandung Dokter Kama. Orang-orang memanggilnya Guru Andara. Ia juga memiliki kekuatan magis--ia bisa mengendalikan sel-sel hidup dan menyembuhkan segala jenis penyakit dan luka hanya dengan satu sentuhan. Aku sempat bertemu dan berjabat tangan dengannya saat pertama kali menginjakkan kaki di Istana Negara. Ia memperkenalkan diri sebagai Ketua Penjaga Rahasia Negara. Aku mengetahui kemampuannya saat meraup hantu pikirannya, yang anehnya, tak menampilkan banyak hal. Guru Andara tersenyum misterius. Sepertinya ia juga mampu mengendalikan dan mengatur apa yang boleh dilihat dan tidak boleh dilihat oleh kekuatanku, entah bagaimana caranya.

Kemampuan magisnya benar-benar luar biasa.

Bayu menunjuk salah satu kursi kosong, sementara ia duduk di kursi kosong lainnya sambil terus mengutak-atik arlojinya--ia sibuk berkomunikasi dan mengomando tim yang masih bekerja keras di Lapangan Momentum Negara. Semua korban sudah berhasil dievakuasi dan dibawa ke Pusat Penyembuhan. Para Agen sekarang berusaha mengamankan Menara yang puncaknya hancur dan mencari jejak, petunjuk, atau bukti kasus yang bisa ditemukan di sana.

Aku duduk di kursi bundar tinggi tanpa sandaran, di sebelah gadis cantik berambut pendek dan berkacamata bingkai tebal hitam. Aku menatapnya sangat tajam. Ini bukan pertama kalinya aku bertemu dengannya. Aku pernah beberapa kali berpapasan dengannya di lorong Istana--ia juga seorang Agen Pelindung Elit. Orang-orang memanggilnya Gayatri. Namun yang mengusikku, setiap kali kami berpapasan, aku tak pernah bisa membaca pikirannya. Tak ada hantu apapun dari benaknya yang melayang dan memasuki benakku. Ia sesunyi kuburan.

Sekarang pun begitu, padahal jelas-jelas ia sedang duduk di sampingku.

Sepertinya ia juga memiliki kekuatan magis. Kekuatannya bisa menolak kekuatanku sepenuhnya.

"Semua sudah hadir? Bagus," Randu menengadah dari monitornya dan pandangannya yang tajam menyapu seisi ruangan. "Sekarang kita akan membahas situasi darurat yang baru saja terjadi. Sore ini, pukul empat, terjadi ledakan yang menghancurkan tiga lantai teratas Menara Putar. Empat korban tewas, tiga belas korban luka, dan dua korban selamat tanpa terluka sama sekali. Dua korban selamat itu adalah Agen Arya Balawa dan teman sekolahnya, Kencana Wungu."

Randu menatapku tajam, yang kubalas datar dan dingin.

"Sebagai korban dan saksi mata, bisa kauceritakan apa yang terjadi saat itu?"

Aku menceritakan segalanya dengan rinci dan detail--kecuali percakapanku dengan Kencana Wungu, tentu saja. Aku sedikit mengarang cerita bahwa aku mengunjungi Menara Putar itu bersama Kencana untuk membahas proyek sekolah berikutnya, karena proyek itu akan melibatkanku dan Puri.

"Sistem keamanan Menara bahkan fitur pendeteksi satelit juga tak bisa menemukan tanda-tanda bom itu," kata Randu setelah aku mengatakan tak ada bom atau peledak sejenis terdeteksi fitur canggih di mobilku sampai ledakan terjadi. "Bayu, apa Agen di lapangan sudah menemukan sesuatu?"

"Ya," Bayu mengangguk dan memutar tombol arlojinya. "Barusan mereka menemukan ini."

Sebuah hologram di udara menayangkan satu bangkai mobil hangus di reruntuhan puncak menara yang hancur. Mobil itu persis di belakang mobilku tadi.

"Sumber ledakan diduga kuat dari mobil ini. Kerusakannya persis kerusakan yang diakibatkan ledakan bom elektrik skala tiga," jelas Bayu.

"Tapi, kalau benar begitu, mengapa bom itu tidak terdeteksi?" Gayatri bertanya serius.

"Karena itu adalah jenis bom yang tidak terdeteksi dengan alat apapun," sahutku datar.

"Apa maksudmu?" seorang laki-laki berbadan kekar dan tampak liar yang duduk di kursi dekat podium Randu menatapku tajam. Ia adalah Bara Murti, Wakil Kepala Pasukan Pelindung dan Intelijen Negara, tangan kanan Randu. "Apa itu sejenis bom baru?"

Aku mengangguk.

"Bagaimana kau tahu?" tanya Gayatri.

"Karena aku yang menciptakannya."

Hening. Seisi ruangan memandangku tajam sekarang. Hantu-hantu pikiran mereka menyerbu dengan rasa terkejut dan tidak percaya.

"Bagaimana kau bisa mengonfirmasi hal ini?" tanya Randu tajam.

"Memang aku yang menciptakannya, enam bulan lalu, saat aku masih bergerilya di Negeri Tanjung Agung. Aku menggunakan bom itu untuk menghancurkan pangkalan militer Negeri Lembah Merah di perbatasan Negeri Tanjung Agung. Itulah yang menyebabkanku diburu dan hampir dibunuh dua minggu lalu di tempat persembunyianku."

"Tapi... jenis bom apa ini?" Bara mengelus dagunya yang licin sambil menatapku tajam. "Mengapa bisa sampai tidak terdeteksi?"

"Itu adalah bom partikel. Iya kan?"

Seorang wanita cantik berkulit sawo matang, paras tegas dengan bibir penuh, berambut hitam sebahu dan mengenakan jas putih menatapku lekat. Ia duduk di antara Bara dan Bayu.

Aku memandangnya tajam dan mengangguk. Aku bisa melihat dari hantu pikirannya, bahwa ia seorang ilmuwan yang sering meneliti dan bereksperimen dengan partikel dan energi alam.

"Bom partikel? Apa itu, Tiara?" Bara menatap wanita itu dan aku bergantian. "Bagaimana kalian bisa mengetahuinya?"

"Di dunia ini, memang ada partikel tertentu yang bisa menimbulkan ledakan dan kehancuran yang lebih masif dari ledakan nuklir," jelas wanita yang dipanggil Tiara itu. "Nuklir sendiri terbuat dari atom--itu adalah penemuan pertama partikel alam yang sanggup meledak dan menghancurkan apa saja. Selanjutnya ada anti-materi. Dan baru-baru ini, aku menemukan ada partikel kuno yang juga memiliki potensi menimbulkan ledakan dahsyat. Partikel itu gelap dan sepertinya bersumber dari luar angkasa yang jatuh ke Bima ribuan tahun lalu. Sepertinya, Arya juga menemukan keberadaan partikel itu, lalu menggunakannya sebagai bom jenis baru."

Aku mengangguk.

"Tapi... bagaimana kau bisa...?" Bara memandangku tak percaya.

"Sebetulnya bukan aku yang menemukan partikel itu. Aku mengetahui ada partikel seperti itu setelah mencuri data dari markas dan pusat penelitian Negeri Lembah Merah. Aku mengembangkannya lalu membuatnya menjadi bom yang tak terdeteksi dengan tingkat kehancuran tertinggi," jawabku.

"Tapi, bagaimana caranya...?"

"Aku punya bahannya di mobilku. Aku bisa mendemonstrasikan cara pembuatannya kepada kalian nanti," kataku tak sabar. "Tapi yang jelas, ide bomku sudah ditiru oleh Negeri Lembah Merah, sebagaimana mereka sudah meniru ide perisai elektrik portabel yang kugunakan selama berperang melawan mereka di Negeri Tanjung Agung."

"Maksudmu, dalang dari ledakan ini adalah Negeri Lembah Merah?" tanya Bayu tajam.

"Ya," sahutku lantang. "Karena di seluruh dunia ini, tak ada yang tahu dan pernah melihat bom seperti itu, kecuali aku dan pasukan Negeri Lembah Merah. Meski bom buatanku jauh lebih baik. Bomku bisa menghancurkan satu pangkalan militer jadi debu---benar-benar jadi debu. Sementara dalam kasus sore ini, ledakan bom hanya setara bom elektrik skala tiga. Jelas mereka baru bisa meniru sistemnya yang tak terdeteksi, tapi belum bisa meniru daya destruktif seperti bom ciptaanku."

Sejenak, orang-orang di ruangan ini terdiam dan menahan napas.

"Jadi, mereka sudah mulai bergerak," Presiden Dirah buka suara. Ekspresinya datar. "Informasi rahasia itu benar. Mereka berusaha menghancurkan kita dari dalam. Jika senjata mereka sudah sampai di negeri ini, berarti orang-orang mereka juga sudah ada di sini, saat ini."

Seisi ruangan membeku.

"Kalau begitu, aku akan mengerahkan pasukan khusus untuk memburu para penyusup itu," kata Randu dingin. Ia kembali mengutak-atik monitornya. "Mereka semua akan dibunuh begitu ditemukan. Kita tak akan mengampuni mereka."

"Sepertinya mereka juga memanfaatkan orang-orang negeri ini, Randu," kata Dirah serius. "Kasus yang terjadi belakangan ini dilakukan orang sipil kita sendiri. Kita harus mencari tahu bagaimana Negeri Lembah Merah mengendalikan mereka. Kita harus bisa memutus rantai kendali itu sebelum pemberontakan pecah dan peristiwa berdarah bertahun silam terulang kembali."

"Ya, tentu. Karena itu aku menggelar Rapat Darurat di sini sekarang. Semua yang berkumpul di sini adalah para petinggi dan orang-orang terbaik di bidangnya. Kita semua akan bekerjasama menangani masalah ini dan memenangkan pertarungan melawan Negeri Lembah Merah," kata Randu tenang.

"Apa strategi Anda, Tuan Randu?" tanya Gayatri sopan.

"Bayu tetap memimpin Pasukan Penyelidik untuk kasus-kasus yang sudah terjadi sejauh ini. Bara memimpin Pasukan Intelijen untuk menelusuri jejak dan komunikasi penyusup yang sudah memasuki negeri ini. Gayatri, kamu memimpin Pasukan Eksekusi jika para penyusup dan pemberontak itu ditemukan nanti. Tiara mewakili Dokter Kama dalam rapat ini karena ia adalah Rekan Agennya--Dokter Kama memimpin Pasukan Pelindung jika terjadi penyerangan di negeri ini. Guru Andara memimpin Penjaga Rahasia untuk tetap melindungi rahasia negara agar tidak dicuri musuh. Aku sendiri akan memimpin Pasukan Pelindung dan menghalau pergerakan pasukan dan penyusup Negeri Lembah Merah di perbatasan. Aku juga akan memimpin Pasukan Intelijen Khusus yang bisa mendapat informasi penting seputar rencana mereka dari jarak jauh.

"Dan kamu, Arya, kamu punya misi utama melindungi putriku. Informasi rahasia itu mengatakan, mereka akan mengincar Puri untuk melemahkan pergerakan dan pertahanan kita. Kamu adalah Agen Pelindung Khusus untuk mencegah hal itu terjadi. Kamu mengerti?"

Aku mengangguk.

"Aku mendapat informasi menarik," kata Bayu tiba-tiba. Sedari tadi ia tak berhenti mengutak-atik arlojinya. "Mobil yang meledak itu membuntuti mobil Arya sejak keluar dari sekolah. Sepertinya mereka memang mengincar Arya kali ini. Ledakan itu ditujukan untuk membunuhnya."

Seisi ruangan memandang Bayu kaget.

"Wajar saja. Aku adalah target mereka sejak aku melawan mereka di Negeri Tanjung Agung. Sekarang setelah mereka tahu keberadaanku di sini, apalagi sejak berita penyerangan Stasiun itu beredar, mereka pasti akan semakin gencar memburuku. Aku tahu betul seperti apa mereka. Mereka tidak akan berhenti sampai berhasil mendapat apa yang mereka inginkan."

Aku bicara dengan nada sangat tenang, tapi tatapanku tajam dan ekspresiku penuh sindiran, yang sengaja kutujukan pada Dirah.

Wanita itu bergeming tanpa ekspresi.

"Tapi kalian tidak perlu khawatir. Aku lebih dari mampu untuk melawan mereka. Aku juga bisa bertahan dengan sangat baik, berkat teknologi canggih yang Anda berikan padaku, Tuan Randu, terima kasih," sambungku lancar. "Selama aku tidak dikepung dan kalah jumlah seperti apa yang terjadi dua minggu lalu, selama senjataku mumpuni, kujamin aku tidak akan kalah."

"Aku yakin jumlah penyusup itu tidak banyak," kata Bara. "Aku akan memburu mereka semua mulai detik ini. Aku akan menumpas mereka semua dengan tanganku sendiri."

"Tapi jika Arya diincar seperti ini, apakah tetap aman baginya untuk melindungi Nona Puri?" tanya Bayu.

"Tak ada yang perlu mengkhawatirkan itu. Arya tidak hanya asal bicara soal kemampuannya. Ia sudah berkali-kali membuktikan ia bisa mematahkan serangan Negeri Lembah Merah," kata Dirah tenang. "Justru Puri harus dilindungi dengan kemampuan sehebat itu. Ia akan tetap aman selama dalam perlindungan Randu dan Arya."

Meski membenci Dirah, mau tak mau aku mengangguk dan menyetujui kata-katanya.

"Aku bersumpah akan melindungi Puri dengan segenap kemampuanku. Aku siap bertaruh nyawa untuk itu."

Rapat berakhir beberapa saat kemudian, setelah Randu meminta semua yang hadir rutin memberi laporan harian tentang misi baru yang diberikan mulai petang ini.

Ketika Bayu langsung meluncur keluar, aku berkonsentrasi penuh menjangkaunya dengan kekuatanku. Rupanya Bayu kembali ke kantornya, yang terletak di lorong sebelah ruangan ini. Aku melihat hantu pikirannya mengetikkan sandi pengaman pintu. Hantu pikiran itu juga memberiku pandangan tentang ruang kerjanya yang luas dan dipenuhi perabotan. Salah satu raknya berlabel "barang bukti" dan aku tahu apa yang kubutuhkan semua tersimpan di sana.

"Kenapa kamu masih di sini, Arya?"

Dirah menepuk bahuku, membuyarkan konsentrasiku.

Tak ada siapapun di ruangan ini sekarang. Hanya tinggal aku dan Dirah.

"Bukan urusan Anda," jawabku gusar. Aku meluncur turun dari kursi dan hendak menuju pintu.

"Tunggu."

Dirah memegang lengan kiriku. Cengkeramannya kuat dan hangat.

Aku berbalik dan menatapnya tajam.

"Anda mau apa?"

Dirah tampak tak terpengaruh dengan sikapku yang kasar. Ia menyentuh arlojiku dan mengutak-atiknya.

"Kamu Agen Pelindung Elit yang sudah menghadiri Rapat Darurat di Markas Rahasia Keamanan Negara. Mulai sekarang, kamu bebas mengakses markas ini kapan pun kamu mau."

Ia menempelkan telunjuknya yang lentik di permukaan arlojiku, lalu tersenyum lebar.

"Kode aksesmu ke markas ini sudah kuverifikasi," ia mengangguk puas. "Jika ada yang kaubutuhkan, apapun itu untuk menunjang misimu, datang saja kemari. Aku sudah memberimu izin penuh untuk itu."

Dirah menatapku penuh arti. Hantu pikirannya sengaja bersenandung riang, sehingga aku tak bisa mengetahui intensi aslinya. Tetapi kecurigaan terbit dengan cepat dalam batinku.

Apa dia melihat aku menjalankan misi rahasiaku? Apa dia tahu semua rencanaku? Apa dia bermaksud mendukung tindakanku?

"Kamu sudah menjalani peristiwa yang cukup berat sore ini. Tapi kamu tetap berdiri tegar dan bisa bertahan dengan luar biasa. Aku sangat bangga padamu."

Kata-kata, pikiran, dan perasaannya begitu bahagia dan tulus. Aku membelalak, dan buru-buru mengenyahkan semua hantu itu dari benakku.

"Kudengar besok kamu akan mengajak Puri ke Hutan Bukit Barat," sambung Dirah. Ekspresinya kini serius. "Berhati-hatilah."

Aku memandangnya dingin. "Jangan khawatir. Dia aman bersamaku."

"Berhati-hatilah," ulang Dirah, tatapannya sesaat tajam. Lalu ia mendesah dan pergi meninggalkanku.

Apa maksudnya? Apa dia melihat sesuatu akan terjadi besok?

Aku menggeleng cepat, merasa tolol sendiri. Apapun yang dilihat Dirah, tidak pernah penting. Apalagi banyak visinya sangat tidak masuk akal. Tidak layak dipercaya. Aku tidak boleh lagi gegabah memikirkannya, atau terpengaruh olehnya.

Seharusnya aku memikirkan yang jauh lebih penting dari itu.

Bukti-bukti kasus itu.

Kantor Bayu hanya beberapa langkah dari tempat ini. Saat ini dia masih berada di sana. Aku bisa saja kembali dan menyusup ke sana tengah malam nanti, kalau dia tak lagi berada di sana...

Tidak, itu terlalu ceroboh dan gegabah. Aku sudah pernah berkali-kali menyusup ke markas musuh. Cara teraman untuk memasukinya adalah ketika musuh lengah atau sudah pasti tidak berada di tempat untuk waktu yang tidak sebentar. Aku biasanya memberi rasa aman kepada diriku sendiri dengan melempar umpan atau memancing musuh untuk keluar dan menjauh. Trik itu harus dilakukan sangat halus agar tidak menimbulkan kecurigaan, dan butuh persiapan matang. Tetapi dengan cara itu, aku selalu berhasil mendapat apa yang kuinginkan, tanpa terdeteksi.

Itu berarti, aku tak akan menjadi pencuri malam ini. Tapi aku tahu apa yang harus kulakukan untuk menjalankan misi rahasiaku.

Aku pasti mendapatkan apa yang kuinginkan.

Termasuk kepala musuh.

...***...

Terpopuler

Comments

Dewi Payang

Dewi Payang

Karena sulemuanya berawal dari Dirah

2024-04-19

1

Dewi Payang

Dewi Payang

Dia punya penangkal kayanya😁

2024-04-19

1

anjurna

anjurna

Yakin Puri aman kamu ajak kesana besok/CoolGuy/

2024-04-05

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!