CIUMAN DAN LEDAKAN

Aku menarik napas dalam-dalam. Tenanglah.

"Kamu tidak percaya padaku? Ah, mungkin belum. Tapi jangan khawatir. Seiring waktu, kamu akan tahu kalau aku benar. Kamu juga akan mendapatkan apa yang kamu inginkan, asal kamu mau bekerja sama denganku."

"Kerja sama? Kerja sama apa maksudmu?"

Puri berusaha keras menghentikan air matanya dan mundur beberapa langkah. Ia sengaja menjauh dari sentuhan dan jangkauanku, lalu berseru, "Memangnya kamu tahu apa yang aku inginkan?"

Aku memutar bola mata lagi. Sabar, Arya.

"Kamu tidak ingin dipaksa menikah seperti ini kan?"

Pipi Puri memerah lagi. "Tentu saja!"

Aku maju mendekatinya tanpa ragu. Puri tersentak dan buru-buru mundur.

Jangan sampai jatuh lagi, bodoh.

Untungnya ia tidak tersungkur kali ini. Puri terus mundur sampai punggungnya membentur batang pohon yang kasar dan besar. Aku menyeringai, sengaja meletakkan telapak tanganku di batang pohon, membuatnya tersudut.

Benar-benar mangsa yang sangat empuk dan mudah ditangkap.

"Sayangnya, saat ini kita tidak punya pilihan selain menerima dan menjalaninya," kataku lugas. "Dalam situasi seperti ini, tidak ada gunanya melawan. Ikuti saja dulu rencana yang ada. Jika kamu diberitahu kamu hanya perlu tetap hidup, menurut saja. Itu bukan ide yang buruk, kan?"

"Tapi--"

"Aku punya naluriku sendiri. Kamu juga punya. Jika kamu tidak bisa memercayaiku, kamu bisa memercayai nalurimu. Itu tidak buruk, kan?" sergahku dengan suara keras.

Puri mengerjap. Hantu pikirannya akhirnya paham maksudku, dan mulai menarik kesimpulan.

Puri menyadari bahwa kami sama-sama mengetahui kemampuan magis masing-masing, meski kami sudah berusaha merahasiakannya sepanjang hidup. Sejauh ini kami sangat berhati-hati untuk tidak membahasnya. Tak ada satu pun dari kami yang membeberkan kemampuan ini kepada orang lain. Dalam hal ini, kami seperti berada dalam satu kubu.

Puri mulai bimbang. Tak bisa memutuskan aku ini musuh atau sekutu.

Aku memandangnya tenang saat ia bergulat sendiri dengan hantu pikirannya. Namun aku sempat waspada saat Puri merasa frustasi dan ingin menyibak masa laluku lagi. Untungnya ia sadar emosinya sangat tidak membantu saat ini, sehingga berusaha membaca masa laluku juga percuma.

Aku menghela napas. Untunglah. Tapi kenapa sulit sekali meyakinkannya sih?

"Kukatakan sekali lagi, aku bukan orang yang berbahaya untukmu," ulangku pelan. "Seiring waktu, kamu akan tahu. Itu pun jika kamu bersedia bekerja sama denganku. Jika kamu menolak dan memilih caramu sendiri, aku tidak akan bertanggung jawab jika sesuatu yang buruk terjadi padamu. Aku sudah memperingatkanmu. Tapi sekali lagi, ini bukan hanya tentang kamu. Orang lain yang tidak bersalah juga bisa menjadi korban jika sampai sesuatu yang buruk terjadi padamu."

Puri ragu sesaat. Sepertiku, ia juga tidak yakin penglihatan Dirah benar. Tetapi logikanya kali ini bekerja. Ia tahu dunia ini sering dilanda perang selama berabad-abad. Banyak negeri yang akhirnya hancur dan musnah. Negeri Laut Pasir sendiri tidak pernah terlibat perang dunia, namun negeri ini juga sempat mengalami pemberontakan berdarah selama bertahun-tahun.

Puri berharap visi Dirah bisa berubah. Namun saat ini, ia memilih untuk tidak menjadi penyebab terbunuhnya orang-orang tidak bersalah.

Akhirnya, kata-kataku berhasil meninggalkan jejak dan menggerakkan hatinya.

"Kurasa... aku tidak punya pilihan lain, kan?" kata Puri perlahan.

Aku mengangguk senang. Akhirnya.

"Bagus, kamu tidak bodoh."

Puri melotot. "Kamu menyebalkan!"

Aku tertawa. "Jadi kamu masih mau pulang? Atau ingin jalan-jalan sambil mengobrol?"

Puri menghela napas panjang. "Kalau aku minta pulang, kamu mau mengantarku sekarang?"

Jujur saja, aku sangat senang berada di hutan setelah sekian lama. Aku agak kecewa saat tak bisa lagi berlama-lama di tempat ini. Tapi aku harus menyembunyikan perasaanku. Apa yang kuinginkan saat ini tidak penting.

Aku mengangkat bahu, berlagak tak peduli.

"Mau bagaimana lagi? Tak ada gunanya memaksamu tetap di sini kalau kamu tidak mau. Tapi jika suatu hari nanti kamu ingin mengobrol dengan aman, aku akan membawamu ke sini lagi. Yang perlu kamu lakukan hanyalah memintanya padaku. Kamu mengerti?"

Puri memicingkan mata. Hantu pikirannya merasa kata-kataku tidak masuk akal sama sekali. Tapi ia malas berdebat atau membantah.

"Iya, aku mengerti," jawab Puri dingin.

Kami berjalan beriringan kembali ke mobil. Aku terus mengawasi langkahnya, yang untungnya kali ini tidak tersandung atau terjatuh lagi.

Kubukakan pintu penumpang depan untuknya. Puri duduk sambil mengucapkan terima kasih dan mengembalikan pistolku. Aku menyelipkannya kembali ke dalam botku, dan dalam sekejap sudah duduk di kursi kemudi. Kunyalakan mesin dan mobil kuluncurkan halus meninggalkan Hutan.

Begitu aku dan Puri meninggalkan Kubah Hutan, dua mobil kapsul hitam yang sudah menunggu langsung meluncur membuntuti. Aku sempat melirik saat melintasi para Agen itu. Hantu-hantu pikiran mereka siaga. Bayu Tarum menatapku tajam, aku bisa merasakan hantu pikirannya menghujamku dengan batin tak senang.

Kenapa dia?

Aku mengerutkan alis. Di saat yang sama, aku merasakan kekuatan magis Puri terlepas. Aku tersentak, waspada.

Namun Puri melepas kekuatannya untuk menjangkau para Agen. Ia akhirnya menyadari bahwa Agen-Agen itu diutus ayahnya untuk melindunginya.

Aku menghela napas lalu menggeleng. Hampir saja. Kukira dia menyasar diriku. Ternyata ia hanya ingin tahu intensi para Agen itu. Sekarang dia tahu kalau dugaannya bahwa para Agen itu hadir untuk melindungiku adalah keliru.

Yah... lebih baik terlambat menyadari daripada tidak sama sekali.

Saat mobil memasuki jalan raya, Puri memandangku sebal. Ia tak puas hanya tahu para Agen itu diperintah Randu untuk melindunginya. Ia masih juga belum bisa tahu kebenaran apapun di dalamnya, dan sekarang ia sudah telanjur bersedia untuk bekerja sama denganku, bersedia mendapat perlindunganku ke mana pun ia pergi.

Sebenarnya ada apa sih dengan orang-orang ini? Hantu pikirannya menggerutu jelas di benakku, yang tak kuusir, tapi juga tak kupedulikan.

Terserah deh mau bilang apa, gumamku dalam hati.

"Ayahku bilang... pernikahan akan diselenggarakan setelah kelulusan," kata Puri lambat-lambat. "Jadi sampai saat itu tiba... tidak ada yang berubah dari keseharian kita kan?"

"Sepertinya tidak," sahutku usai memasang earpods transparan di telingaku. "Kecuali, jika ada agenda tertentu yang dijadwalkan Istana dan harus kita penuhi. Dan mulai sekarang, kamu harus selalu bersamaku begitu kamu meninggalkan gerbang rumahmu."

Hantu pikiran Puri berusaha keras untuk mengendalikan emosi. "Kira-kira Istana akan memberi agenda apa? Bukankah pernikahan itu masih dua tahun lagi?"

Aku melirik spion sekilas. Kulihat sebuah mobil biru mengebut di belakang dua mobil Agen, berusaha keras menyalip, namun jelas-jelas dihalangi oleh para Agen.

Ada yang tidak beres. Namun aku berusaha tetap wajar dan tenang di sebelah Puri.

"Kalau kamu cermat, kamu pasti tahu."

Puri melirikku tajam. Hantu pikirannya marah dan mengomel lagi. Aku hanya setengah mendengarkan. Pikiranķu berusaha menjangkau para Agen di belakang, sembari aku diam-diam menyentuh earpods untuk mengaktifkan dan mengatur frekuensi gelombang komunikasi agar bisa menjangkau para Agen di belakang.

"...tidak, jangan gegabah. Sepertinya mobil itu juga membawa bom yang sama seperti kemarin... sementara halangi jalannya saja dulu... bomnya tak akan bisa menghancurkan mobil kita," kudengar Bayu berkata pelan di earpods maupun benakku.

Aku terkejut. Upaya penyerangan lagi? Mereka mengincarku dan Puri sekarang?

Tiba-tiba kilasan diriku berolahraga di gym saat subuh merasuki benakku. Fokusku teralihkan sepenuhnya, dan aku sejenak membeku. Puri kembali menggunakan kekuatannya untuk melihat masa laluku.

"...ya, Tuan Randu, sepertinya mereka mengincar Arya lagi..." kudengar suara Bayu bergema melalui earpods. Sepertinya ia bicara dengan Randu melalui jalur komunikasi khusus di arlojinya. "Anda tak perlu khawatir. Kami akan melindunginya dan Nona Puri. Mereka aman."

Kilasanku berlatih menembak dan mempelajari catatan sekolah juga masuk ke benakku. Hantu pikiran Puri yang menyebalkan terus menggali masa laluku dan melihatku berkeliling ibukota, dan beberapa kali sengaja lewat dan berhenti di seberang gerbang rumahnya.

Heh, jadi selama ini kamu sudah memata-mataiku ya? Hantu pikiran Puri kembali mengomel.

Aku mengerjap. Serbuan kekuatan magis Puri dan upaya penyerangan di belakang sukses membuatku pikiranku terbelah dan guncang selama beberapa detik. Aku harus berbuat sesuatu untuk menyelesaikan segalanya.

Aku pura-pura bersenandung kecil seakan mengikuti irama lagu yang kudengar melalui earpods, sudut-sudut bibirku terangkat sedikit seperti sedang mengejek.

Aku harus memecah konsentrasi Puri lagi dengan memancing emosinya.

Betul saja. Puri marah. Hantu pikirannya mengamuk di kerajaan benakku.

Yah... karena kamu sudah memintaku untuk bersamamu terus, aku tidak akan menyia-nyiakannya. Aku tinggal berkonsentrasi dan melihat semua masa lalumu, bahkan aku akan bisa tahu peristiwa paling memalukan dalam hidupmu yang mungkin saja berusaha kamu rahasiakan dari orang lain...

Aku tersentak. Dinding kesabaranku runtuh. Amarahku menggelegak.

Gadis ini... akan kuberi dia pelajaran!

Tanpa pikir panjang, kubanting setirku ke kiri dan kuinjak pedal rem kuat-kuat. Mobil seketika berhenti di tepi jalan.

Puri tampak kaget. "Kenapa--"

Aku tidak mendengarkannya. Kulepas sabuk pengamanku dengan cepat. Aku memutar tubuhku ke samping dan merengkuh tubuh Puri dengan kedua tanganku, lalu kutempelkan bibirku di bibirnya.

Bibir Puri terasa begitu lembut. Manis. Hangat.

Puri seketika membeku. Pikirannya buntu.

Aku tersenyum penuh kemenangan. Kupejamkan mataku, dan kulumat bibirnya kuat-kuat. Entah kenapa, dadaku tiba-tiba bergetar. Darahku berdesir meninggalkan kepalaku, membuat pikiranku terasa ringan dan seakan melayang.

Bibir Puri terasa tidak asing di bibirku.

Tiba-tiba hantu-hantu masa lalu itu menyerbu dan merasuki benakku.

Puri melihat sosokku di bawah cahaya temaram senja. Di bawah bintang-bintang keperakan. Di padang rumput tak bernama. Di tepi pantai sunyi. Wajah lembutku yang memancarkan kasih dan pemujaan. Bibirku yang menyentuh bibirnya. Tanganku yang merengkuh dan membelainya lembut. Momen-momen penuh cinta dan keindahan yang kupersembahkan untuknya. Hingga tubuhku yang telanjang menyetubuhinya di bawah sinar bulan pucat...

Aku menarik diri darinya. Napasku tersengal dan pikiranku terguncang.

Apa-apaan itu tadi?

Sesaat, dunia seakan berhenti berputar. Kami sama-sama membeku.

Tatapan mata Puri kian sayu. Ia merosot lemas di kursinya, sekali lagi tak sadarkan diri.

Sedetik kemudian, terdengar suara keras ledakan. Refleks aku merunduk, mendekap Puri yang pingsan dalam pelukanku yang kuat.

...***...

Terpopuler

Comments

Kasadasa

Kasadasa

Siapa coba yg nggak shik shak shock dìkasih liat yang beginian 😱

2024-05-07

1

Dewi Payang

Dewi Payang

Arya-Arya sadar donk😄

2024-04-23

1

Utayi💕

Utayi💕

sabar itu disayang Tuhan lo😁

2024-04-16

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!