Pukul 06.15
Elisabeth terbangun dari tidurnya. Ia merasakan sakit seluruh tubuhnya, lelah, dan berat. Berat? seperti ada yang menimpah tubuhnya itu. Tubuh mungil nya itu bahkan sulit untuk digerakkan.
Mata Elisabeth terbuka sempurna. Ingatan akan kemarin dan semalam berputar seperti roda film yang menyakitkan.
Elisabeth tersadar berat tadi, bahwa ada yang memeluknya seperti memeluk guling dan sangat erat dan menyesakkan. Ingin rasanya Elisabeth menghempaskan tangan itu sekuatnya dan lari sejauh-jauhnya. Tangan laki-laki bejat yang kini menjadi suaminya. Yang sampai sekarang Elizabeth tidak mengerti pernikahan macam apa yang Elizabeth dapatkan? Benar-benar di luar nalar dan terjadi sangat cepat.
Dalam waktu semalam, hidup Elizabeth hancur berantakan.
Tangan itu milik Abraham Duken, pria yang mengambil kehormatannya dengan sangat sadis. Haruskah dia senang apa sedih? ia tidak tau. Kehormatan yang dia jaga baik-baik, terlepas pada orang yang tidak dia kenal namun bagaimana pun dia suaminya kan?.
Mau tidak mau, Elizabeth harus percaya bahwa semua ini bukanlah becanda, bukan juga mimpi. Andai jika bisa di putar waktu, Elizabeth memilih untuk tidak menandatangani surat, ah tidak dia malah memilih tidak ke supermarket untuk belanja.
Benar kata ayah "Jika dunia itu kejam, saat kamu sendirian.. Aku rindu ayah.. Jika boleh aku malah memilih tidak ke Amerika, aku akan kuliah di Indonesia saja. Di sana juga banyak Universitas yang baik, tidak kalah dengan dengan di sini.
Namun jangankan untuk menghempaskan tangan itu, rasa takut telah menjalar ke seluruh urat nadinya Elizabeth saat ini.
Ingin menangis? tapi rasanya air mata sudah habis akibat kejadian semalam. Mata itupun terasa berat dan bengkak dan tubuh bagian bawah serasa mati rasa.
Elisabeth mengangkat tangan itu pelan-pelan agar tidak membangunkan macan yang tertidur senjak. Entah apa yang akan terjadi nantinya?
Dengan sangat hati-hati Elisabeth mengangkat tangan dan kaki iyang memeluknya. Hingga akhirnya terlepas.
Elisabeth mengerakkan tubuhnya. Sakit di seluruh tubuh, membuat Elisabeth kesulitan bergerak. Setelah lepas dengan sempurna, Elisabeth mendudukkan tubuhnya dan menutupi tubuhnya dengan selimut.
Bret tangan kekar itu kembali memeluk pinggang Elisabeth, seakan tidak ingin melepaskan dan membiarkannya pergi.
Dengan pelan, Elisabeth melepaskan tangan itu.
"Kau mau kemana, Elis? Tidur saja lagi. Kau pasti lelah" Ucap Abraham yang makin memeluk erat pinggang Elisabeth.
"A...a aku ingin mandi"
"Aku ingin mandi mencuci semua sisa tubuhmu dari tubuhku yang mungkin menempel. Aku sungguh jijik akan itu" ingin rasanya Elizabeth berteriak seperti itu...
"Mandi?" mata Abraham terbuka bersama.
"Baiklah aku juga mau mandi" Abraham mendudukkan tubuhnya dan melihat Elisabeth.
"Lalu... Lalu...Lalu kenapa jika kau ingin mandi?" ucap Elizabeth yang terbata-bata.
"Ya kita tinggal mandi bersama"
"Tidak! kau duluan saja"
"Kenapa? Kau malu?" Elisabeth tidak menjawab ia memilih diam membungkam mulutnya.
"Aku bahkan sudah melihat semuanya" lanjut Abraham sambil mengangkat tangannya dan mulai menelusuri belakang Elisabeth yang ternyata terbuka, karena selimut menutupi bagian depan saja.
"Jauhkan tanganmu!" bentak Elisabeth menghempaskan tangan itu dan memutar tubuhnya menghadap ke Abraham.
"Kau sudah kelewatan, Tuan" ucap Elisabeth mengacungkan telunjuknya pada Abraham.
Melihat telunjuk itu, amarah Abraham memuncak. Selama ini belum ada yang berani menunjuknya seperti itu.
Dengan amarah Abraham mengambil telunjuk itu dan menggigitnya.
"Aw" sakit, walau tidak berdarah namun cap gigi Abraham berbekas cukup dalam disana.
"Apa? apa yang kau lakukan?" ucap Elisabeth mengusap telunjuknya dan menahan rasa sakit itu
Bret Abraham mencengkram dagu Elisabeth sangat kuat. Hingga wajah Elisabeth terangkat dan melihat wajah Abraham.
"Aku sepertinya terlalu baik padamu, Elis? Kau sampai mulai berani padaku" Abraham semakin mencengkram dagu Elisabeth sampai air mata Elisabeth mengalir membasahi pipi Elisabeth.
"Ku beri tau satu padamu. Jangan lagi kau mengacungkang jarimu itu. Jika kau masih ingin punya jari. Jika kau lakukan lagi aku akan memotong jarimu" Abraham mengancam dan menghempaskan wajah Elisabeth kuat.
"Ingat! Aku belum memaafkan mu. Beraninya kamu membuatku malu dan ini baru awal dari pembalasan dendam ku"
Abraham turun dari ranjang dan melangkah keluar.
"Dan satu lagi. Kau harus selalu ingat, bahwa kau sekarang adalah istriku. Istri Abraham Duken dan kau harus menuruti semua kemauan ku. Dan ingat kau memang istriku tapi kau jangan harap kebaikanku. Ingat dosa-dosa mu"
Abraham keluar dan membanting pintu itu. Pintu yang memang sudah rusak itu bertambah rusak.
Abraham Keluar dengan amarah.
"Ada yang anda perlukan, tuan besar?" tanya Sekertaris Kim yang ternyata dia duduk dan bekerja di bawah tangga.
Abraham sudah mengatakan pada Kim tadi pagi "Jangan biarkan seorangpun naik ke lantai dua! Termasuk dirimu" Itu perintah Abraham sebelum meninggalkan ruang kerjanya. Sehingga untuk memastikan itu Kim tidak tidur lagi. Setelah mandi, dia mengobati lukanya di bawah tangga untuk memastikan tidak ada yang akan naik ke lantai 2. Setelah mengobati lukanya Kim membuka laptop dan memilih bekerja di kursi bawah tangga itu.
"Aku mau kopi" Ucap Abraham yang duduk di sofa tidak jauh dari Kim
Kim dengan sigap langsung ke dapur dan menyuruh pelayan membuatkan kopi untuk tuannya.
Setelah selesai di buat, Kim sendiri yang mengantarkan dan meletakkan kopi itu di meja.
"Duduklah, Kim"
Kim pun duduk di samping tuannya.
"Bagaimana keadaanmu?"
"Saya baik-baik saja, tuan besar"
"Em. Kim bagaimana dengan proyek yang kemarin? Apakah sudah kau selesaikan, Kim?
"Sepertinya bukan ini yang tuan ingin anda bicarakan pada saya kan, tuan besar?"
"Aku hanya lagi kesal, Kim. Berani sekali dia mengacungkan jarinya padaku. Ingin rasanya aku membunuhnya tadi" ucap Abraham penuh dengan amarah
"Sebaiknya anda menenangkan diri dulu, tuan besar. Tidak baik untuk kesehatan anda"
"Nyonya sepertinya anda semakin berani"
"Kim, siapkan mobil. Kita ke kantor?"
"Ke kantor, tuan besar?" tanya Kim tidak percaya. Karena tuannya itu masih belum mandi dan pakaiannya masih pakaian tidur.
"Aku akan mandi di kantor. Aku malas bertemu dengannya"
"Baik, tuan besar"
"Pak Run!" Panggil Kim
"Kenapa kau memangil pak Run, Kim. Aku menyuruhmu menyiapkan mobil" bentak Abraham
"Ada apa, Tuan besar, sekertaris kim?" ucap pak Run sambil menunduk memberi hormat.
"Pak, Tolong pastikan jangan ada yang naik ke lantai dua"
"Baik, Sekertaris Kim"
Sekertaris Kim undur diri untuk menyiapkan mobil untuk tuannya itu.
"Ada yang anda butuhkan, Tuan besar?" tanya Pak Run pada Abaraham dengan hormat.
"Tidak, pak Run! Ah Siapkan sebuah kamar untuk Elis, selama pintu kamarku di perbaiki. Dan pastikan Elis mandi dan sarapan, serta meminum obatnya"
"Baik, tuan besar"
"Ingat hanya pelayan wanita! jangan izinkan laki-laki naik ke lantai 2 sebelum Elis masuk kamar baru"
"Baik, tuan besar. Akan saya segera saya kerjakan"
Di dalam kamar, Elisabeth menangis saat Abraham meninggalkan kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Laras Azfar
lanjut kk seru
2021-11-19
0
AAH♥️
yuuhuuuuu AINUN mampir thorr 🤗 sukses selalu buat Authornya.
jangan lupa feedbacknya yah di karyaku. mari kita salng mendukung 🤗
2020-07-09
2