Pagi hari yang cerah telah menyinari bumi pada hari ini, bersinar terang sebagai tanda semangat di pagi ini.
Tata dan adik adiknya sudah bersiap sekolah. Ayahnya masih tertidur dikamar dengan wanita yang dibawa semalam. Luka tamparan di wajah Tata susah ia tutupi dengan hansaplas bukan dengan cream. Masih terlihat bahkan jelas sekali.
"Kak, pipimu kenapa?" Tanya Dwi yang diantara adiknya dialah yang paling sensitif terhadap sesuatu hal. Di tunjuk luka plester itu oleh Dwi.
"Ah," teriak kesakitan Tata.
"Kakak semalam nabrak pintu, Wi," bohongnya.
"Ya elah masa iya, Kak."Ucapnya yang tidak percaya, tapi Dwi tidak ingin menyakiti hati kakaknya itu dengan kejujuran kejadian semalam. Betul sekali semalam Dwi juga ikut terbangun saat melihat teriakan Ayahnya, saat mengintip dibalik pintu tamparan sudah didapatkan oleh kakaknya. Sangat benci tentu saja Dwi akan sikap Ayahnya.
"Udah jangan ngomong terus, nanti telat sekolahnya. Abang Raden nanti udah kelamaan nunggunya," ucap Tata untuk mengalihkan semuanya. Tidak ingin semua adiknya tau atau bahkan merasakan apa yang diperbuat oleh Ayahnya.
Tidak lama berjalan ke rumah Bu RT dan sudah di tunggu oleh Bang Raden berangkat bersama.
"Assalamualaikum, Kak, Bu. Kita berangkat ucap mereka bersama,"
"Waalaikumsalam," ucap Bu RT dan Tata.
"Bu, saya juga ikut pamit ya, assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam, hati hati, Ta. Belajar yang rajin," Ucao Bu RT memberikan semangat untuk Tata.
"Sip, Bu."Ucap Tata.
Langkah kaki yang sedang berjalan ditepi jalan sendiri dengan menikmati suara bising kendara lalu lalang di sana.
"Ta," teriak pengendara sepeda motor gede dengan helm full face.
Berhenti Tata saat namanya di panggil dan menoleh. "Apa?" Tanya Tata yang sudah tau siapa dipengendara itu.
"Ayo naek bareng aku berangkatnya," ajaknya.
"Ga,"
"Kenapa?"
"Mau aku di bully oleh cewe -cewe pengagummu yang disekolah?" Tantang Tata.
"Ga lah,"
"Sana duluan, Lan." Perintah Tata.
"Kamu jalan aja, nanti aku dibelakang pelan pelan," Lana tidak mengikuti perintah Tata yang barusan.
Dan benar saja terjadi saat tiba di sekolah mata cewe - cewe pengagum gelap Lana sudah membicarakan Tata. Ya gimana ga mau di omongin, Lana benar benar di belakang Tata melajukan motornya sangat pelan.
"Hadeh, kerjaan lagi ini, sabar sabar,Ta." Gumam dalm hati Tata.
"Heh, cewe miskin! Pake guna guna apa? Sampe Ayang Lana dibelakangmu?" Vivi menahan tangan Tata dengan banyak pertanyaan.
Berhenti sudah Tata dan di hadang oleh cewe - cewe pengagum Lana. Tata masih berdiam diri dan tidak ada kata yang terucap dari bibirnya.
Plak
"Woy, orang ditanya ko diem!" Bentak Rini, salah satu diantara mereka yang menghadang.
Tamparan Rini mengenai pipi yang semalam bekasnya masih ada, sudah pasti darah keluar sedikit disana. Luka yang belum sembuh sudah ditambah lagi. "Sabar, Ta." Hati Tata mengucap didalam untuk tetap kuat.
Setelah menghela nafasnya, "mau apa kalian?" tanya Tata akhirnya.
"Apa kamu tuli? Ayang Lana kenapa bisa dibelakangmu?" Vivi mengulang kembali pertanyaannya itu dengan nada kesal dan tidak suka.
"Ga tau? Aku jalan sendiri dan tidak tahu dibelakang siapa, dan yang penting aku ga ambil Lana dari kalian," akhirnya panjang juga penjelasan Tata kepada mereka.
"Awas aja, kamu. Jika ternyata ada apa apa dengan Ayang Lana!" Peringatan Vivi dengan jari telunjuk ke arah wajah Tata.
"Ga bakal, Vi. Kan dia miskin sekolah disinu juga cuma beasiswa. Bener ga temen temen. Ha ... Ha ... Ha ..." Laras the geng nya datang dan yang menjawab pertanyaan itu. Suara tawa Laras the geng diikuti oleh Vivi, Rini dan yang lainnya disana.
"Sabar, Ta. Kuat, Ta." Batin Tata selalu memberikan kekuatan.
Kemana Lana?
Lana diparkiran dengan temannya yang sudah menunggu disana untuk urusan geng motornya itu. Tidak tahu ada kejadian yang telah di alami Tata, akibat ulahnya.
"Lan, jangan lupa malam minggu ini ada yang ajak balapan," mengingatkan Lana akan sebuah tantangan yang diberikan lawan gengnya.
" Ok, tunggu di markas sebelum aksi." Ucap Lana.
"Sip, Bos." Ucap Vino.
Jam pelajaran sudah dimulai dan suasana sekolah sudah hening disetiap lorong disana. Hanya suara guru yang mengajar dan menjelaskan tentang mata pelajaran yang sedang di bahasnya.
Kring
Suara bel istirahat sudah berbunyi, semua siswa siswi sudah berhamburan keluar untuk merenggangkan tubuhnya yang sudah kaku di kelas. Ada yang ketaman, ke kantin, di dalam kelas saja, ada pula yang ngobrol di lorong kelas.
Seperti biasa Tata akan jadi pesuruh Laras the gengnya untuk makan jam istirahat.
"Ingat, jangan sampe lama dan salah!" Suara keras terdengar disana.
"Ok," hanya itu jawaban Tata.
Tidak beberapa lama sesuai dengan waktunya Tata sudah membawa pesanan Laras the geng.
"Sudah semua dan tidak terlambat, ini uang kembaliannya. Boleh aku pergi?" Pinta Tata.
"Sana pergi," ucap Laras.
"Hus, hus jauh sana," ledek Puji.
"Aw, aw ,aw, takut kena virus," giliran ledekan Sinta.
Acuhkan saja Tata pergi dari sana dan pastinya akan menemui Lana. Sesuai dengan perjanjian kala itu, setiap jam istirahat pasti akan ketemu ditempat yang jadi bescam nya.
"Lan," sapa Tata saat tiba di tempat.
"Hem, sini duduk."
"Udah makan?" Tanya Tata.
"Belum, nunggu kamu. Ini makan ya, buatan Mommy." Ucap Lana.
"Thanks," Tata dengan senyum di bibirnya.
"Udah jangan banyak ngomong dulu, cepet makan nanti takut ga enak," oceh Lana.
Tata hanya mengangguk saja. Tidak lama mereka sudah selesai makan.
"Apa ini sakit?" Tanya Lana yang menyentuh pipi Tata yang lebam.
Sekali lagi hanya anggukan Tata, memberikan sebuah jawaban. Air matanya keluar dengan sendiri dari pelupuk mata hingga membasahi wajahnya. Di usapnya wajah Tata oleh Lana.
"Sudah, ini akan sedikit mengobati lukamu," ucap Lana dengan mengeluarkan obat salep untuk wajahnya dan mengoleskannya.
"Aku bisa sendiri," ucap Tata yang sebenernya malu.
"Biarkan aku yang kerjakan ini, kamu cukup diam." Tidak ingin aksinya itu di bantah oleh Tata. Tangan yang cukup kekar untuk seorang lelaki remaja dan tampan dengan lembut mengoleskan salep diwajah Tata
"Aw, sakit. Pelan ya," pinta Tata.
"Sorry, aku akan pelan lagi," bukan salah Lana karena sudah pelan apa yang lakukan Lana. Hanya luka Tata saja yang sudah semakin parah.
Setelah obat di oleskan diwajah Tata. Lana tanpa pikir panjang memeluk tubuh mungil Tata dalam dekapannya. "Mau kabur ga?" Tanya Lana tiba tiba.
"Ga," jawab Tata dengan menggelengkan kepalanya.
"Kenapa?" Bingung Lana.
"Adik adikku," jujur Tata dengan alasan kenapa bisa bertahan.
"Aku bisa jaga kalian semua," Lana berharap tidak ada kata penolakan dari Tata.
"Tidak, thanks. Aku bisa." Yakin Tata.
"Jangan anggap aku orang lain, Ta. Aku bantu kamu dan adik adikmu," berharap Tata bisa mau mengikuti keinginannya.
...****************...
Hi semuanya,
Bantu like, komentar dan bagi bagi hadiah yang banyak ya.
Love you😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments