Bab 17

Sekertaris Kim sedang menelepon.

"Bagiamana, Kim? Dimana Elis? Apa sudah ada kabar?" tanya Abraham setelah Sekertaris Kim menutup telponnya.

"Nyonya ada di rumah kosong dekat sini, tuan"

"Kita langsung kesana, Kim"

"Baik tuan"

"Bagaimana keadaannya?"

"Nyonya terlihat baik-baik saja, tuan. Bersama dengan Bram"

"Bersama dengan, Bram? Bram palsu, apa Bram kita?"

"Bram yang bersama nyonya juga lebam di pipi, seperti bekas pukulan saya tadi, tuan."

"Apa maksudmu? Apa Bram mengkhianati kita, Kim?" tanya Abraham yang masih tidak percaya.

"Masih saya cari tahu, tuan"

"Sudah kau coba telpon Bram, Kim. Tanya keberadaannya ada di mana?"

"Sudah tuan, namun Bram tidak dapat di hubungi. Handphonenya mati, tuan"

"Cepat kau cari tau, Kim"

"Baik, tuan besar"

"Kita jangan gegabah, Kim! Kita harus berhati-hati. Suruh mereka mendekat pada Elis dan Bram, dan bantu mereka keluar"

"Itu yang sulit tuan, Ada beberapa orang yang ada di sekitar sana"

"Berapa?"

"Sekitar 100 orang, tuan. Yang membuat kita sulit mendekati nyonya"

"Kalau begitu, jangan bergerak sekarang, sebelum semua datang. Aku juga takut ini Bram palsu atau Bram berhianat. Aku tak mau Elis kenapa-kenapa"

"Baik, tuan besar. Nyonya pasti akan baik-baik saja"

"Siapa yang sudah dekat dengan Elis dan Bram?"

"Hanya Rasyid dan 2 anak buahnya, tuan"

"Suruh dia Vidio call. Dan tunjukan keadaan di ruangan Elis"

Tak lama dari situ

Seseorang memvideo call dengan sekertaris Kim dan Sekertaris Kim mengangkatnya, tergambar jelas ruangan Elizabeth dan Bram. Elizabeth masih tertidur duduk dan Bram masih berjaga-jaga.

"Berikan padaku, Kim. Kau fokus saja pada setir mu!" perintah Abraham

"Ini, tuan besar" Sekertaris Kim memberikan handphonenya. Abraham menonton keadaan

Elizabeth di sana.

"Lebih cepat lagi, Kim. Jika dia Bram asli, maka mereka dalam bahaya, tapi jika dia Bram palsu, maka Elis makin bahaya. Tapi seingat ku Bram kau pukul di sebelah kiri kan, Kim?"

"Iya anda benar, tuan"

"Siapa orang ini? Kenapa wajahnya sama persis dengan Bram? Apa Bram kembar, Kim?"

"Tidak, tuan besar. Bram tidak punya Kembaran"

"Kau yakin?"

"Sangat yakin, tuan"

"Lebih cepat lagi, Kim"

Sekertaris Kim menambah kecepatan mobilnya.

Mobil tiba di tempat tak jauh dari rumah kosong itu.

"Bos dan bos besar" sapa mereka di sana. Alex membukakan pintu untuk Abraham dan Bagus membukakan pintu untuk Sekertaris Kim.

Semua langsung menyiapkan senjata mereka masing-masing.

"Bos bos bos. Saya tau nyonya di mana" ujar seseorang turun dari motornya dengan 3 temanya yang juga mengendarai motor.

"Bram?!" ujar mereka terkejut, melihat Bram yang datang.

"Kenapa kalian melihatku pada terkejut? Seperti melihat hantu saja" ujar Bram yang bingung.

Sekertaris Kim mendekat pada Bram dan tanpa aba-aba meninju wajah Bram sampai tersungkur karena terkejut dan tanpa aba-aba.

"Lihat saja sendiri" Abraham memberikan Vidio call itu pada Bram.

"Tapi itu bukan aku, Bos besar. Aku ada di sini, bos. Aku tidak akan pernah mengkhianati kalian berdua"

Abraham tidak peduli dia mengambil kembali handphone itu.

"Aku tau" ujar Sekertaris Kim santai.

"Lalu kenapa anda memukul saya, bos?" tanya Bram yang tidak terima.

"Karena dia sama seperti mu, ada lebam di pipinya, jadi biar mudah mengenalimu aku lebam kan lagi yang sebelah kanan. Itu sebagai tanda mu punya dua lebam"

"Tapi lebam diakan di sebelah kanan dan juga lengan tangan dia kan terluka, bos?"

"Susah jika harus mencari lengan terlebih dahulu atau memperkirakan kanan dan kirinya, Bram" Sekertaris Kim tak mau kalah.

"Apa yang mau Elis coba lakukan?" tanya Abraham yang masih melihat Vidio itu.

"Bahaya?! Cepat bergerak! Sekarang!"

Mereka mulai bergerak mendekat pada rumah kosong itu.

Di tempat Bram dan Elis.

Elizabeth bangun dari tidurnya dan melihat Bram yang juga tertidur duduk menyandarkan tubuhnya di tembok.

Elizabeth bangun dan mendekat pada Bram, dan menggerakkan telapak tangannya di depan wajah Bram. Bram tidak bergeming, yang artinya Bram benar-benar tidur.

Elizabeth mulai mengendap-endap akan pergi dengan hati-hati

"Anda akan kemana, nyonya?" ujar Bram sambil menodongkan pistol kearah Elizabeth. Elizabeth terkejut dan pelan-pelan melihat kebelakang.

Posisi inilah Abraham mengatakan "Bahaya?! Cepat bergerak! Sekarang!"

"Kembali ke tempat anda, nyonya" perintahnya.

"Kau siapa? Kau bukan Bram kan?" tanya Elizabeth takut dan tetap berdiri di tempatnya.

"Kau sudah tau aku bukan Bram, supir mu itu? ujar Bram palsu yang sudah mulai menunjukkan belangnya. Ia melepaskan topeng kepalanya.

Membuat Elizabeth dan Abraham yang melihat dari jauh terkejut.

" Tunggu aku, Elis! Aku pasti akan menyelamatkanmu" Abraham memasukkan telponnya ke saku. Karena dia dan anak buahnya sudah sampai sana dan sudah akan mulai menyerang. Abraham memasang earphone untuk tetap mendengarkan suara Elizabeth, walau dia tidak melihat video itu saat bertarung.

Abraham dan anak buahnya mulai melumpuhkan satu persatu pertahanan di sana. Sambil menembak Abraham masih menyempatkan melihat Vidio, untuk melihat keadaan Elis dan berjaga-jaga.

"Sejak kapan kamu tau aku bukan, Bram?" tanyanya pada Elizabeth yang masih diam di tempat.

"Sejak aku membantumu membalut luka. Bram memberiku pistol, jadi aku tau ada bekas luka di punggung tangan, Bram, sedangkan kamu tidak. Siapa kamu?! Luka di pipimu itu juga perbuatan mu sendiri kan? Kenapa kau lakukan itu?" jawab Elizabeth.

Elizabeth sudah menyadari dia bukan, Bram, namun Elizabeth juga tau dia kuat, bahkan dengan mudah mencongkel peluru di lengannya jadi dia tetap berpura-pura tidak tau. Saat Bram itu pergi mencari kayu, Elizabeth keluar dan melihat semuanya. Namun Elizabeth jadinya tidak bisa keluar, pas sudah merasa tenang, Elizabeth berusaha keluar dengan pelan namun dia tertangkap basah.

"Ternyata anda cukup pintar juga!. Membuatmu semakin menarik saja. Apa ini alasan Raken bisa sangat tertarik padami dan membuat ketua Drakness mau melindungimu dan juga menikahi mu. Apakah itu alasannya? Namamu Elizabeth Liman, kan? Nama yang bagus" ujarnya " Perkenalkan namaku Haruko.

Aku Haruko musuh suamimu. Mengandalkan anak buah memang tak becus, hingga aku harus turun tangan sendiri"

"A...pa yang kau inginkan?"

"Aku dengar kau tak mencintai suamimu itu, kan?" Tanya Haruko pada Elizabeth. Elizabeth hanya diam, dia tak tau mencintai suaminya itu atau tidak.

"Bagiamana kalau kita bekerja sama?"

"Apa kau ingin membuat kesepakatan denganku?!" tanya Elizabeth yang mulai berani.

"Benar" jawab Haruko cepat

"Apa kesepakatannya?" tanya Elizabeth.

"Menurutlah! Aku tak akan menyakitimu. Aku akan pancing suamimu itu, masuk ke perangkapku dengan umpan dirimu" ujar Haruko sambil menunjuk pada Elizabeth. "Setelah itu, akan memusnahkan dia dan memberikan kebebasan padamu"

"Penawaran yang cukup bagus" ujar Elizabeth yang terlihat tertarik.

"Tentu! penawaran ku selalu bagus"

"Kau akan melakukan apa pada suamiku itu?" Lanjut Elizabeth

"Yang pasti membunuhnya dan membawa kepalanya, dan setelah itulah aku akan di angkat menjadi Ketua Mandri dan juga menguasai Drakness. Hahahahah" Haruko Sudah membayangkan dirinya menjadi ketua.

"Apa dengan membunuh dia, kau akan di angkat jadi ketua geng? Wah Hebat sekali, ya?" tanya Elizabeth yang entah dari mana menjadi berani.

"Jika kau ingin jadi permaisuri ku, sepertinya aku akan bersedia"

"Benarkah? Waw" Elizabeth terlihat seperti bukan Elizabeth. Saat ini dia sangat tenang.

"Benar sekali! Setelah menyingkirkan ketua Drakness, suamimu itu. Aku akan jadi ketua dan aku akan menyingkirkan Raken juga. Pria bodoh satu itu. Bagaimana bisa dia masih mau mencari pemimpin Mandri yang telah pergi lama itu? Cih tak pantas jadi pemimpin sama sekali" ujarnya yang sambil membayangkannya.

"Ternyata kau bukan satu-satunya calon pemimpin geng mu itu!"

"Tapi hanya aku yang pantas, dia tidak!"

"Rencana mu juga yang panjang dan licik, ya?"

"Tentu! Rencana harus panjang ke depan" Jawab Haruko "Kenapa kau masih berdiri di sana. Ayo kesini! kita nikmati malam kita, aku yakin suami bodoh mu itu, sedang menuju kesini"

"Bagaimana kau bisa tau?"

"Mataku banyak. Ayo kesini!" Haruko menepuk pahanya. "Kita sambil menunggu, sepertinya aku masih bisa sambil menikmati tubuhmu terlebih dahulu" Haruko sambil melihat tubuh Elizabeth dari atas dan bawah. Tubuh yang sangat ingin dia sentuh dari tadi. Tubuh yang menggoda, namun tadi dia belum punya kesempatan.

"Menjijikan!" lontar Elizabeth "Maaf! tapi aku tidak tertarik dengan penawaran mu tadi. Menghianati orang yang mencintaimu bahkan rela mengorbankan nyawanya, untuk orang sepertimu, sepertinya tidak sebanding. Tak peduli aku mencintai nya atau tidak, tapi aku tak akan menukar suamiku dengan dirimu" lanjut Elizabeth berani.

Abraham yang mendengar itu, tersenyum dan bernafas lega. Saat mendengar Elizabeth mengatakan penawaran Haruko yang cukup bagus, membuat Abraham mundur dan menonton Vidio itu, dan membiarkan Sekertaris Kim yang memimpin. Dia cukup sedih, namun tidak membuatnya menutup Vidio itu, karena dia yakin pada Elis-nya.

Abraham menyimpan vidio itu dan kembali memimpin pertarungan.

"Kau sepertinya sedang menguji kesabaran ku" ujarnya berdiri.

Elizabeth mengeluarkan senjata pemberian Bram padanya. Elizabeth menodongkan pistol itu pada Bram palsu alias Haruko.

"Jangan mendekat, atau ku tembak" ujar Elizabeth mengancam. Tangan Elizabeth ketakutan dan gemetar.

"Hahahahaha. Anda sendang mengancam siapa? Aku? Hahahaha" ucapnya mengejek sambil tertawa "Hu takut" lanjutnya mengejek Elizabeth dan terus mendekat.

"Berhenti! Atau aku tembak!"

"Coba saja! Aku yang tertembak atau kamu. Cih Wanita lemah, berani bermain-main denganku" Ujarnya yang juga menodongkan senjata ke pada Elizabeth.

"Aku tidak lemah!"

"Benarkah?" Bram Memberhentikan langkahnya dan merentangkan tangannya. "Aku beri satu kesempatan, tembak aku!"

Mendengar itu, Elizabeth semakin takut. Tangannya bergetar hebat.

"Ha?! Cuma segitu saja. Sudah bergetar hebat! Jangankan menembak ku, untuk menggunakan pistol saja kamu tak bisa, kan?"

"Kau yakin?!" ujar Elizabeth berani.

"Yakin. Yakin 10.000%"

Elizabeth membidik dada Haruko, namun rasa takut kembali ke tubuh Elizabeth dia tidak berani menarik pelatuknya.

"Lakukan?! Buktikan kau kuat. Setelah itu, kau bisa pergi dariku, bukan?"

Elizabeth menarik pelatuknya.

Dor.

"Aah"

Tangan Elizabeth di tarik seseorang dan mereka berdua lari.

Mendengarkan teriakan Haruko, anak buah Haruko yang lain juga datang.

"Kejar mereka?!" titah Haruko. Haruko di tembak pada kakinya bukan dada nya. Karena Elizabeth tidak berani untuk menembak dada Haruko.

Semua mengejar Elizabeth. Elizabeth ditarik ke sebuah ruangan.

"Maafkan saya, nyonya" hormat nya dan melepaskan tangan yang mengengam tangan Elizabeth.

"Silahkan masuk kesini, nyonya" ujarnya sopan, meminta Elizabet masuk kesebuah terowongan.

"Kamu siapa? Bagaimana saya bisa percaya dengan kamu?" tanya Elizabeth pada lelaki yang berdiri di depannya itu.

" Saya Rasyid, anak buah tuan besar. Masuklah, nyonya. Percayalah pada saya, nyonya. Tuan besar dan yang lainnya sudah di sana. Keluar jika anda sudah yakin"

"Tapi..."

"Saya mohon, nyonya"

Elizabeth antara percaya dan tidak percaya masuk ke lubang itu. Sampai di luar, dia melihat masih terjadi baku tembak. Elizabeth tak jadi keluar karena merasa tak yakin.

Cukup lama Elizabeth mengintip dan melihat, tiba-tiba ada tangan kokoh yang terulur padanya

Elizabeth dengan takut melihat tangan itu, kemudian ke atas ke wajahnya.

"Ayo, Elis. Kita harus pergi" Ya dia Abraham.

"Apa kau benar, suamiku atau bukan?" Perihal Bram membuat Elizabeth sedikit tidak percaya pada siapapun, termasuk orang yang berdiri di depannya itu.

Abraham mendorong tubuh Elizabeth dan masuk ke terowongan itu.

"Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Elizabeth takut.

Abraham menarik rahang Elizabeth dan mencium bibir ranum Elizabeth itu. Elizabeth keget sampai matanya hampir lepas dari tempatnya. Elizabeth mendorong tubuh Abraham.

"A..Apa yang kau lakukan? Apa kau tidak tau malu?"

"Bagaimana? Apa rasa bibirku tetap sama? Mungkin wajah bisa menipu, tapi rasa bibirku pasti lebih nikmat, kan?" ujar Abraham tak tahu malu dengan senyum yang merekah.

"Kau...kau benar-benar tidak tau malu. Bisa bisanya kau menciumiku saat seperti ini" ujar Elizabeth malu.

Abraham meraih rahang Elizabeth.

"Apa kau percaya, sekarang?" tanya Abraham kembali mencium bibir Elizabeth. Elizabeth mendorong tubuh Abraham kembali.

"Kau sedang menolak ku, Elis?" tanya Abraham yang selalu tidak suka jika di tolak. Elizabeth langsung percaya kalau ini Abraham.

"Nah sekarang aku yakin. Tapi ternyata aku salah, dia lebih mesum ternyata" ujar Elizabeth pelan.

"Kenapa kau diam?!"

"Aku sedang berfikir, honey"

"Apa kau berfikir untuk menerima penawarannya? Sepertinya penawarannya cukup baguskan?" Elizabeth terkejut karena Abraham mengetahui segalanya.

"Kau tau segalanya, Honey?" tanya Elizabeth takut.

"Kenapa? Kau takut?!'

"Bagaimana bisa kau tau segalanya?"

Abraham menunjukkan Vidio call tadi yang masih merekam ruangan itu, karena Rasyid meninggalkan handphonenya.

"Ini dari orang yang menarik mu, kesini"

"Jadi dia benar, anak buah mu?"

"Em"

"Ayo. Kita keluar, Elis. Hukuman mu akan ku perhitungkan nanti!"

Elizabeth dan Abraham keluar dari terowongan itu, mereka menang, baru beberapa detik orang-orang kembali mengepung mereka.

Abraham menyembunyikan Elizabeth di belakangnya.

"Bram?!" Panggil Abraham, karena Bram lah yang paling dekat dengan mereka.

"Iya, tuan" Bram mendekat.

"Bawa Elis pergi!"

"Baik, tuan"

"Ayo, nyonya" ucap Bram hormat pada Elizabeth.

"Ta... tapi..." Elizabeth tampak ragu.

"Saya Bram, nyonya. Lihat pipi saya" Bram menunjukkan kedua pipinya yang lebam semua

"Ini perbuatan Sekertaris Kim, agar saya mudah di kenali. Dan ini nyonya" Bram menunjukkan lengannya "Saya tidak terluka, nyonya" lanjut Bram.

Elizabeth bukan tertuju pada luka di lengan tangan Bram, tapi di punggung tangannya.

"Ayo pergi, Elis!" Perintah Abraham, karena anak buahnya pada sudah bertarung.

"Kau harus hati-hati"

"Em"

Elizabeth dan Bram pergi meninggalkan tempat itu.

Bram membawa Elizabeth dengan mobil Abraham. Bram membawa Elizabeth kembali ke rumah. Rumah yang sudah penuh dengan penjagaan.

"Bram, apa tuhanmu itu akan baik-baik saja?!" tanya Elizabeth khawatir.

"Anda tidak perlu khawatir, nyonya. Tuan akan baik-baik saja"

" Tapi aku khawatir, Bram"

"Anda berubah nya, nyonya" ujar Bram melihat Nyonya nya itu yang mengkhawatirkan tuannya.

"Benarkah?!"

"Sebelumnya anda tidak peduli dengan, tuan. Asalkan ada uang, itu sudah cukup, tak peduli tuan akan baik-baik saja atau tidak. Bahkan tuan pernah terluka, anda tetap memikirkan belanja"

"Sepertinya aku begitu buruk ya, Bram?" ujar Elizabeth sedih merasa dirinya sangat buruk dahulu. Bram diam, sepertinya dia sudah terlalu berani menyampaikan semua itu pada nyonya ya "Mungkin dulu karena aku belum menikah. Seperti benar kata orang-orang, ikatan pernikahan itu memang hebat. Ya kan, Bram?" Elizabeth meminta persetujuan Bram.

"Maafkan saya, nyonya"

"Benarkah seperti itu?!" Ujar seseorang yang menyahuti percakapan Elizabeth dan Bram.

"Ka..kamu siapa?!" tanya Elizabeth pada Pria tanpa izin masuk ke rumahnya dan datang malam-malam begini. Namun saat Elizabeth melihat kearah Bram, Bram tampak juga terkejut awalnya namun berubah tenang seketika.

"Benar kata sekretaris Kim. Anda lupa ingatan. Bagaimana bisa, anda melupakan aku, kakak ipar?'"

"Kakak ipar?"

"Tuan Reno anda di sini?!" tanya Bram pada tuan pemuda itu.

"Siapa dia, Bram?" tanya Elizabeth pada Bram yang ternyata mengenal orang itu.

"Biarkan aku memperkenalkan diriku sendiri. Aku Reno, kakak ipar. Aku adik dari Abraham suami anda" Reno memperkenalkan diri.

"Benarkah, Bram?" Elizabeth bertanya pada Bram akan kebenarannya.

"Iya, nyonya. Bukan adik kandung hanya anak dari bibi, tuan besar, nyonya"

"Apa kau harus menyelesaikannya secara detail, Bram?" Protes Reno pada Bram. Bram hanya diam.

"Kakak ipar, sudah lama tidak bertemu semakin cantik saja, ya? Apa ramuan awet mudanya?" Pantas aja Kakakku semakin cinta sama kakak ipar" ujar Reno sambil mengambil tangan Elizabeth dan akan menciumnya.

"AW AW AW" seseorang menarik telinga Reno sebelum sempat mencium tangan.

"Siapa sih yang berani-beraninya menarik..." ucap Reno terhenti saat melihat siapa yang menarik telinga. Di sana berdiri Abraham dan disampingnya ada Sekertaris Kim.

"Honey" panggil Elizabeth senang melihat Abraham baik-baik saja.

"Kakak, kau sudah Kembali" ujar Reno sambil cengengesan dan berusaha melepaskan tangan Abraham

"Bisa tidak, sekali saja tak buat masalah" Abraham makin menarik telinga Reno.

"AW AW AW. Ampun kak. Tolong aku, sekertaris Kim" Sekertaris kim acuh dengan Reno. Dia tidak bergeming.

"Dasar, kejam!"

"Honey" panggil Elizabeth.

Abraham melepaskan tangannya dari telinga Reno. Reno langsung mengusap telingganya yang panas akibat di tarik.

"Kau kejam!" Gerutu Reno pada Sekertaris Kim.

"Anda yang salah, Tuan" ujar Sekertaris Kim.

"Dih"

"Kau baik-baik saja?!" tanya Elizabeth pada Abraham.

"Aku baik-baik saja. Bagiamana dengan dirimu. Apa ada yang sakit? Em" tanya Abraham lembut sambil mengusap kepala Elizabeth lembut.

"Aku baik- baik saja"

"Sudah malam, ayo kita istirahat. Kau pasti sudah mengantuk" Abraham menarik tangan Elizabeth.

"Hei kak mau kemana?" teriak Reno.

"Adikmu, bagaimana?!" Elizabeth melihat kebelakang melihat ke arah Reno dan sekertaris Kim yang menatap mereka.

"Biarkan saja, mereka"

Sampailah di kamar.

"Kau mau bawa aku kemana?" tanya Elizabeth Berhenti sebelum Abraham menariknya ke kamar mandi.

"Mengajakmu mandi! Aku tak suka bau di tubuhmu" Ujar Abraham sehingga Elizabeth mencium tubuhnya memastikan tubuhnya bau atau tidak "Bau pria lain"

"Dia tak menyentuhku"

"Tetap saja! Kau harus mandi" jawab Abraham tak ingin di bantah.

"Tapi aku tak mau mandi bersamamu"

"Siapa yang bilang, aku akan mandi bersama mu?!" ujar Abraham membuat Elizabeth malu, karena telah berfikir Abraham mengajaknya mandi bersama.

"Tapi jika kau ingin mandi bersamaku. Aku dengan senang hati. Sambil mandi dan juga melakukan sesuatu, olahraga misalnya" Abraham mengedipkan matanya sebelah. "Seperti nya kita belum pernah mencobanya di kamar mandi.

"Tidak mau!" Jawab Elizabeth cepat sambil menutup dadanya dengan kedua tangan.

"Hahahaha" Abraham tertawa melihat tingkah Elizabeth. "Tak perlu kau sembunyikan, Elis. Aku bahkan sudah melihat semuanya dan menciumnya"

"Dasar mesum, Minggir!" Elizabeth melewati Abraham dan masuk ke kamar mandi, menutup pintu itu dengan kuat dan menguncinya dari dalam. Abraham tertawa, melihat tingkah Elizabeth yang semakin hari semakin mengemaskan.

see you next time.

Terpopuler

Comments

Laras Azfar

Laras Azfar

semangat up nya kk

2021-11-19

0

RezkySr

RezkySr

thorr gak mau ngucapin aku ulang tahun😁😂
aku minta hadiahnya cukup Thor Rajin aja up nya yaaa

2021-04-09

2

RezkySr

RezkySr

suka banget sihh ceritanya

2021-04-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!