SPP 5

Kirana kini tengah dikerubungi teman-temannya. Tatapan mereka penuh selidik seolah menegaskan bahwa mereka butuh penjelasan. Kirana memandang wajah mereka satu persatu. Melihat wajah teman-temannya yang serius, Kirana terkikik geli. Hal tersebut membuat teman-temannya merasa kesal. Bahkan mata Meta melotot untuk memberi peringatan pada Kirana.

"Jangan tertawa. Jawab," ucap Meta penuh penekanan.

"Iya. Ayo jawab," dukung yang lainnya. Mereka sudah sangat penasaran akan hubungan temannya dengan si bos besar tempat mereka mengais rezeki.

"Apa yang harus aku jawab?" tanya Kirana dengan wajah polos tanpa dosa. Seolah tidak pernah berbuat apa-apa.

Lah, memang Kirana tidak berbuat apa-apa kan? Salahnya di mana? Hayo, siapa yang tahu di mana salah Kirana?

"Kiraaaan," geram Harun hingga giginya gemerutuk.

"He...he...." Kirana malah nyengir membuat teman-temannya semakin kesal.

"Kalian nggak ada tanya loh. So?" ucap Kirana membela diri. Alisnya dia naik turunkan menggoda teman-temannya.

Mereka saling pandang dan baru menyadari sesuatu setelah mendengar jawaban Kirana. Akhirnya tawa lepas keluar dari mulut mereka setelah menyadari kebodohannya. Sudah pasti Kirana tidak akan cerita. Mereka sudah hapal dengan sifat teman yang satu ini.

Ha....ha....ha....

"Sudah sudah," lerai Iman yang lelah tertawa. Sementara Kirana bingung karena tidak tahu apa yang teman-temannya itu tertawakan.

"Oke. Kita fokus ke Kiran saja." Kini semua menatap kembali Kirana dengan serius. Kirana menghela napas panjang sebelum akhirnya mengangguk.

"Tanyalah," putus Kirana.

"Ada hubungan apa kamu dengan pak Bos?" tanya Meta tak sabar. Kirana tidak menjawab, melainkan menunjukkan jari manisnya. Di sana sudah melingkar cincin kawin yang sederhana namun elegan.

Melihat cincin yang ada di jari manis Kirana, semua temannya terbengong dan menggeleng tak percaya.

"Sejak kapan?" tanya Bayu sedikit shock. Sejujurnya Bayu ada sedikit rasa pada Kirana. Namum karena Kirana sedikit tertutup, Bayu menjadi kesulitan untuk mendekatinya. Dan sekarang hatinya patah melihat cincin di jari Kirana. Belum juga memulai, namun Bayu sudah harus menyerah. Ingin bersaing dengan bos besar? Hanya ada satu kata, mustahil. Itulah yang ada di benak Bayu sekarang.

"Jangan bilang saat kau cuti kemarin?" selidik Iman sembari memicingkan matanya. Kirana hanya mengangguk sebagai jawaban.

Waktu terus bergulir hingga tiba saatnya pulang. Lagi dan lagi pemandangan yang membuat semua terheran-heran. Tentu saja dengan banyaknya pertanyaan, ada hubungan apa antara anak arsip itu dengan bos mereka. Sampai-sampai seorang Devian rela menunggu di lobby hanya untuk menanti kedatangan Kirana dan mengajaknya pulang bersama. Apalagi melihat interaksi antara Devian dan Kirana yang tidak biasa. Bukan interaksi antara bos dan karyawan, melainkan seperti antara teman atau bahkan kekasih.

Kirana ataupun Devian tidak menghiraukan tatapan heran penuh penasaran semua orang. Mereka telah sepakat untuk tidak menyembunyikan hubungan juga tidak mempublikasikan status. Biarlah semua orang mengetahui dengan sendirinya. Apalagi beberapa bulan ke depan akan diadakan resepsi pernikahan mereka berdua. Tentu saja yang ribut untuk membuat resepsi adalah orang tua Devian, terutama mamanya.

"Mas, mampir dulu. Boleh?" tanya Kirana saat mobil telah melaju.

"Ke mana?" tanya Devian yang fokus pada jalanan.

"Terserah sih. Mau belanja bulanan," jawab Kirana dan Devian mengangguk. Devian mengerti apa yang dimaksud istrinya. Beberapa saat kemudian, Devian membelokkan mobil ke sebuah toko kelontong yang lumayan besar. Jangan salah, meskipun cuma toko kelontong, tapi barang di sana sangat lengkap seperti swalayan. Apalagi Devian suka hal-hal yang sederhana. Berbeda dengan bos-bos lainnya yang menyukai barang branded. Devian justru suka produk lokal. Harga terjangkau oleh siapa saja, namun kualitas tidak kalah dengan yang lainnya.

(Mari gunakan produk dalam negeri agar ekonomi kita semakin baik)

"Ayo turun," ajak Devian.

"Iya." Kirana melepaskan sabuk pengaman dan keluar kemudian mengekor suaminya yang sudah lebih dulu turun.

(Eh. Si Pak Su nggak nungguin Bu Is. Nggak romantis banget). Kok malah bunda yang ndumel. He... He...)

"Apa aja yang mau dibeli?" tanya Devian sudah siap dengan stroller di tangannya.

"Kebutuhan dapur dan kamar mandi," jawab Kirana dengan singkat. Devian menghela nafas pasrah dengan sikap istrinya. Dia sudah menyetok rasa sabar yang melimpah dalam hatinya.

"Oke" Devian sudah tidak tahu harus menjawab apa lagi. Dia lalu mengikuti ke mana istrinya melangkah. Devian melihat istrinya begitu cekatan mengambil barang kebutuhan dapur dan kamar mandi. Tak lupa juga mereka membeli camilan untuk teman bersantai.

Mereka telah tiba di apartemen dan menata apa yang mereka beli tadi. Setelahnya mereka bergegas membersihkan diri dan siap untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang muslim karena waktu magrib sebentar lagi akan tiba. Mereka shalat Maghrib berjamaah untuk pertama kalinya setelah status berubah menjadi sepasang suami istri. Karena sebelumnya mereka selalu melakukannya sendiri-sendiri.

Usai shalat, Kirana memasak untuk makan malam. Kirana merasa senang karena dia sudah bisa kembali lagi berkutat dengan dapur. Salah satu hobi Kirana adalah memasak.

Setelah makan malam, Kirana dan Devian sudah kembali ke kamar untuk beristirahat sejenak sebelum shalat isya. Kirana memilih wudhu dan tadarus untuk menunggu suaminya bersiap. Sedangkan Devian masih duduk sambil bermain ponsel menunggu makanan yang di perut sedikit turun. Sepuluh menit kemudian, Devian beranjak dan mengambil wudhu. Melihat suaminya telah beranjak, Kirana menyudahi tadarusnya dan bangkit untuk menyiapkan pakaian yang hendak digunakan suaminya shalat. Kirana juga menggelar sajadah yang akan digunakan Devian nantinya.

Devian telah siap dan mereka menjalani shalat jamaah dengan khusuk. Tak lupa doa terbaik mereka panjatkan. Kirana membereskan alat-alat shalat dibantu oleh Devian. Setelahnya mereka berganti pakaian agar pakaian yang digunakan untuk shalat tidak kotor atau terkena najis.

Setelah semua selesai, Kirana mengambil sesuatu dari dalam tas kerjanya. Ternyata Kirana mengambil amplop yang tadi diberikan Devian. Devian yang melihat istrinya hendak membaca apa yang tadi dia berikan memilih untuk melarikan diri.

"Aku ke ruang kerja. Ada yang harus aku kerjakan," pamit Devian.

"Mas mau lembur?" tanya Kirana membuat langkah Devian terhenti.

"Sedikit pekerjaan yang tertunda karena cuti kemarin," jawab Devian beralasan.

"Mau aku bikinkan minum?" tawar Kirana.

"Boleh."

"Teh jahe?" tanya Kirana lagi.

"Aku belum pernah minum teh jahe. Aku ingin mencobanya." Kirana mengangguk dan beranjak dari duduknya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Hayo! Kenapa tuh si Devian lari saat tahu Kirana mau baca jawabannya? kamu bikin ulah ya? Hayoo ngaku kamu!

Terpopuler

Comments

Eka Bundanedinar

Eka Bundanedinar

kok genes liat pasangan ini devian malu yah

2024-03-12

2

Wati_esha

Wati_esha

Jawaban apa yang kamu tuliskan di kertas itu, Devian?

2024-03-06

1

Wati_esha

Wati_esha

Teman-teman Kirana baru sadar diri mereka tak ada satupun yang bertanya pada Kirana tentang kekepoan mereka. 😜😜😜

2024-03-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!