Maira harus menunggu selama tiga jam lagi untuk pelajaran selanjutnya karena pelajaran pengantar ilmu linguistik mendadak kosong tanpa pemberitahuan sebelumnya. Ia merasa lebih nyaman jika berkata bahwa satu-satunya tempat yang bisa dituju selama waktu kosong ini adalah ruang klub, daripada mengatakan kalau ia bersyukur akan waktu kosong sehingga bisa melangkahkan kaki ke ruang klub.
Satu dari beberapa alasan mengapa bergabung dengan klub itu adalah karena hal ini, yaitu mencari tempat untuk nongkrong di sela-sela waktu kosong seperti ini dan mencari teman makan siang bersama. Lagi pula, dari dulu ia memang individu yang tidak akan merasa nyaman jika tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan ke mana pun ia pergi. Namun, ia tetap tidak bisa merasakan kenyamanan itu karena adanya konsep perbedaan jurusan dan universitas terasa begitu kuat.
Karena itulah, sejak awal masuk universitas Maira sudah melihat-lihat semua jenis klub yang ada. Ketika itulah, ia bertemu dengan klub bernama Movie Nest, yang diikuti murni karena keberadaan Boy di dalamnya.
Waktu itu, Maira membuka pintu ruang klub dan melihat Boy duduk di ambang jendela. Di depan pintu ruang klub, ia ragu-ragu apakah mau masuk atau tidak. Meskipun jendelanya tampak sangat jelek, terlihat matahari bersinar lembut dan hangat di dalam ruangan, dan bunga freesia kuning yang ada di jendela berayun-ayun ditiup angin yang menyelusup dari sela-sela retakan jendela.
Sungguh tumbuhan yang lebih harum daripada seorang wanita. Mungkin itu karena freesia memiliki bau khas bunga musim semi. Dan sosok seorang pria yang duduk di ambang jendela itu terlihat sangat memesona. Ditambah lagi, melihat rambut cokelatnya yang ditimpa sinar matahari membuatnya seolah sedang menyaksikan adegan seperti di film-film. Biasanya, pertemuan pertama akan terjadi di tempat seperti ini di dalam film.
Yah, kalau mau berkata jujur, Maira merasa kalau ia mungkin jatuh hati pada Boy di kala itu. Karena itulah, ia juga mendengarkan seluruh perkataan makhluk keren ini. "Ada yang bisa saya bantu?"
Boy bangkit berdiri dan mendekatinya. Yang pertama kali dilihat adalah sosok yang langsing dan badannya lumayan tinggi. Dia terlihat bersih dan rapi dalam balutan blazer berwarna beige dan kaus putih yang dikenakannya.
"Begini ... saya masih anggota baru, karena itu saya ingin melihat-lihat sekeliling sebentar."
"Aa, silakan masuk, duduk saja dulu."
Dia sangat sopan dan ramah jika melihat dari caranya yang tetap berdiri membukakan pintu dan mengantarkan ke tempat duduk. Lalu, dia menyuruh Maira untuk menunggu sebentar karena dia akan mengambilkan kopi dan beranjak keluar ruangan. Biasanya, kaum hawa pasti memberi nilai lebih bagi para pria yang ramah dan sopan seperti dia. Ditambah lagi, Maira sudah terlanjur jatuh hati padanya. "Kalau boleh tahu, apa tujuan dibuatnya klub Movie Nest ini?"
Maira juga harus bergerak cepat, kira-kira 2-3 menit setelah Boy kembali dari mesin kopi otomatis dan memberikan kopi padanya. Maira bertanya sambil meminum kopi pemberiannya. Dia pun menggaruk-garuk kepalanya seolah sedikit canggung.
"Bagaimana ya? Mau dikatakan punya satu kegiatan rutin pun sepertinya tidak begitu juga, hahahaha. Hmm, kalau bisa dibilang, tempat ini adalah tempat kita bisa menonton film dan menghabiskan waktu bersama. Kalau mau ya silakan, kalau tidak mau juga tidak apa-apa. Yah, namanya juga klub film, kalau bukan menonton film, mau apa lagi coba?"
Begitu mendengar jawabannya yang jujur seperti itu, sesaat Maira seperti mendengarkan suara yang berkata "Kembalilah ke alam". Di tengah kekaguman memperhatikan dirinya, Maira hanya bertanya-tanya entah dari mana datangnya suara-suara itu. "Kalau begitu, klub ini hanya media apresiasi untuk film saja ya?"
Sepertinya, ia merasa sulit untuk menjawab pertanyaan Maira yang serius itu. Sambil terbata-bata, Boy lantas berkata, "Jika kamu ingin tahu soal film lebih mendalam, di lantai bawah ada klub yang namanya Konstruksi Film. Di klub itu, mereka juga membuat film."
Begitu mendengarkan jawabannya yang seolah merasa disudutkan seperti itu, sambil tertawa Maira lalu berkata, "Tidak kok. Saya juga hanya ingin mengikuti klub yang tidak terlalu membebani. Kalau di film, saya sudah cukup puas hanya dengan menjadi penonton saja."
la pun tersenyum begitu mendengar ucapan Maira. Karena itu, gadis itu menanyakan satu pertanyaan lagi dengan penuh hati-hati. Kalau saja tadinya dia tidak tersenyum, mungkin Maira tidak bisa bertanya lagi karena pertanyaan selanjutnya ini adalah pertanyaan yang sangat sensitif baginya.
"Omong-omong, ada tidak semacam batas usia untuk mahasiswa baru?"
"Kamu mahasiswa ulangan ya?"
"Tidak kok."
Biasanya, mahasiswa baru terdiri dari mahasiswa yang masuk sesuai dengan tahun kelulusannya dari SMA dan mahasiswa yang baru masuk karena gagal ujian masuk di tahun-tahun sebelumnya. Kebanyakan mahasiswa baru berusia 21 tahun ketika masuk universitas, dan untuk menghindari adanya jenjang usia, Maira berniat untuk menyembunyikan usianya yang 24 tahun dan menyamakannya dengan usia pada umumnya. Bukanlah hal yang mudah untuk membahas usia bagi mahasiswa yang mengulang ujian masuk sebanyak tiga kali. Namun, ia yang berusia sama seperti mahasiswa yang mengulang sebanyak 5 kali itu tidak merasa malu untuk membeberkan usia Maira yang sebenarnya.
Pernah suatu kali Maira bercerita tentang usianya di suatu klub dan mendengar seseorang berkata kalau ia sudah terlalu lembek. Maira benar-benar sangat ingin menampar kedua pipi mereka yang mengatakan hal itu, tetapi ia yang pengecut itu tidak berani melakukannya. Tentu saja Maira tidak membiarkan mereka begitu saja. Ia hanya bisa menuangkan kopi yang dibawa sedikit demi sedikit ke dalam tasnya tanpa sepengetahuan orang itu untuk membalas orang yang mengatakan hal itu. Ia benar-benar seorang pengecut.
Kali ini, kalau dia juga menunjukkan reaksi yang sama seperti mereka waktu itu, tak peduli mata Maira sudah terpesona padanya sekalipun, ia pasti akan menghajarnya. Dia tampak berpikir sejenak, lalu dengan hati-hati menjawab. Maira sangat menyukai caranya yang memperhatikan perasaan orang lain.
"Kalau soal usia, sepertinya tidak ada masalah. Itu tergantung pada bagaimana kamu menyesuaikan diri saja. Omong-omong, berapa usiamu? Kalau menurut saya, kamu seperti baru berusia 20 tahun lho." Cara bicaranya tampak seperti seorang playboy. Namun, apa mau dikata, mata Maira yang sudah terlanjur terpesona padanya menganggap hal itu sebagai pujian semata.
"Saya dua puluh empat tahun. Saya sudah pernah kerja juga."
"Wah, kita seumuran dong."
Mendengar dia berkata seperti itu, Maira seperti menemukan sukarelawan tangguh yang menjadi sandaran. Ini adalah kali pertama ia bertemu dengan seseorang seusia sejak masuk universitas. Bahkan di fakultas ilmu bahasa tempatnya belajar, yang sebagian besarnya terdiri dari mahasiswa perempuan pun, senior yang lebih dulu masuk empat angkatan di atasnya masih tetap lebih muda satu tahun dibandingkan Maira.
"Senang bertemu denganmu. Kita yang rukun ya." Begitulah, akhirnya Maira memutuskan untuk bergabung dengan klub itu.
Maira tak menyangka kalau keterpanaan pada Boy kala itu bisa luntur secepat ini. Maksudnya, dia memang terlihat keren, tetapi tingkah lakunya sama sekali tidak keren. Contohnya saja seperti apa yang dilakukannya di acara penyambutan mahasiswa baru beberapa waktu yang lalu. Maira sudah berada dalam usia yang mungkin akan rela menyerahkan apa saja demi cinta, tetapi tunggu dulu. Kalau dipikir-pikir, sepertinya usia 24 itu tidak terlalu tua juga. Bergabung bersama anak-anak berusia 21 tahun seperti ini membuatnya tampak lebih tua. Namun, pendapatnya yang mengatakan kalau dia itu "lumayan" masih tidak berubah.
Maira membuka pintu ruang klub, dan begitu masuk, ruangan tampak sangat gelap ditutupi gorden berwarna velvet. Ia tidak tahu entah siapa yang menonton di dalam kegelapan ini, karena hanya layar televisi saja yang memancarkan cahaya. Orang-orang yang tadinya duduk selonjoran di sofa panjang di depan televisi itu segera berdiri begitu melihatnya muncul.
Meskipun awalnya Maira tidak bisa melihat siapa-siapa karena gelap, begitu matanya beradaptasi dengan gelap ruangan itu, ia pun akhirnya bisa melihat kalau yang duduk itu adalah dua orang anggota baru sepertinya, yang usia keduanya pasti lebih muda empat tahun dibanding Maira.
"Nonton film ya?"
"Eh, Kak ...?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments