Mantan Rangga

Sore hari setelah semua pelajaran berakhir, Maira melangkah ke ruang klub dengan tergesa-gesa. Tadinya, ia khawatir harus menunjukkan raut muka seperti apa jika berpapasan dengan Boy, tetapi untung saja ruangan klub kosong melompong. Maira melihat cangkir berisi kopi yang masih tersisa dengan uap yang masih mengepul hangat di atas meja. Sepertinya, tadi ada orang yang baru saja keluar dari ruangan ini. Di sebelahnya ada album dan foto-foto berserakan yang belum sempat disusun rapi.

"Benar-benar orang ini. Tak ada salahnya kan merapikan dulu semua ini sebelum pergi."

Ketika Maira mengumpulkan foto-foto itu, ia melihat sosok Rangga terfoto di beberapa latar foto itu. Semuanya tampak kuno karena fotonya sudah lama. Boy tampak berbeda dengan sekarang. Dia tampak kurus kering seperti tinggal tulang-belulang saja, tetapi tetap terlihat tampan. Meskipun demikian, Rangga tetap tampak paling menonjol. Dengan tubuh tinggi dan postur tubuh langsing, dia tetap tampak menonjol dari sudut mana pun.

Setelah memperhatikan foto-foto itu, Maira tersadar bahwa ada seorang gadis yang selalu berada di sisi Rangga. Gadis itu berwajah putih dengan rambut panjang. Meskipun dalam selembar kecil foto, dia masih tetap terlihat sebagai gadis yang cantik.

Foto-foto mereka berdua jauh lebih banyak di dalam album. Mereka selalu tampak tersenyum dan berbinar-binar. Meskipun Maira berpikir bahwa melihat pasangan serasi seperti mereka sangat menyenangkan, hatinya mulai terasa sakit.

"Cantiknya."

Gadis itu benar-benar cantik. Maira sama sekali bukan tandingannya. Tak peduli dia menunjukkan ekspresi seperti apa, dan dengan pose seperti apa pun, dia selalu tampak sempurna. Selain itu, Rangga tersenyum hingga seperti itu. Raut wajahnya menunjukkan seolah dia bahagia setengah mati hanya dengan bersama gadis itu saja. Maira belum pernah melihat Rangga tampak lembut dan bahagia seperti dalam foto ini, saat dia memperhatikan gadis itu.

Bagaimana perasaannya ketika putus dengan orang yang dia cintai seperti ini ya?

Meskipun Maira tidak tahu pasti sampai bagian mana kebenaran gosip yang diceritakan oleh Cika dulu, ia bisa memastikan kalau Rangga masih mencintai gadis ini. Bagaimana mungkin dia bisa melupakan gadis secantik dan semenarik ini?

"Cantiknya."

Untuk sesaat, Maira merasa sangat iri terhadap kecantikan gadis ini. Maira juga menjadi emosi.

Hati harus lebih cantik dari wajah katanya? Itu omong kosong. Tak peduli wanita maupun pria, semuanya pasti dinilai dari penampilan. Jika berwajah cantik, semua pria pasti akan mengantri meskipun wanita itu berperangai aneh. Bukankah kita harus memiliki prianya terlebih dahulu baru bisa menunjukkan ketulusan hati? Tidak mungkin kan kita menempelkan hasil X-Ray hati dan membawanya ke mana-mana?

Pepatah yang mengatakan bahwa "gadis jelek harus mempercantik hati dan kepribadiannya" pun adalah hal yang sia-sia. Semua wanita tidak cantik yang menyadari kekurangan mereka akan menjadi pribadi yang rapuh. Meski demikian, mereka harus tetap menghargai hidup dengan tidak mengasingkan diri dari yang lainnya. Kesimpulannya, orang yang jelek seperti Maira ini tidak mungkin memiliki kepribadian yang cantik.

Maira menjadi sedih. Rangga sama sekali tidak memberikan respons meski tahu kalau dia menyimpan rasa padanya, terlebih lagi mantan kekasihnya dulu sangat cantik. Sekalipun dia melihat ada sesuatu yang menarik dari dalam dirinya yang sama sekali tidak menarik ini, sepertinya Maira akan selalu terbayang dan merasa kalah dari pacarnya dulu.

Apa ini alasan Rangga tidak mengejarnya lagi? Apa karena dia sudah puas dengan makanan berkelas, lalu sekarang melihat rebusan sayur saja pun dia sudah tergiur? Maira menjadi semakin penasaran apakah Rangga sudah melupakan gadis itu. Bukan, kalau membandingkan dirinya dengan rebusan sayur, Maira akan tampak mengenaskan. Anggap kalau ia adalah selir bangsawan yang ketiga. Bukankah selir juga pasti memiliki orang seperti Boy yang menyukainya? Tiba-tiba, Maira merasa berterima kasih pada Boy.

"Datang duluan ya?"

Maira kaget dan langsung berbalik, lalu melihat Boy yang berjalan mendekat sambil tersenyum. Maira merasa raut wajahnya tersenyum tulus sehingga ia pun memaksakan diri untuk tersenyum.

"Pelajarannya sudah selesai?"

"Iya, tapi hari ini kok sepi ya?"

"Entahlah."

Dia menatap Maira dengan raut sedih ketika meletakkan tasnya di atas meja dan melihat album yang tergeletak di sana.

"Kau ... melihat foto ini ya?"

"Senior yang ini pacar Senior Rangga yang dulu ya?"

"Iya."

"Cantik ya."

"Iya, senior ini benar-benar cantik. Dia sangat memperhatikan adik kelasnya, sifatnya juga santai dan supel."

"Oh, begitu ya ...."

Sudah cantik, baik pula katanya. Maira benar-benar merasa tidak ada apa-apanya. Dengan ragu, Maira pun kembali bertanya, "Lalu, kenapa mereka bisa putus?"

Maira sangat ingin memastikan kebenaran gosip yang diceritakan Cika. Bisa-bisanya ia masih tetap penasaran pada Rangga di saat Maira sudah memutuskan untuk mengalah seperti ini. "Ah, itu karena senior itu berangkat kuliah ke luar negeri."

"Kalau itu aku sudah dengar. Bukankah mereka putus bukan karena sekadar kuliah ke luar negeri, melainkan karena senior itu kuliah ke luar negeri diam-diam ya?"

"Mungkin juga begitu."

Tolong jawablah dengan pasti! Maira sangat ingin menanyakan apa gadis itu benar-benar hamil. Kalau memang benar dia mengandung anak Rangga, tidak mungkin mereka putus seperti itu kan? Maira benar-benar penasaran. "Emm ... apa Senior tahu mereka berdua sedang ada masalah apa dulu?"

Maira menatap Boy dengan takut-takut. Dia tampak sangat kesulitan untuk angkat bicara, tetapi akhirnya dia mulai membuka mulutnya dengan ragu. Namun, seseorang mendadak membuka pintu dan masuk. Orang itu tak lain adalah Rangga sendiri.

Seketika itu juga, jantung Maira berdegup kencang seperti orang yang sudah berlari sejauh 100 meter. Maira memperhatikan setiap gerakannya dengan saksama. Tanpa melihat ke arahnya sedikit pun, Rangga mengambil sebuah buku dari lemari dan meletakkan tasnya begitu saja. "Sudah tidak ada kelas lagi ya?"

Untung saja Boy mengajaknya bicara sehingga dia menoleh ke sini. Maira mengobok-obok isi tas seolah menunjukkan ia tidak tertarik padanya meskipun dalam hati berharap dia meliriknya, walaupun hanya sekali saja.

"lya."

"Kelihatannya kau sibuk ya."

"Aah, tadi ada yang menghubungiku tiba-tiba minta dipinjami buku."

Rangga berjalan mendekat ke arah Maira. Maira pun langsung menaikkan tangan dan bersiap-siap untuk menolaknya seolah mengerti kalau Rangga akan melakukan skinship terhadapnya.

Tetapi kenapa? Selain itu, apa dia berani berbuat macam-macam di depan Boy seperti ini? Namun, nama Casanova tidak akan melekat padanya tanpa alasan yang kuat, dan Maira tidak tahu entah apa yang akan ia lakukan.

Maira yang sedang mengobok-obok isi tas tanpa tujuan sedari tadi berusaha keras untuk menenangkan degup jantung dan menegakkan kepala. Tentu saja Maira mengangkat kepala dengan raut yang seolah berkata kalau ia tidak tahu apa-apa.

"Kenapa?" ucap Maira seketika. Ia pun langsung menahan perkataan begitu menyadari kalau Rangga sama sekali tidak sedang melihatnya.

"Wah, sudah dingin jadinya," ucapnya sambil mengangkat cangkir berisi kopi yang berada tepat di hadapan Maira.

Kenapa ... kenapa ... kenapa ...! Kenapa orang ini selalu membuatnya bertingkah memalukan seperti ini!

Untuk menutupi rasa malu, Maira langsung mengalihkan pandangan pada Boy dan berbicara hal yang tidak penting.

"Kita harus menggunakan bentuk 'kwi' dan bukan 'kui' dalam penulisan kata kwitansi?"

Rangga langsung berbicara setelah melihat raut wajah Boy yang kebingungan menjawab pertanyaan Maira yang mendadak seperti tadi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!