****
"Kau benar, just, aku benar-benar mencintai gadis itu"ujar Maxim dengan suara serak, pria itu meminum alkohol sudah beberapa botol sedari tadi, Justin sudah melarangnya tetapi Maxim tetaplah Maxim, daripada nanti Justin lebih cepat menemui kedua orangtuanya di atas sana lebih baik dia diam sembari mengawasi bosnya.
"Aletta, dia membuatku gila Justin"
"Bagaimana kau bisa mencintainya secepat itu, max, padahal kau baru saja bertemu dengannya beberapa hari ini" tanya Justin, bahkan selama ini ia tidak pernah melihat Maxim seperti ini, lelaki itu tidak pernah mencintai wanita sampai mengakui di depan Justin, wanita yang pernah ia tiduri hanyalah untuk pemuas nafsunya saja tidak untuk lebih dan sekarang?
"Aku tidak tau, gadis itu benar-benar berbeda dari wanita yang pernah kutemui, Just"
"Ya, akupun tau dia berbeda, tapi apa kau yakin wanita baik-baik seperti Aletta mau menerima pria brengsek sepertimu Maxim? Aku harap kau tidak berbuat nekat" kata Justin mengingatkan Maxim jika sewaktu-waktu laki-laki itu melakukan hal yang tidak masuk akal demi mendapatkan apa yang iya mau, memang Maxim selalu melakukan apa demi apa yang ia inginkan tetapi sekarang urusannya seorang gadis yang tidak tau apa-apa.
"Apapun akan ku lakukan untuk mendapatkannya"
Justin melirik pria itu "Jangan gila Max, atau kau nanti tidak akan pernah mendapatkannya, kau tau sendiri dia wanita berbeda tidak akan semudah itu untuk kau luluhkan hatinya" ujar Justin mengingatkan.
"Arghh kepalaku pusing" ringis Maxim memegangi kepalanya dengan kedua tangan.
Justin memutar bola matanya "salahmu sendiri meminum minuman itu terlalu banyak, dasar konyol!" Justin menyeret Maxim menuju kamar pria itu, membaringkannya di sana, terlihat Maxim sudah tidak bergerak sepertinya pria itu sudah tidur lalu Justin keluar menuju kamar yang satunya, ia rasa malam ini ia akan menginap di sini.
Memang ia sering menginap di sini karena satu kamar Maxim di jadikan hak miliknya, ia bebas jika berada di sini, Maxim sudah memeriksa akses lebih untuk Justin.
****
Di sebuah bangunan tua yang terletak di pusat kota New York yang merupakan tempat penyimpanan bermacam jenis barang-barang ilegal yang siap di kirim ke berbagai negara, ya pria itu memiliki beberapa perusahaan ilegal yang memproduksi bermacam obat-obatan terlarang dan beberapa jenis senjata tajam yang di ekspor nya ke luar kota bahkan ke luar negri sekalipun untuk di edarkan kepada orang-orang.
Maxim bersama Justin memasuki ruangan itu, sesekali mereka akan datang ke sini untuk memastikan bahwa semua aman terkendali. Memastikan tidak ada para penghianat yang menyusup disini. Karena bagaimanapun dengan dirinya yang sekarang tidak satu ataupun dua orang yang menjadi musuhnya, persaingan dunia bisnis memang sudah terjadi dari tahun ke tahun meskipun ini perusahaan kelam tetapi tidak sedikit orang-orang yang juga berbisnis di dunia kelam ini termasuk Maxim.
Entah sudah berapa kali Maxim menghabisi nyawa orang-orang yang telah berkhianat dengannya, bagi Maxim para kaparat itu memang menginginkan kematian karena sudah memilih berurusan dengannya, tidak sedikit orang yang tau jika berurusan dengan Maxim akan berujung pada kematian, bahkan rekan-rekan bisnisnya yang bermasalah dengannya maka Maxim juga dengan senang hati menghabisi nyawanya. Tidak ada ampun baginya orang-orang yang berlaku seperti itu bukankah dari awal Maxim sudah memberitahu bagaimana konsekuensi bekerja dengannya.
"Kau tau, Justin tanganku sudah gatal ingin menancapkan peluru dari pistol ini ke otak pria yang sudah menjadi mata-mata di markasku" ujar Maxim menampilkan smirk nya melirik semua anak buah yang berdiri tertunduk di sekelilingnya, hawa dingin mencekam di penjuru ruangan layaknya Malaikat mautlah yang datang, tetapi bukan, justru kaki tangan malaikat mautlah yang datang untuk membantu mencabut nyawa sebagian manusia, di rasa Maxim sedikit berjasa sudah berbaik hati membantu malaikat mau untuk mencabut nyawa bedebah itu dengan tangannya sendiri.
Maxim melirik satu persatu anak buahnya "Sekali aku tau kalian bermain-main denganku jangan harap esok kalian masih bisa menghirup udara justru kematian yang kalian rasakan" tekan Maxim membuat semua anak buahnya meremang ketakutan mendengar ucapan bos mereka.
Perkataan pria itu benar adanya, Maxim selalu serius dengan ucapannya. Tidak ada candaan baginya atau hanya sebatas ancaman semata agar anak buahnya tunduk melainkan sebuah kecaman yang nyata. Bahkan sudah begitu masih saja ada anak buahnya yang berani berkhianat, memang mereka-mereka adalah orang-orang yang malas untuk melanjutkan hidup.
"Lakukan pekerjaan kalian dengan baik maka kalian akan hidup dengan tenang dan mendapatkan imbalan yang setimpal" ujar pria itu dengan suara tenang.
Maxim beranjak berjalan keluar dari ruangannya begitupun dengan Justin mengikuti pria itu di belakang, melihat kepergian Maxim semua anak buahnya dapat bernafas lega. Memang mereka tidak melakukan kesalahan namun tetaplah di dekat pria itu mereka merasakan hawa yang berbeda, rasanya ajal mereka sudah dekat jika berada di dekat pria itu.
****
Pagi ini seperti biasa Aletta sudah rapi dengan seragam kantornya, tidak ingin ketinggalan bus Aletta sengaja bersiap-siap lebih awal agar nanti tidak terburu-buru sampai ke halte dan berujung ia ketinggalan bus.
Gadis itu tersenyum di depan cermin melihat tampilan dirinya, dengan polesan make up natural garis itu terlihat amat cantik dengan tubuh seksinya, pria manapun akan terpesona dengannya tidak terkecuali Maxim. Ya, Aletta memang cantik banyak yang secara terang-terangan memujinya tetapi Aletta tidak menyombong, ia merasa dirinya biasa-biasa saja tidak secantik itu.
Aletta membuka pintu apartemennya, wajah gadis itu di buat kaget oleh seseorang yang berdiri di sana, darimana pria itu tau tempat tinggalnya bukannya Aletta tidak pernah memberitahu sebelumnya. Ahhh tentu saja ia tau, bukankah ia sendiri yang meminta Aletta bekerja di perusahaan miliknya itu tandanya ia tahu lebih banyak mengenai Aletta.
"Untuk apa kau ada di sini?" Tanya Aletta dengan tatapan tidak suka terpancar dari matanya.
Pria yang tengah berdiri gagah dengan kedua tangan berada di saku celananya itu tersenyum tipis "apa ada alasan untuk menjemput pacar sendiri?"Tanya pria itu.
Aletta mengerutkan keningnya "Maxim kau jangan bercanda" balas Aletta.
"Kau tau, aku tidak pernah seserius ini sebelumnya mencintai seseorang" balas Maxim membuat gadis di hadapannya itu semakin malas menatapnya, apa ia peduli tentang itu? Oh tentu saja tidak.
"Dan kau tau? Sebelumnya aku belum pernah bertemu orang gila sepertimu" balas Aletta membiarkan Maxim di sana dan melanjutkan tujuan awalnya. Terkesan tidak sopan kepada atasan berperilaku seperti itu, tetapi Aletta juga tidak akan mau di perlakukan semena-mena oleh atasannya, apalagi niat pria itu buruk ingin mendapatkan tubuhnya, gadis baik-baik mana yang akan terima dengan itu.
Maxim mengejar langkah Aletta "apa menurutmu sopan meninggalkan pacarmu begitu saja?" Tanya Maxim.
Aletta menghela nafasnya "Jangan macam-macam, Max. Aku sudah memiliki pacar asal kau tau, jangan menggangguku, aku takut nanti pacarku akan salah paham dan kami bertengkar karenamu" ujar Aletta berbohong berharap dengan cara itu bisa membuat Maxim meninggalkannya sekarang, karena ia risih berdekatan dengan Maxim yang ia tahu adalah iblis mesum haus selangkangan, sangat mengerikan.
"Aku tidak percaya sebelum aku melihatnya" balas Maxim.
Aletta menghentikan langkahnya "baiklah, kalau aku menunjukkan pacarku kau tidak akan menggangguku lagi, kan?" Tanya Aletta.
Maxim berfikir "mungkin iya atau tidak" jelasnya nampak ragu.
Aletta menganggap iya"Sekarang kau pergilah, nanti aku akan menunjukkan siapa kekasihku kepadamu agar iblis sepertimu tidak lagi menggangguku" ujar Aletta merasa punya solusi untuk menjaga jarak dengan Maxim.
"Baiklah, sepertinya kau ingin melihat siapa diriku" ujar Maxim meninggalkan Aletta di sana yang tidak menanggapi perkataan pria itu, sekarang gadis itu jadi berfikir, siapa yang akan dia bawa ke hadapan Maxim agar laki-laki itu tidak mengganggunya lagi dan ia terlepas dari pria itu.
***
Setelah menemukan orang yang mau ia bayar untuk membantu menyelesaikan masalahnya, kini Aletta berada tepat di ruangan Maxim menunjukkan pada pria itu jika ia tidak berbohong dan benar-benar memiliki seorang kekasih sungguhan.
"Kau sudah percaya bukan? Jadi aku harap kau tidak menggangguku lagi karena kekasihku tidak menyukainya" ujar Aletta di depan pria itu yang juga sedang menatap dirinya dan pria yang berdiri di sebelahnya.
Maxim berdiri dari duduknya menatap dua orang itu di hadapannya. Ternyata wanita itu tidak berbohong pikirnya, tetapi Maxim tetaplah Maxim, apa yang ia inginkan harus ia dapatkan biarpun nyawa taruhannya. Pria yang berdiri di sebelah gadis yang ia cintai itu membuat dirinya ingin segera mungkin menyingkirkan.
Tidak mengeluarkan kata-kata apapun Maxim dengan gercap menembakan peluru tepat di otak pria yang berdiri di sebelah Aletta membuatnya tumbang seketika di sebelah gadis itu, sebuah senyum miring tercetak di bibir Maxim kala melihat mangsanya sudah terkapar di lantai.
"Kau?" Aletta tidak percaya apa yang sekarang ia lihat, gadis itu berlutut menatap pria yang tidak berdosa itu kini sudah tidak sadarkan diri dengan darah yang mengalir dari kepalanya.
Air mata Aletta luruh begitu saja, apa yang kini terjadi benar-benar di luar perkiraannya, pria yang tak bersalah ini sudah tidak bernyawa ulah Aletta "kau seorang pembunuh?!" Ujar Aletta menatap Maxim penuh kebencian. Bagaimana bisa ia membunuh seseorang semudah itu? Apa pria itu masih sehat dengan melakukan itu? Aletta benar-benar tidak menyangka sekarang.
Maxim tersenyum miring "kau mau membawa pria mana lagi?"Tanya Maxim menantang.
Aletta benar-benar membenci Maxim, gadis itu berlari keluar dari ruangan Maxim tanpa sengaja ia menabrak Justin di depan pintu, tidak mau memperdulikan Aletta tetap berlari menuju ruangannya, kejadian barusan benar-benar membuatnya menjadi tidak karuan.
Justin yang melihat itu mengerutkan keningnya, ia yakin sumbernya dari ruangan Maxim, pria itu masuk ke dalam, matanya di buat kaget oleh sosok manusia yang kini tumbang di lantai itu dengan darah yang mengalir di kepalanya.
"Kau?"Justin menatap Maxim meminta penjelasan.
"Pria itu sudah menghalangi jalanku untuk memiliki Aletta" balas Maxim tetap santai dengan wajah datar tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Justin geleng-geleng kepala, tidak abis pikir dengan sahabatnya itu, apa ia pikir dengan tindakan gegabah nya ini akan membuat Aletta jadi miliknya? Apa ia tidak berfikir dengan itu Aletta akan semakin membencinya "kau sangat gegabah, Max." Ujar Justin keluar dari sana meninggalkan Maxim.
Tujuan utama Justin adalah ruangan Aletta, saat memasuki ruangan itu ia mendapati Aletta sedang menangis di sana.
"Kau baik-baik saja?"Tanya Justin.
Aletta menggeleng menatap Justin yang memasuki ruangannya"apa pria itu memang seorang pembunuh? Kenapa dengan mudahnya dia melenyapkan nyawa seseorang?"Tanya Aletta pada Justin "apa tujuan dia mendekatiku sampai-sampai membunuh seseorang? Apa dia ingin mendekatiku hanya karena ingin mendapatkan tubuhku?" Tanya Aletta bertubi-tubi.
"Ya sesuai dugaanmu dia memang seorang pembunuh tapi kau tidak perlu takut"ujar Justin "pria bodoh itu sudah tergila-gila karenamu makanya dia membunuh kekasihmu itu, dia menganggap pria itu akan menghalanginya untuk mendapatkanmu" jelas Justin maksud dari sahabatnya.
Aletta membelalakkan matanya "Tidak perlu takut katamu?"tanya Aletta tidak abis pikir "Bagaimana mungkin dia tergila-gila denganku sudah jelas-jelas jalang nya banyak di luar sana" balas Aletta tidak mengerti, bagaimana bisa itu terjadi bukankah pria itu ingin membalas dendam kepadanya.
"Nanti kau juga akan terbiasa setelah mengetahui lebih jauh" ujarnya "Kau pikir perasaan seseorang bisa di atur? Bahkan aku baru kali ini melihat dia sampai tergila-gila karena seorang gadis, sudah beberapa kali dia meminum banyak alkohol dan berujung mengatakan bagaimana perasaannya padamu, apa itu kurang jelas?" jelas Justin yang menyaksikan bagaimana sahabatnya itu.
"Sebenarnya kau siapanya iblis mesum itu?"
"Iblis mesum?"Tanya Justin mengerutkan keningnya tidak paham.
"Ya, Maxim pria dengan kepribadian iblis mesum" ujar Aletta membuat Justin tertawa mendengarnya.
"Nama yang cocok untuknya" sahut Justin setuju dengan nama yang di buatkan oleh Aletta untuk Maxim "ah, ya aku sendiri adalah orang kepercayaan Maxim sekaligus sahabat yang suka menasehatinya meskipun setiap kata yang aku berikan kepadanya tidak pernah dia lakukan" ujar Justin terkekeh.
"Bagaimana dengan pria itu, apa dia sudah mati?" Tanya Aletta masih penasaran "kau tau di orang yang aku bayar tadi saat sedang ke sini" cerita Aletta "aku merasa bersalah sudah membawanya pada kematian" Aletta benar-benar menyesali dirinya yang sudah membawa pria tak berdosa itu ke sini.
"Tidak perlu di pikirkan, dia sudah di urus anak buah Maxim"
"Hei, dia manusia tidak berdosa. Karenaku dia sekarang mati, menurutmu apa aku bisa untuk tidak memikirkannya?" Tanya Aletta tidak menyangka pria itu menyuruhnya untuk tidak memikirkan apa yang tadi terjadi ulah kecerobohannya membawa seseorang kehadapan Maxim dan sekarang pria itu sudah tidak bernyawa.
"Ayolah, itu sudah takdirnya untuk mati" balas Justin santai saja.
"Apa kalian komplotan psikopat yang tidak punya hati untuk membunuh seseorang? Ah aku rasa benar, makanya kalian bisa sesantai ini setelah pria itu mati" ujar Aletta memegangi kepalanya pusing memikirkan, semakin jauh dirinya sekarang, ditambah bertemu para psikopat? Oh ayolah apakah itu benar?.
"Lebih baik kau istirahat, jangan dipikirkan, anggap saja hal yang tadi kau lihat tidak pernah terjadi" kata Justin menenangkan gadis itu agar melupakan kejadian tadi.
Aletta mengangguk,
"Aku akan ke ruangan Maxim" ujar Justin pergi dari ruangan Aletta sementara gadis itu, pikirannya jadi semakin tidak karuan. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Diam saja di sini sementara pria yang sudah tak bernyawa itu? Bagaiman dengan keluarganya, pasti mereka akan mencari keberadaan anaknya. Aletta benar-benar sudah sangat berdosa.
****
TBC.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments