16

****

"Ayo ikut denganku ke tempat tinggal barumu" Maxim menyelonong masuk ke dalam ruangan Aletta tanpa mengetuk terlebih dahulu ruangan gadis itu membuat pemilik ruangan itu terlonjak kaget.

"Kau mengagetkanku, Max" tegur Aletta.

"Maaf" sesalnya

"Kemasi barang-barangmu, aku akan mengajakmu ke mansionku" kata Maxim lagi.

"Aku masih ada pekerjaan, nanti saja" tolak Aletta.

"Kau lupa, aku pemilik perusahaan ini?"Tanya Maxim "tinggalkan pekerjaan itu lalu ikut bersamaku" katanya lagi.

Aletta mendengus sebal "ya-ya, kau memang pemaksa"

****

Setengah jam perjalanan akhirnya mereka sampai di tempat yang Maxim maksud, yaitu mansion miliknya. Baru di halamannya saja Aletta sudah terpukau belum lagi nanti saat di dalam ah bisa-bisa ia pingsan di tempat melihat kemewahan tempat ini.

Di sekeliling mansion ini terdapat beberapa orang penjaga, wajar saja ya karena mansion mewah sangat di khawatirkan jika terjadi kemalingan makanya keamanan tempat ini sangat ketat. Kini tatapan Aletta tertuju pada Maxim yang berdiri di sebelahnya.

"Mari masuk"tutur pria itu.

Aletta mengangguk mengikuti pria itu masuk ke dalam mansion mewah itu. Dan ya, lagi-lagi Aletta terpukau saat memasuki ruangan itu, tidak ada yang menampilkan kesederhanaan di sana, benar-benar mewah menurut Aletta, mungkin karena ia miskin? Ah itu benar sekali, jadi wajar saja ia sangat terpukau, karena sebelumnya ia hanya tinggal di mansion sempit dan sebelumnya saat bersama orangtuanya ia juga tinggal di rumah kecil, sederhana.

Aletta jadi bimbang sendiri jika setelah ini ia benar-benar akan tinggal di sini, wow sekali bukan seorang rakyat jelata sepertinya tiba-tiba tinggal di sebuah mansion mewah, minimal pemanasan dulu ke rumah mewah begitu jangan langsung di ulti ke mansion serba ada fasilitas begini, bisa-bisa ia keenakan nanti, bukankah begitu?

"Anggap mansion ini seperti milikmu mulai sekarang"ucap Maxim "kau bebas melakukan apapun, dan satu lagi mulai sekarang apapun yang aku punya juga menjadi milikmu" lanjut Maxim.

"GABISAAA!!!!" Bantah Aletta.

Maxim mengerutkan keningnya.

"Gabisa nolak aku mass!!!" Ujar gadis itu dengan wajah berbinar, tolong jiwa matre Aletta jadi meronta-ronta kalau melihat penampakan seperti ini, ah ayolah siapa sih yang tidak ingin mendapatkan ini semua, bahkan author saja juga kepengen namun sayang di dunia nyata syulit di temukan bahkan nyaris tidak ada.

Maxim terkekeh dengan perkataan gadis itu, kenapa ia sangat menggemaskan.

"Omong-omong apa kau tidak salah pilih kekasih?" Tanya Aletta membuat Maxim mengerutkan keningnya "Hem, maksudku aku terlalu rakyat jelata untuk kau yang merupakan laki-laki kaya raya, kenapa kau tidak memilih gadis yang sepadan denganmu, sama-sama dari keluarga kaya raya misalnya" tanya Aletta mencoba sadar diri akan semua yang kini ia lihat.

"Haruskah?"

Aletta berdecak "tidak, tetapi kau tahu aku minder menerima ini, bukankah terlalu mewah untuk aku yang tidak memiliki apa-apa?"

Maxim mengangguk "ya, aku rasa kau memang perlu merasakan kemewahan hidup, bukankah selama ini kau hidup miskin?"

Shitt!! Apa itu sebuah hinaan untuk Aletta? Mau menolak tetapi memang begitu bukan faktanya? Hidup dengan harta seadanya dan kerap memakan mie instan? Wih terlalu miskin sekali demi mempertahankan uang untuk kehidupan esok.

"Jangan terlalu memperjelasnya, biarpun aku miskin tetapi aku tidak menjual tubuhku demi merasakan kehidupan mewah" balas Aletta bangga pada dirinya, tidak sedikit orang-orang di kota ini menjual dirinya demi kehidupan yang layak dan mewah sementara Aletta, ia mempertahankan tubuhnya dan merelakan jika hidup seadanya.

"Ya, aku beri ancungan jempol untuk itu, dan hadiahnya sekarang kau nikmatilah hartaku yang juga akan menjadi hartamu sepenuhnya" balas Maxim.

"Selamat datang tuan" ucap seseorang mengalihkan fokus Maxim dan Aletta.

Maxim melirik wanita paruh baya yang menghampirinya "perkenalkan dia Aletta, kekasih saya, ia akan tinggal di sini untuk kedepannya, perlakukan dia seperti kamu memperlakukan saya" pesan Maxim.

"Baik tuan"

"Dia Alma, kepala maid disini" kata Maxim pada Aletta "kau bisa mengandalkannya nanti di sini saat kau butuh sesuatu"

Aletta mengangguk mengerti seraya menampilkan senyuman kepada wanita paruh baya itu.

"Ayo aku antar kau untuk melihat kamarmu" kata Maxim merangkul pinggang gadis itu.

Mereka berhenti tepat di depan sebuah kamar dengan pintu yang menjulang tinggi, Aletta yakin ini kamar untuknya.

"Ini kamarmu" kata Maxim "dan di sebelah adalah kamarku, kalau kau ingin tidur bersamaku kau bisa pindah ke sebelah kita bisa tidur bersama" tutur pria itu tersenyum jahil.

Aletta menatap tajam Maxim "kau terlalu berharap!" Katanya.

"Boleh aku melihat kamarku?" Tanya Aletta di balas anggukan kecil oleh Maxim.

Aletta mendorong pintu besar itu, matanya langsung mengedar ke seluruh penjuru ruangan kamar itu, sangat nyaman ia rasa untuk tidur seharian saat libur bekerja, kamar yang didominasi oleh warna biru muda dan biru tua, di samping kamar juga terdapat rak buku di mana sudah berisi banyak buku di sana dan meja rias di sebelah kiri ranjang.

Aletta mendudukkan dirinya di atas kasur besar itu, berbeda jauh dengan kasur di apartemennya. Aletta kembali berdiri, sekarang ia ingin melihat kamar mandi, gadis itu membuka pintu berwarna biru tua itu, matanya berbinar lalu menutupnya dan menghadap Maxim yang berdiri bersidekap dada di dekat pintu dengan menyenderkan punggungnya ke dinding.

"Kalau gini mah nikahin aku hari ini aja om, aku ikhlas menerima dengan lapang dada" kata Aletta menatap Maxim sementara pria itu hanya geleng-geleng kepala menanggapi.

"Bagaimana?"

"Apanya" tanya Aletta tidak mengerti.

"Kamu suka dengan kamarmu? Atau ada yang ingin di ubah agar kamu nyaman" tanya Maxim.

Aletta menggeleng "aku suka pake banget" ungkapannya "omong-omong ini kamar siapa sebelumnya?"Tanya Aletta penasaran, sebab kamar ini tidak kosong karena ada rak buku yang terisi yang menandakan ada pemiliknya.

"Belum ada yang punya dan sekarang menjadi kamarmu"

"Lalu buku ini siapa yang punya, banyak sekali" tanya Aletta

"Punyaku, sengaja aku letakkan di sini karena di kamarku sudah penuh" kata Maxim memberitahu.

Aletta mengangguk "jadi mulai kapan aku tinggal di sini?" Aletta bertanya seraya mendekati Maxim.

"Sekarang kalau kau mau," balas Maxim

Aletta menggeleng "jangan sekarang, besok aja aku mau bilang sama Jouvia dulu, kau ingat bukan jika aku tinggal bersamanya di apartemen, aku nggak mau nanti ia menduga jika aku pergi dari apartemen karena keberatan ada dia disana, aku tidak mau dia sampai salah paham" jelas Aletta mengingat Jouvia.

"Terserahmu"

"Jadi, kau tinggal di apartemen?" Tanya Aletta.

"Sebelumnya iya, tetapi sekarang aku juga akan pindah kesini tinggal bersamamu" kata Maxim

"Jadi kita tinggal serumah? Wah sangat mengejutkan, jadi kita sedang simulasi untuk berumah tangga?" Aletta membayangkan jika nanti ia tinggal serumah dengan Maxim ah ia tidak dapat berfikir jernih mengingat laki-laki itu.

"Apa ada yang perlu di khawatirkan, bukankah nanti kita juga akan menikah" ucap pria itu dengan entengnya seperti akan berjodoh saja, bagaimana kalau tidak? Dan ternyata jodoh Aletta adalah Justin, ah bisa gila Maxim telah menjaga jodoh sahabatnya sendiri.

"Kalau tidak?"

"Aku memaksanya"

"Bagaimana caranya?"

"Mengubah takdir agar kita berjodoh."

"Sudahlah tidak perlu di pikirkan" sambung Maxim "lebih baik sekarang kita makan, kau pasti sudah lapar" kata Maxim.

"Iya, aku memang sudah lapar"

****

Saat ini di apartemennya, Aletta dan Jouvia tengah menikmati makan malam berdua, tadi saat pulang di antar Maxim pria itu mengajak Aletta untuk membeli makan malam untuk dirinya dan Jouvia dengan Maxim yang membayarkannya.

"Jo aku ingin mengatakan sesuatu" ucap Aletta di sela mengunyah makanannya.

"Ya?"

"Kau jangan marah atau menduga yang tidak-tidak ya?" Pinta Aletta sebelum mengatakan apa yang hendak ia katakan.

Jouvia menautkan kedua alisnya "ya, cepat katakan"

"Hem, aku akan tinggal di mansion Maxim mulai besok, apa kau tidak masalah? Plis kau jangan mengira aku tidak menyukai kau tinggal di sini tetapi aku akan hidup di modali Maxim" kata gadis itu di akhiri kekehan "apa aku terlihat seperti gadis matre?" Tanya Aletta, "aku tidak peduli, jika iya itu akan lebih baik bukan? Nanti Maxim pasti akan memutuskan hubungannya denganku karena mengira aku adalah gadis matre, ya semua pria akan ilfeel dengan gadis matre" ujar Aletta menduga.

"Tujuanmu tinggal di sana karena ingin mengujinya begitu? Dengan seolah-oleh menjadi gadis matre agar ia tidak menyukaimu lalu memutuskanmu?" Tanya Jouvia menangkap dari perkataan sahabatnya itu.

Aletta mengangguk "iya, tetapi tidak sepenuhnya juga"

"Bagaimana jika Maxim tidak keberatan dengan itu? Bukankah dia orang kaya, tentu untuk memodali hidupmu bukan lah hal yang sulit baginya" kata Jouvia.

"Biarkan saja, itu artinya aku akan hidup senang dengan waktu yang lebih panjang" sahut Aletta mengembangkan senyumnya.

"Bagaimana baik menurutmu, aku tidak masalah, tetapi aku tetap di apartemenmu dulu tidak apa-apa?"Tanya Jouvia mengingat dirinya menumpang di sini

"Hei bajingan! Kenapa wajahmu seperti itu seolah-olah aku orang lain saja"Aletta berdecak kesal "tetaplah di sini sampai kapan kau mau, bukankah ini juga tempatmu, kita adalah sahabat Jo, bahkan aku menganggap kita dua orang saudara" terang Aletta.

"Atau kau mau ikut bersamaku untuk tinggal dengan Maxim? Aku pikir ia akan mengizinkan kalau aku meminta padanya, kau tau bukan jika sekarang pria itu sedang jatuh cinta padaku, dan kita bisa memanfaatkan itu" kata Aletta.

"Tidak perlu, aku akan tetap di sini" tolak Jouvia "aku doakan semoga hubungan kalian bertahan lama dan kau akan jatuh cinta pada pria yang kau benci itu, aku sudah membayangkan bagaimana nanti kau menceritakan betapa kau mencintainya" kata Jo meledek Aletta.

"Ah sangat lucu tetapi itu tidak akan mungkin, sekali benci selamanya akan tetap sama, jadi kau tidak perlu khawatir aku tidak akan mencintai pria itu" kata Aletta yakin dengan dirinya.

"Ayolah, hampir semua orang yang awalnya membenci berujung jadi cinta, Letta. Kau tidak akan bisa mengelaknya, karena kau hanya membutuhkan sedikit waktu saja setelahnya kau akan jatuh cinta pada, Maxim" ujar Jouvia menatap sahabatnya yang tengah memanyunkan bibirnya itu.

"Tidak masalah juga jika aku mencintainya"

"Memang benar, rasa cintamu pasti sudah ada untuknya tetapi kau belum menyadarinya saja" ujar Jouvia.

"Ya, ya, yaa!! Lanjutkan saja makanmu, tidak usah membahasnya"

"Besok bagaimana kalau kita ngemall? Bukannya kita sudah lama tidak berbelanja aku sudah sangat merindukannya" ajak Jouvia.

"Aku setuju, besok kita akan pergi bersenang-senang berdua" balas Aletta bersemangat.

****

TBC.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!