Sial, Maira!

Maira yang tadinya hanya duduk minum kopi dengan tenang dan sama sekali tidak menarik perhatian, mendadak menjadi pusat perhatian dari semua orang yang duduk di meja itu. Wajahnya seketika memucat. Ia memang tidak terbiasa menjadi pusat perhatian orang. Ia memotong pembicaraan karena ketidaksopanan mereka, tetapi sekarang Maira sedikit takut untuk mengutarakannya. Ia sangat ingin menyampaikan apa yang ada di pikirannya dan menggemparkan seisi meja itu, tetapi ia tidak memiliki keberanian dan kelantangan seperti itu. Ah ... memang sudah bawaan lahir.

Dalam keragu-raguan, Maira pun melemparkan senyuman pada pria yang berwatak kotor dan terlihat seperti keturunan kedua dari keluarga ningrat. Dialah yang paling banyak berbicara sedari tadi. "Maaf sebelumnya, bisakah Anda memperlihatkan telapak tangan Anda?"

Pria itu tampak kebingungan dengan apa yang baru saja Maira katakan. Dengan ragu-ragu, ia pun meletakkan tangannya di atas meja. Tangannya sangat tebal dan besar.

"Tangan Anda kecil ya."

"Apakah Anda mau bilang kalau tanganku menarik?" Begitu Maira menyentuh tangannya, dia tersenyum dengan angkuh seolah berpikir kalau Maira ada rasa padanya.

"Kalau begitu, saya boleh mengomentari tangan menarik Anda ini kan?"

Di wajahnya tersirat rasa penasaran layaknya seorang anak kecil. Sepertinya dia berpikir kalau Maira sedang memainkan suatu permainan yang menarik. Maira mengeluarkan penggaris dari dalam kotak pensil yang ada di tasnya. Lalu mengukur tangannya mulai dari bagian ujung telunjuk hingga bagian bawah telapak tangannya.

"Sepuluh koma lima sentimeter, kan? Ukurannya lebih kecil daripada ukuran badan Anda, ya."

Dia langsung menurunkan tangannya ke bawah, seolah mengerti akan ucapan Maira barusan. Namun, ukurannya sudah terlanjur diumumkan.

Pertunjukan ini dilakukan dengan ucapan yang jelas seolah ditujukan kepada orang-orang yang masih belum mengerti akan arti ucapan Maira tadi.

"Ukuran Anda yang hanya sepuluh koma lima sentimeter ketika ereksi memang tergolong pendek dibandingkan ukuran normal rata-rata pria yang berukuran dua belas koma lima sentimeter, tapi hal itu bukan suatu masalah yang besar. Meski begitu, bukankah akan lebih baik jika Anda berusaha untuk mengurangi berat badan Anda? Anda tahu kan, jika bagian perut mengalami kegemukan, milik Anda itu akan terbenam dalam timbunan lemak dan menjadi semakin kecil? Satu hal lagi, jika Anda ingin melakukan posisi enam sembilan, bisa jadi pasangan Anda akan mengalami sesak napas akibat terbenam dalam lemak di perut Anda."

Seketika, para pria yang tadinya meletakkan tangannya di atas meja langsung menurunkan tangannya secara perlahan. Lalu, tampak kekesalan di wajah para gadis yang sepertinya mulai memahami apa yang dimaksud oleh para pria itu tadi.

Maira sangat gugup karena menyadari bahwa semua orang mulai memperhatikan ucapannya, tetapi ia tidak henti-hentinya berbicara. Ia seperti sangat berapi-api dan sulit untuk menghentikannya. Seharusnya, Maira sudahi cukup sampai di situ saja karena sudah membalas mereka lebih dari cukup, juga untuk sedikit mencairkan suasana yang canggung seperti.

"Selain itu, biasanya kalau pria itu seorang player, mereka cenderung tidak berfantasi untuk melakukan posisi enam sembilan lagi. Karena posisi itu adalah posisi paling dasar dan paling normal bagi seorang 'player sejati'."

Ya Tuhan! Apa yang sedang dilakukan? Ia tidak bisa mengendalikannya. Seharusnya Maira berhenti. Ia ketakutan karena tidak tahu entah apa yang akan meluncur dari mulutnya. Mimpi buruk yang dialami semalam bermunculan bagaikan panorama di dalam kepalanya.

Di benaknya selalu terngiang perkataan yang mengalir dari mulut orang-orang tua dan tetangga beberapa waktu lalu setelah peristiwa yang terjadi di salon dulu. Ucapannya kala itu membuat dirinya yang tadinya dicap sebagai siswa teladan terempas menjadi siswa yang harus mendapatkan didikan khusus. Setelah kejadian di salon itu pula, ibunya merampas dan membuang semua buku miliknya yang ada di salon.

Namun, Maira jadi memiliki banyak penggemar. Secara sembunyi- sembunyi, para anak perempuan selalu mencari ketika ia membahas hal-hal vulgar. Selain itu, ia menjadi tempat mereka berkonsultasi mulai dari pacaran hingga hubungan seks. Bahkan, pertanyaan mendetail tentang cara berciuman dan melakukan hubungan seks dengan kaum pria juga datang menghampirinya.

Sejujurnya, ia merasa sedih tiap kali pertanyaan seperti itu muncul. Karena sebenarnya, ia belum pernah mengalami hal itu secara langsung, bahkan hingga berusia 24 tahun seperti sekarang. Seperti pepatah mengatakan "tong kosong nyaring bunyinya", seperti itulah dirinya sekarang. Tidak akan pernah meninggalkan celah adalah hukum bagi seorang 'player sejati'. Seperti yang dilakukan oleh pria bernama Rangga yang duduk di seberangnya sana.

Meskipun yang lainnya tertawa terbahak-bahak ketika mereka membahas posisi 69, dia hanya tersenyum sewajarnya. Ketika Maira juga terlihat 100% belum pernah mengalaminya secara langsung sekali pun, dia hanya memperhatikannya dalam diam, dengan ekspresi yang seolah berkata kalau dia sudah mengetahui semuanya.

Sesaat, keduanya bertemu pandang. Seketika itu pula, Maira merasa kalau ia diperhatikan lekat-lekat dari ujung kepala hingga ujung kaki. Karena itulah, ia langsung berhenti mengoceh dan tersenyum padanya secara paksa lalu menarik tas dan melangkah keluar dari kafe dengan cepat. Ketika berbalik dan melangkah keluar, ia merasakan tatapan tajam ke arah punggungnya yang membuatnya berkeringat dingin.

Sialan! Pada akhirnya, Maira menyadari kalau seharusnya tidak membuka mulut dari awal. Esok hari, perkataannya hari ini pasti menyebar di antara teman-teman angkatan. Sama seperti ucapan yang vulgar seperti hari ini, semuanya pasti akan mengecapnya sebagai orang yang sudah berpengalaman akan hal itu.

Namun, itu bukan masalah karena ia tidak ingin menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya. Selain itu, hal ini tak lebih dari bagian ilmu pengetahuan. Maira pun percaya kalau semua bagian dari ilmu pengetahuan adalah hal yang baik. Namun, rasa tidak nyaman dicap seperti itu adalah kenyataan. Ia tidak tahu entah sampai kapan harus bisa menahannya.

Maira naik bus menuju rumah. Untung saja, ada satu kursi yang masih kosong. Ia beruntung karena peruntungan hari ini berakhir dengan biasa-biasa saja. Karena sekarang adalah jam pulang kerja, jalanan menjadi sangat macet dan butuh waktu kurang lebih satu jam untuk mencapai rumah. Perjalanannya akan menjadi sangat melelahkan jika saja tidak kebagian tempat duduk. Ia pun menutup mata. Entah kenapa, perasaannya tidak enak.

Maira merasa ada bayangan gelap besar yang menutupi kepalanya. Seorang pria dengan celana semi hip hop tampak berdiri di sebelahnya, dengan T-shirt berdesain warna abu-abu dan oranye serta dandanan ala turis backpacker. Tak tahu kenapa, ia seolah mengenalnya. Akan sangat memalukan kalau menoleh ke atas untuk melihat wajahnya karena dia berdiri tepat di sebelah Maira.

Maira pun menolehkan kepala sedikit dan mencuri pandang hingga melihat wajahnya. Ia kaget karena wajahnya semakin mendekat secara tiba-tiba. Tingkat kekagetan ini bisa saja membuatnya berteriak, tetapi ia mengekspresikannya dengan entakan badan. Ah, hari ini benar-benar hari sial.

"Bisa kita berbicara sebentar?"

Ternyata lelaki itu adalah Rangga.  Kenapa dia di sini? Seketika itu juga jantung Maira berdebar-debar karena beranggapan kalau dia menyukainya, tetapi juga sedikit takut mengingat kelakuannya di kafe tadi. Secara perlahan, gadis itu membuka mata karena tahu kalau ia sudah tidak bisa lagi berpura-pura tidur di hadapannya. "Me-memangnya ada apa?"

Semangat menghilang entah ke mana dan ia menjawabnya dengan terbata-bata seperti orang yang melakukan kesalahan.

"Aku masih penasaran tentang posisi enam sembilan, bagaimana cara menghilangkan penasaranku ini ya?" Apa maksudnya ini? Enam sembilan?

Maira merasakan wajahnya mulai memucat dan bibir yang tadinya bergetar menjadi diam tak bisa berkata-kata. Tidak mungkin! Dia meminta untuk mengajarinya posisi 69?! Apakah ini permintaan? Dengan cara apa ia mengajarinya? Sekadar teori sajakah? Atau dengan tindakan?

Dia tampak menahan tawanya ketika tampak kerutan di dahi Maira karena memikirkan jawaban apa yang harus diberikan. Lalu, dia berjalan perlahan menuju pintu bus yang terbuka dan melompat turun.

Tak sekali pun dia menoleh ke arah Maira lagi. Bus yang dinaiki pun meninggalkannya di belakang dengan cepat. Setelah melalui beberapa stasiun bus, otak Maira yang tadinya masih terbengong- bengong kembali ke posisi normal. Apa mungkin tadi dia sedang mempermalukannya?

Terpopuler

Comments

Sweet Girl

Sweet Girl

Oke kak, makasih udah mampir

2024-02-27

0

Tae Kook

Tae Kook

Jangan berhenti menulis, thor. Karya mu luar biasa!

2024-02-27

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!