HUTAN BUKIT BARAT

Sejenak, jantungku rasanya berhenti berdetak.

Puri berdiri diam. Ia juga sempat tidak bernapas.

"Kamu..."

Suaranya bergetar. Hantu pikirannya mengabur. Gejolak emosi mulai mengaliri nadinya.

Aku menarik napas dalam-dalam. Hampir saja aku larut dalam emosi juga, sama seperti dirinya. Puri bisa melihat semua masa laluku. Aku tidak boleh lengah.

"Kudengar kamu sudah sehat dan siap sekolah hari ini," aku membuka pintu mobil penumpang depan. "Berangkatlah denganku."

Nada suaraku datar dan dingin, bahkan terkesan memerintah. Aku sendiri kaget mendengarnya. Mengapa aku bicara dengan cara seperti ini padanya?

Kurasa tanpa sadar aku berusaha keras untuk menutupi perasaanku dengan cara bersikap kasar begitu.

Egoku sangat tinggi.

Puri juga terkejut saat mendengar gaya bicaraku. Ia tersinggung. Hampir saja ia menolakku mentah-mentah, namun ia kemudian teringat tekadnya untuk mengungkap semua kebenaran rencana Dirah dengan cara mengorek semua masa laluku.

Hantu pikirannya memberitahuku semua itu. Aku mengatupkan bibir dan melempar pandangan tajam.

Batinku kini waspada dan tak senang.

Pipi Puri bersemu saat mata lembutnya menyadari sorot mataku yang tak ramah. Ia baru ingat aku memiliki kemampuan magis bisa membaca pikiran. Ia menggigit bibir bawahnya, gelisah dan kebingungan.

"Masuklah," perintahku tegas. "Kita jelas perlu bicara."

Puri menarik napas dalam-dalam, dan dengan berat hati masuk ke dalam mobilku.

Aku menutup pintu dan melesat duduk ke bangku kemudi. Kukenakan sabuk pengaman, kunyalakan mesin mobil. Sesaat sebelum menginjak pedal gas, aku melihat dua mobil kapsul hitam sudah bersiaga seratus meter di belakangku. Kukerahkan kekuatanku, dan meraup delapan hantu pikiran yang fokus mengawasiku dan Puri dari kejauhan. Mereka semua Agen Pelindung yang diperintahkan Randu untuk mengawal kami pergi ke Hutan Bukit Barat.

Bahkan ada Bayu Tarum duduk di kursi depan samping kemudi. Pikiran dan jemarinya sibuk menyampaikan laporan terkini seputar perkembangan kasus ledakan Menara Putar pada Randu melalui tabletnya.

Bukannya dia harusnya mengusut kasus kemarin? Kenapa sekarang malah membuntutiku dan Puri?

Aku ingin sekali memantau semua pergerakan dan pemikiran Bayu, tapi aku harus fokus mengemudi dan mewaspadai pikiran Puri. Meski kekuatan magisnya melemah karena emosi, ia masih berusaha keras untuk mengorek masa laluku. Tekadnya tak tergoyahkan, kuakui itu.

Kusingkirkan hantu pikiran Bayu dan lainnya untuk sementara. Aku harus tenang dan menang menghadapi Puri sekarang.

Puri adalah prioritasku. Lebih dari apapun dan siapapun.

Aku mengemudi dengan lancar dan cenderung mengebut. Puri tampak terkejut saat menyadari kami meluncur ke jalan raya besar di tengah kota, berlawanan arah dengan sekolah.

"Kita mau ke mana?" tanya Puri panik.

"Jangan khawatir. Aku tidak menculikmu kok," sahutku tanpa menoleh sama sekali. "Ayahmu pasti tahu ke mana kita pergi. Agennya sudah mengikuti kita sejak meninggalkan rumahmu. Aku juga sudah bilang pada ayahmu, aku perlu waktu dan tempat khusus untuk bicara berdua denganmu."

Puri melekukkan bibir. Hantu pikirannya marah karena ayahnya tak memberitahunya apapun soal ini.

"Kenapa tidak bicara di sekolah saja? Kenapa harus membolos seperti ini?" gerutunya jengkel.

"Kamu bercanda, ya?" aku meliriknya sekilas, benar-benar tak senang. "Di sekolah terlalu banyak mata dan telinga. Kamu mau mereka tahu tentang perjodohan kita sebelum Istana secara resmi mengumumkannya?"

Wajah Puri merah padam.

"Jadi kamu mau bicara soal perjodohan itu?"

"Banyak yang harus dibicarakan. Masa begitu saja tidak paham sih?" gerutuku sebal.

Puri memandangku sejenak, bibirnya terkatup rapat. Hantu pikirannya meledak marah.

Jadi aku yang bodoh sekarang? Oh ya... aku bodoh karena terguncang saat melihat masa lalunya yang penuh pengorbanan dan cinta untukku itu. Itu masa lalu yang sudah berkarat. Bodoh jika aku percaya dia adalah jodohku atau takdirku. Walau kenyataannya kami memang dijodohkan secara paksa sekarang. Tapi jelas, kami tidak cocok dan tidak tertarik satu sama lain. Sepertinya perjodohan ini akan hancur dengan sendirinya. Baguslah.

Aku menatapnya tajam dan tak percaya. Jadi dia masih saja memikirkan masa lalu yang tak berguna itu? Dia ini benar-benar tolol atau apa sih?

Puri memalingkan wajahnya.

Aku menarik napas dalam-dalam. Tenanglah, perintahku pada diri sendiri. Aku harus bisa tenang dan fokus agar misiku berjalan lancar. Aku tak boleh mudah kalah oleh keadaan. Cukup gadis rapuh ini saja yang gampang ditundukkan emosi--itu justru bagus, dia tak akan mudah mengetahui masa laluku.

Sembari mengemudi, aku merenung.

Kalau dia tahu sisi diriku dan duniaku yang gelap, berdarah, dan brutal, apa dia bisa tahan? Apa dia bisa menerimaku apa adanya? Apa dia tahu betapa keras dan kejamnya dunia di luar dinding kamar pastel dan sekolahnya? Apa dia sanggup bertahan menyaksikan itu semua?

Entah mengapa, tiba-tiba aku teringat mimpi semalam. Aku yang terluka parah, Puri yang menangis namun bersedia merengkuhku hangat dan menerimaku seutuhnya...

Cepat-cepat kuenyahkan bayangan itu dari benakku. Aku harusnya menguasai keadaan, bukan larut dalam pikiran!

Aku sudah hafal rute menuju Hutan Bukit Barat saat mengeceknya lewat internet dan pencitraan satelit kemarin. Mobilku meluncur cepat dan mudah membelah jalan bebas hambatan. Aku memandang lurus ke depan, namun fokus pikiran dan kekuatanku mencengkeram benak Puri sepenuhnya, setiap detiknya.

Ia sesunyi nuansa dini hari. Kilasan-kilasan masa lalu merasuki benaknya tanpa henti, tapi ia tak memerhatikannya sama sekali. Tatapannya terkunci jauh ke pemandangan gurun di kejauhan. Ia sempat menyadari mobil-mobil Agen Pelindung yang mengekor di belakang kami. Namun lucunya, ia mengira Agen-Agen itu hadir untuk melindungiku, karena aku adalah keluarga Presiden Negeri Laut Pasir.

Hampir saja aku mendengus dan tertawa. Tak kuduga ia sepolos dan sebodoh ini. Dia tahu kemampuan beladiriku dan keahlianku menembak. Dia pernah melihat kilasan masa laluku bertaruh maut dengan musuh. Tapi kenapa dia bisa berpikir delapan pria bersenjata itu ikut perjalanan ini untuk melindungiku? Kenapa dia tidak bisa melihat bahwa dirinyalah yang paling lemah di sini dan butuh perlindungan banyak orang?

Mungkin, karena dia memang tak pernah melihat dirinya sendiri seperti itu... itu karena dia lebih memikirkan dan mementingkan kebaikan dan keselamatan orang lain, kau tahu itu.

Lagi-lagi aku dikejutkan dengan suara hantu pikiranku sendiri, yang kali ini begitu kalem dan bijak.

Dasar bodoh.

Aku mulai bisa melihat gerumbulan hijau zamrud berkilauan di depan, mencolok di antara warna kuning tanah kering dan kelabu jalan batu di sekitarnya. Hatiku meletup gembira. Kerinduanku pada harum asli pohon-pohon dan kesejukan alam akan segera terbayarkan.

Namun di sebelahku, Puri semakin cemas. Ia kian tidak tenang, tidak tahu apa yang akan terjadi nanti setelah mobil ini berhenti. Ia belum bisa memercayaiku. Ia berharap ayahnya bisa melindungi dan menolongnya jika sesuatu yang buruk menimpanya.

Aku memutar bola mata. Andai dia tahu betapa protektifnya Randu padanya... justru kalau aku macam-macam, aku yang akan mampus diberondong peluru otomatis di Hutan itu. Randu pasti mengawasi kami sepenuhnya sekarang. Padahal Puri sangat tahu kemampuan ayahnya. Tapi kenapa ia seperti sangat ketakutan saat jauh dari jangkauan ayahnya, meski ia tahu ayahnya juga sudah mengizinkanku pergi dengannya?

Apa ada alasannya ia tak pernah mau pergi jauh dari rumah? Apa ia pernah diserang sebelumnya?

Banyak hal yang masih belum kuketahui tentang Puri. Aku harus bisa menemukan sebanyak mungkin informasi dan kebenaran tentang dirinya. Itu akan sangat membantu dalam mempermudah misiku melindunginya.

Mudah-mudahan dia mau membuka hatinya untukku.

Kami sampai di Kubah Elektrik Hutan, yang otomatis mengaktifkan fitur sinar pemindai begitu ada sosok asing mendekati Hutan. Sinar pemindai itu mengenaliku dan Puri yang sudah memiliki kode akses terdaftar di dalam sistem keamanannya. Seperti kata Randu, kami bisa memasuki Hutan, sama sekali tanpa hambatan.

Dua mobil Agen berhenti di sisi luar Kubah, karena mereka tak memiliki izin akses. Jika mereka nekat menerobos, mereka akan meledak dan hangus terbakar, karena tersengat energi listrik yang luar biasa besar.

Sekuat itulah perisai elektrik, yang sampai sekarang orang sejenius aku pun masih belum bisa menemukan cara untuk melemahkannya, apalagi menghancurkannya dari luar.

Puri menatap nanar dua mobil Agen yang tak bisa memasuki Hutan. Hantu pikirannya sangat panik sekarang.

Aku menyeringai. Sementara Puri semakin gelisah saat akhirnya ingat aku sangat mahir beladiri dan menembak. Belum-belum ia sudah kalah telak.

Ia menunduk di kursinya. Bibirnya merengut. Tangannya meremas-remas rok seperti anak kecil.

Menggemaskan.

Aku menemukan danau kecil yang kulihat di internet kemarin. Begitu jernih dan indah. Aku menghentikan mobil dan mematikan mesin sambil tersenyum.

Setelah melepas sabuk pengaman, aku beranjak meninggalkan bangku kemudi dan membuka pintu di sisi Puri dengan tenang.

"Ayo keluar."

Puri menciut di kursinya. "Kenapa berhenti di sini?"

Aku menelengkan kepala, sengaja menggodanya. "Memangnya kenapa? Kamu takut padaku sekarang?"

"Aku tidak percaya padamu!"

Aku hampir tertawa lagi.

Sudah tahu begitu, kenapa mau saja tadi naik mobilku? Kenapa tidak kabur saja? Kamu ini bodoh atau apa?

"Memang seharusnya begitu," ejekku.

Puri membelalak. "Kuperingatkan kamu! Jangan macam-macam, ayahku--"

"Ayahmu tidak ada di sini, para agennya pun tidak bisa memasuki tempat ini," selaku, tak bisa lagi menahan tawa.

Puri mengerjap. Kepanikannya makin menjadi. Ia menjambret gagang pintu mobil dan berusaha menariknya hingga menutup. Aku dengan mudah menahannya hanya menggunakan satu tangan.

Puri terdiam dan menatapku. Air matanya menggenang, nyaris jatuh di sudut-sudut pelupuknya.

Aku tertegun. Entah mengapa getaran kecil itu kembali muncul jauh dalam lubuk hatiku. Seisi kerajaan benakku pun sejenak membisu.

Aku menarik napas dalam-dalam. Mungkin, tanpa sadar, aku sudah kelewatan padanya.

"Keluarlah, Puri," ujarku lembut. "Aku berjanji tidak akan menyentuh atau menyakitimu."

Kutatap matanya dalam dan sungguh-sungguh. Tapi ia dan hantu pikirannya masih tidak bisa memercayaiku.

"Bagaimana aku tahu kamu akan menepati janjimu?" tanya Puri dengan suara bergetar. "Aku bahkan tidak mengenalmu. Aku juga tidak tahu mengapa kamu membawaku ke tempat seperti ini."

Aku menarik napas dalam-dalam. Aku paham perasaannya. Aku pun berlutut dan menarik pistol perak dari botku. Dengan lembut dan hati-hati, kuletakkan senjata andalanku itu di atas pangkuannya.

"Bawa ini," kataku lembut, tatapanku menguncinya. "Kamu bersenjata sekarang. Aku tidak. Dengan begini, kamu masih tidak percaya dan takut padaku?"

Puri terpana. Hantu pikirannya terguncang, seketika dibanjiri spekulasi. Ia tidak mengerti bagaimana aku bisa memiliki dan membawa senjata seperti ini, tak paham yang kulakukan legal atau tidak.

Ia benar-benar polos dan naif.

Namun akal sehatnya entah bagaimana mulai sedikit bekerja. Alih-alih mencoba menelusuri masa laluku hanya untuk tahu senjata yang kubawa ini melanggar hukum atau tidak, ia memilih mengambil pistolku dan mencengkeramnya erat di dada.

"Bagaimana aku tahu kamu tidak membawa atau menyembunyikan senjata lain?" cicit Puri gemetar.

Ia masih saja belum percaya padaku, membuatku mendesah dan memutar bola mata.

Aku membuka ranselku dan menuang semua isinya ke atas rerumputan. Hanya ada dompet, ponsel, dan tabletku yang berharga tentu saja.

Kulempar ranselku yang sudah kosong ke tanah. Lalu aku berdiri tegak dan membuka kancing kemeja seragamku satu per satu.

"Kamu mau apa?" Puri menjerit panik.

Aku mendelik, nyaris habis sabar. "Katanya kamu mau tahu aku bawa senjata lain atau tidak? Ini aku sedang menunjukkannya padamu!"

Kubuka semua pakaianku kecuali pakaian dalamku, bahkan aku juga melepas sepatu botku. Kurentangkan kedua lenganku dan memutar tubuhku sekali. Kutatap lekat Puri, yang wajahnya memerah dan sungkan memandang tubuhku yang terbakar matahari dan penuh bekas luka.

"Percaya sekarang?" tantangku kesal sambil mengenakan kembali pakaianku.

"Kamu akan membawaku ke mana?" tanya Puri. Hantu pikirannya berusaha keras menguatkan diri.

"Kita akan mengobrol di tepi danau ini," jawabku datar. "Kamu boleh memegang senjataku selama itu."

Aku melangkah menuju tepi danau, yang tepiannya ditumbuhi rerumputan lebat berbunga kuning emas. Sejenak aku tidak meraup hantu pikiran siapapun. Mataku menelusuri hutan dan danau dengan terpesona. Pepohonan di sini tumbuh subur dan rimbun. Gemerisik dedaunan di antara tingkah angin segar terdengar sangat indah. Di kejauhan, serangga dan burung-burung bernyanyi. Cahaya matahari menembus kubah elektrik dan menimpa permukaan danau, menarikan kerling cahaya keemasan yang memikat kalbu.

Aroma ini. Hawa ini. Ketenangan batin ini.

Rasanya aku ingin tinggal di sini selamanya.

Puri melangkah hati-hati dan sengaja berhenti beberapa meter di belakangku. Tangannya menggenggam erat pistolku.

Hantu pikirannya masih memandangku takut-takut.

Aku menarik napas dalam-dalam.

Baik. Saatnya berjuang memenangkan hati sang putri.

"Kamu sudah tahu, kelak kita akan menikah," kataku pelan dan tenang.

Puri membeku sesaat. Wajahnya memerah dan hantu pikirannya menggeram tak senang.

"Kamu sendiri, sudah tahu berapa lama tentang hal ini?" tuntut Puri sambil mendelik. "Dan kamu setuju saja tentang rencana ini?"

"Aku diberitahu beberapa hari sebelum aku pulang ke Negeri Laut Pasir," sahutku kalem. "Jujur aku tidak peduli."

"Lantas apa yang kamu pedulikan?" tanya Puri jengkel.

Aku memutuskan jujur.

"Kamu."

Angin berhembus pelan, menghadirkan aroma hutan juga sedikit aroma melati yang menenangkan.

"Hah?" Puri terperangah.

Aku berbalik perlahan. Kutatap lekat wajah Puri yang bermandikan sinar matahari. Sosoknya berkilau lembut bagai hantu cahaya dalam mimpiku semalam.

"Kamu," ulangku perlahan. "Siapa kamu sebenarnya?"

...***...

Terpopuler

Comments

Kasadasa

Kasadasa

Saking menggemaskannya, sampe disosor ya bro 😌😌

2024-05-07

1

Dewi Payang

Dewi Payang

5 iklan buat Puri

2024-04-22

0

Dewi Payang

Dewi Payang

Puri : masih ga percaya

2024-04-22

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!