Pagi harinya.
Di ruang kerja Abraham.
Sekertaris Kim sudah berdiri tegap menunggu tuannya yang tiba-tiba menghubunginya untuk datang keruangan kerjanya. Untung dia bangun saat ponsel berdering. Kalau tidak, dia bisa saya kehilangan nyawa. Dan untung sekali tuannya itu belum di ruang kerja, bisa gawat jika Tuan besarnya yang datang terlebih dahulu dan untung sekali dia tidak pulang semalam. Untung untung aja lah yang penting untung.
Sekertaris Kim yang telah 20 tahun mengabdi di keluarga Duken alias anak buah Abraham dari umur 8 tahun, hingga sekarang dia menjadi sekertaris dan orang kepercayaan. Pasti akan tau bahwa tuannya itu sedang marah. Walau kadang masih saja tidak mengerti apa yang tuan besarnya inginkan.
Brak suara pintu yang di buka kasar.
"Cih aku yakin banget tuan besar marah. Tapikan kasian pintunya. Ya kan? Aku yakin kaki tuan besar baik-baik saja, tapi pintunya bisa patah tulang kalau punya tulang"
"Apa kau sudah berdiri seperti itu dari tadi, Kim?" ucap Abraham dan duduk di sofa sambil melirik Kim yang masih berdiri tegap.
"Iya, tuan besar"
"Cih. Sepertinya kamu sudah tau kesalahanmu, Kim"
"Tidak, tuan besar. Saya tidak tau kesalahan saya"
"Lalu kenapa kau berdiri seperti itu?"
Sekertaris Kim hanya diam, tidak menjawab.
"Kenapa diam? Jawab! Bila aku bertanya, bukankah kau harusnya menjawabnya, Kim?" bentak Abraham.
"Saya tidak tau kesalahan saya, tuan besar. Tapi saya tau, jika tuan besar marah dengan saya"
"Apa saya pernah bilang aku sedang marah?"
"Tidak, tuan besar. Tapi saya tau Anda sedang marah"
"Cih" Abraham melempar amplop coklat yang ada di meja.
"Itu adalah hasil pencarianmu, kan? Disitu tertulis jelas bahwa Elis sedang mengandung" Kim hanya diam tidak berani menjawab.
"Apa ada yang salah? Sepertinya aku sudah memastikannya" Kim ingat dengan kata Elisabeth bahwa dia masih perawan.
"Apa benar kau masih perawan, nyonya. Lalu bagaimana bisa? Apa aku yang salah? Sepertinya sudah aku pastikan dengan teliti"
"Apa yang kau lamun kan, Kim? Aku masih ada di sini. Sepertinya kau punya nyawa lebih dari satu, ya?"
"Maafkan saya, tuan besar. Apakah ada yang salah dengan itu tuan?"
"Kau masih berani bertanya, Kim? Tidak! Kau masih bisa bertanya apakah ada yang salah?" Abraham sudah berdiri di depan Kim yang tertunduk.
"Apa kamu tau kesalahan kamu, Kim?" tanya Abraham lagi.
"Tolong kasih tau saya, tuan. Saya benar-benar tidak tau"
Plak tamparan keras mengenai pipi sekertaris Kim. Sampai sudut bibir sekertaris Kim mengeluarkan darah. Namun sekertaris Kim hanya diam tidak bergeming dan tetap berdiri tegap.
"Kau tau, Kim! Kesalahanmu. sangatlah besar" ucap Abaraham penuh penekanan.
"Maafkan saya, tuan besar"
"Yang penting minta maaf saja lah"
"Aku pun tidak bisa memaafkan kamu, Kim"
"Jika anda tidak bisa memaafkan saya. Lalu tua besar ingin membunuh saya gitu?"
Abraham menendang kaki Kim. Saking kerasnya Kim sampai berlutut.
"Kau cari tau kebenarannya. Kebenaran yang sebenar-benarnya. Jangan sampai ada kesalahan lagi"
"Baik, tuan besar"
"Ingat ini Kim! Aku tidak akan mentolerir kesalahan lagi. Jika kau lakukan kesalahan lagi nyawamu tidak banyak kan?"
"Iyalah tuan nyawaku tidak banyak cuma 1. Saya kan manusia, tuan besar"
"Bagaimana jika aku ambil juga?" ancam Abraham.
"Saya akan melakukan yang terbaik, tuan besar"
Abraham menendang tubuh Kim sampai tersungkur.
"Yang terbaik kau bilang? Itu kebohongan! Elis tidak hamil. Bagaimana bisa dia hamil jika masih perawan, Kim?"
"Ha? Aku tidak salah dengarkan? Jadi benar anda tidak hamil, Nyonya?"
"Kau tau tidak, kim. Karena kesalahanmu itu, aku melakukannya dengan kasar. Dia pasti sangat kesakitan, Kim"
"Jadi tuan besar dan nyonya telah melakukan itu. Lalu jika tuan besar lakukan dengan kasar, lalu salah aku, tuan besar?"
"Kenapa? Kau pasti bilang bahwa ini bukan salah kamu kan ,Kim?"
"Kapan saya mengatakan itu, tuan besar?" Elak Sekertaris Kim yang hanya merasa tidak mengatakannya secara lisan, tapi mengatakannya dalam hati.
Abraham kembali menendang Kim sampai Kim muntah darah.
"Cih lemah. Kau tak bilang, tapi kau bicara dalam hati kan?"
"Saya tidak akan berani, tuan besar"
Abraham berjalan dan duduk di kursi tadi.
"Jika itu bukan kamu Kim, mungkin kau sudah mati sekarang, Kim"
"Terima kasih tuan besar atas kebaikannya"
"Ku tau kau pasti mengutukku kan, Kim? Dalam hatimu itu" tebak Abraham saja.
"Bagaimana bisa saya seberani itu, tuan besar?" Jawab cepat sekertaris Kim.
"Ya kau tidak akan berani, tapi karena kau, aku mabuk semalam. Kau pasti tau itu kan? kalau aku tidak bisa meredakan amarahku saat mabuk"
"Maafkan saya, tuan besar. Saya akan berusaha tidak melakukan kesalahan lagi"
"Iya! Itu yang harus kau lakukan. Aku malah makin menyiksanya saat tau dia masih suci. Dia pasti sangat menderita saat itu"
"Maafkan saya, tuan besar. Semua salah saya"
Prang. Abraham melempar vas ke arah Kim dan syukur hanya di samping Kim. Vas itu pecah tak berbentuk.
"Itu memang salahmu!. Lalu apa yang akan kau lakukan jika kau bersalah, Kim?"
"Apa! apa yang tuan ingin saya lakukan, tuan?"
"Minta maaf!"
"Maafkan saya tuan"
"Kau bersalah dengan aku, Kim?" tanya Abraham yang membuat Sekertaris Kim binggung.
"Iya tuan. Karena saya tuan melakukan kesalahan"
"Kau sepertinya punya banyak nyawa ya, Kim?"
"Maafkan saya, Tuan"
"Kau tidak hanya bersalah padaku saja kan, tapi juga bersalah pada Elis. Minta maaflah padanya"
"Anda menyuruh saya minta maaf sama nyonya, Tuan? Lalu kenapa main teka-teki terlebih dahulu?"
"Baik tuan, saya akan segera meminta maaf pada, nyonya"
"Jangan sekarang. Dia masih tidur"
"Siapa juga yang bilang sekarang, tuan besar. Sedangkan sekarang masih jam 4 pagi"
"Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang, Kim?"
"Ah sudah 20 tahun aku bersama tuan tapi aku masih belum bisa membaca pikiran anda, tuan. Serasa main teka-teki setiap berbicara dengan Anda"
"Apa aku melakukan kesalahan? Bukankah dia tidak bersalah?"
"Tuan besar, kesalahan nyonya sangat besar. Meninggalkan tuan besar di hari pernikahan, bukankah itu juga kesalahan? Seharusnya anda tidak perlu merasa bersalah"
"Iya kau benar, Kim. Kesalahannya sangat besar. Berani sekali dia meninggalkan aku!" balas Abraham membenarkan. "Tapi Kim? Kenapa dia seperti orang lain?" Lanjut Abraham yang berasa ada yang janggal semalam.
"Maksudnya, tuan besar? Seperti orang lain? Maksudnya seperti apa ya, Tuan besar?"
"Seperti yang kau katakan, dia seperti orang yang berbeda. Dia seperti tidak mengenaliku"
"Mungkin ini cara nyonya untuk menyelamatkan dirinya dari kemarahan anda. Jika dia pura-pura lupa, anda akan kasihan dan mengira jika nyonya pergi bukan karena keinginannya tapi karena dia lupa pada anda"
"Kau tidak bisa berkata begitu, Kim. Kau harus cari tau kebenarannya. Tapi picik sekali dia berani membohongi ku. Dan berani sekali dia melupakanku. Kepergiannya itu, aku akan menghukumannya. Aku tidak akan melepaskan nya. Aku akan menghukum semua malu dan penghianatan yang pernah dia lakukan" setelah berkata Abraham berdiri
"Kau istirahat lah, Kim. Obati lukamu. Aku tidak mau di nilai bos yang kejam"
"Baik, tuan besar. Terima kasih atas perhatiannya"
"Apa kau bisa berdiri?"
"Jangan pikirkan saya tuan. Anda bisa kembali ke kamar anda dan beristirahat, tuan besar"
"Kau mencoba mengaturku, Kim?"
"Tidak! saya tidak berani, tuan besar. Saya hanya mencemaskan kesehatan anda. Anda perlu tidur yang cukup. Dan anda terlihat sangat lelah"
"Terserah kau saja"
Abraham keluar dari ruangan kerja dan kembali ke kamar.
Abraham tersenyum melihat Elisabeth yang masih senantiasa tidur.
Abraham memilih masuk selimut yang sama dengan Elisabeth. Memeluk wanita itu dari belakang, memendamkan wajahnya di tekuk leher Elisabeth dan kemudian ikut terlelap tidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠
apa mgkn kembarannya elis
2021-11-21
0
Wati_esha
Kim ... kenapa bisa melakukan kesalahan yang sangat fatal?
2021-03-28
4