****
Jalanan kota itu tidak pernah sepi pengendara bahkan kini jam yang sudah menunjukkan pukul 2 dini hari tetapi jalanan kota itu masih di hiasi pengendara yang berlalu lalang seakan tidak ada lagi hari esok untuk melakukan aktivitas.
Justin, pria itu mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang, di sebelahnya ada Maxim yang tengah bersidekap dada dengan menyandarkan kepalanya ke belakang dengan pandangan lurus ke depan. Usai dari markas utama mereka yang berada jauh dari pusat kota yang membuat mereka kini masih berada di jalan raya.
Masalah yang terus berganti dengan selesainya masalah yang lain, kini Maxim berurusan dengan seorang mafia kelas kakap yang lebih kejam darinya, memang tidak ada bandingannya dengan Maxim. Pria tua yang terkenal sejak lama menguasai kota New York dengan kekuatan penuh beraninya membuat siapa saja yang berani menghadapnya akan tunduk di atas kukuhan keberaniannya. Ya, pria yang terkenal bajingan itu tidak pernah membiarkan siapapun berkuasa melebihi kuasanya, maka dengan sangat gampangnya pria itu menghancurkan perusahaan yang menurutnya berpotensi menyaingi perusahaan miliknya. Egois, itulah kata yang cocok menggambarkan pria itu ditambah sangat serakah tidak ingin disaingi oleh siapapun padahal sudah berbagai karma yang menerjangnya tetap saja pria itu tidak berubah menjadi lebih baik melainkan semakin merajalela dengan sifat iblisnya.
Maxim memijat pelipisnya "aku tau pria tua itu akan dengan mudah menguasai markas kita bahkan semua usaha yang sudah aku bangun dari awal" ujar Maxim "aku tidak tahu apa kelemahan dari pria tua itu"ujar Maxim melirik Justin singkat, kepalanya pusing memikirkan itu sekarang.
"Aku tau kelemahannya" ujar Justin tetap dengan pandangan lurus ke depan.
Mendengar itu Maxim menatap Justin penuh tanya "katakan?" Ujarnya.
"Kelemahannya ada pada putrinya" ujar Justin.
Maxim memutar bola matanya malas "kau gila Justin, bahkan semua orang yang berada di kota besar ini tidak berhasil menemui putri dari tuan William yang hilang 24 tahun yang lalu, lantas bagaimana kita bisa mengetahuinya yang tidak tau sekecil apapun tentang putrinya itu" ujar Maxim tidak abis pikir.
"Kau memang sangat bodoh, Maxim" maki Justin.
"Kau? Apa kau mau aku melenyapkan mu, just?"
Justin memutar bola matanya malas "kita akan dengan sangat gampang menemui keberadaan putri pria tua bangka itu asal kau bisa mengunakan otakmu dengan jernih, jangan hanya fungsikan otakmu untuk selangkangan, Max, sesekali gunakan otakmu untuk berfikir lebih luas lagi, selangkangan tidak akan menyelesaikan masalahmu" Hina Justin.
"Maksudmu?"
"Aku sudah menemukan sedikit fakta mengenai putri dari William dan kau tau aku juga sudah menemukan gadis yang aku curigai adalah putri dari William" jelas Justin.
"Kenapa kau tidak memberitahu?"tanya Maxim melirik pria itu sekilas.
"Bukankah sekarang aku memberitahumu?"
Maxim berdecak"maksudku dari awal, kenapa kau baru memberitahu sekarang, seharunya kau beritahu aku dari pertama" cerocos pria itu.
"Ya, aku masih mengumpulkan beberapa data dan menggali informasi mengenai putri William yang hilang itu dan sekarang aku sudah mendapatkan beberapa data tentang anaknya, dan kau kuberi tahu"
"Setelah mengetahui putrinya, kau akan melakukan apa, Max?" Tanya Justin melirik Maxim.
Maxim menyungingkan senyuman iblisnya "Mungkin aku akan mengajaknya bersenang-senang terlebih dahulu dan menghamilinya, sepertinya itu ide yang bagus, maka pria itu tidak akan berani menghancurkan usahaku karena aku ayah dari calon cucunya" ujar Maxim membayangkan.
"Yah, aku setuju dengan Aletta, kau adalah iblis mesum yang hanya memikirkan tentang selangkangan" putus Justin sudah tidak bisa berkata-kata lagi dengan pemikiran pria itu.
"Kau? Kapan kau mengobrol dengan gadisku, Justin?"
"Gadismu?"
"Ya, dia sekarang adalah gadisku, jangan pernah berniat kau akan menggodanya Justin kalau kau tidak ingin aku bantu menuju neraka lebih cepat" ujar Maxim penuh penekanan tidak terima siapapun mendekati gadisnya termaksud Justin sekalipun.
"Aku tidak termasuk ke dalam kumpulan bajingan itu Maxim, aku hanya menanyakan keadaan gadismu usai kau tunjukkan siapa dirimu di hadapannya" ujar Justin menjelaskan agar pria itu tidak salah paham padanya.
"Dia membenciku?"
"Aku tidak tahu, sepertinya dia terkejut"
"Tidak masalah, nanti dia juga akan tau siapa diriku"balas Maxim.
"Dia sudah tau"
"Kau memberitahunya, just?"
"Tidak, kau menunjukkan siapa dirimu di hadapannya, jadi dia menebak dan aku mengiyakan" balas Justin.
"Ah sudahlah, rasanya aku sudah sangat merindukannya" ujar Maxim tersenyum tipis membayangkan Aletta.
"Aku harap kau tidak kaget mendengar kebenarannya nanti, Max"
"Maksudmu?"
"Ya, aku rasa ada sangkut pautnya dengan William"
****
Kini di kediamannya, Aletta tengah asik rebahan menonton tayangan drama Asia di laptopnya. Mumpung hari ini ia berlibur dari pekerjaan yang menyulitkan hidupnya gadis itu menenangkan pikirannya sejenak dengan menonton drama yang dibintangi oleh aktor favoritnya. Ya, itu adalah salah satu best healing nya.
Sejenak, Aletta teringat akan sesuatu, gadis itu menjeda tayangan di laptopnya, ia mengingat obrolannya dengan Justin kemarin mengenai Maxim, jadi pria itu sudah biasa membunuh? Apa pria itu juga termasuk ke dalam komplotan mafia yang menyebar di kota besar ini? Sudah tidak asing lagi bagi setiap orang mengenai penyebaran para mafia kelas kakap yang ada di kota ini, bahkan tidak jarang banyak nya bagian dari keluarga penduduk di sini yang hilang tanpa jejak karena korban dari kepicikan para mafia, apalagi seorang gadis yang hilang secara tiba-tiba di kota ini yang di duga pelakunya adalah seorang mafia dan memperjual belikan para gadis itu. Aletta mengetahui cerita itu semua dari ayah angkatnya dulu.
Jika dugaannya benar, bagaimana dengan nasib Aletta nantinya? Apa gadis itu akan lenyap sebentar lagi oleh Maxim yang merupakan atasannya sekarang, tetapi apa ia peduli dengan nyawanya, toh Aletta sudah menginginkan kematian sejak lama?
Ya sejak lama, dulu Aletta masih ingat dia selalu menjadi tempat amukan orang tuanya semasa ia hidup, lebih tepatnya orang tua yang sudah memungutnya 24 tahun yang lalu, yang mereka katakan Aletta adalah anak dari musuh bisnis orangtua angkatnya yang menyebabkan bisnis mereka hancur dan mereka membalas dendam dengan menculik Aletta saat ia masih kecil. Aletta menerima itu, ia menerima tanggungan dari dosa orangtuanya yang sudah serakah menghancurkan bisnis ayah angkatnya.
Semenjak mereka meninggal rasanya Aletta sedikit lega, setidaknya biarpun dia harus bekerja untuk kebutuhan hidupnya yang terpenting ia tidak mendapatkan hinaan bahkan pukulan amarah ayah angkatnya lagi, biarpun begitu masih terselip sedikit kesedihan untuk mereka, karena bagaimanapun mereka masih mau membiayai hidup Aletta terkadang juga mereka menunjukkan sisi baik mereka pada Aletta, bahkan sangat baik sampai-sampai Aletta benar-benar merasakan sosok orangtua sesungguhnya.
Aletta sendiri penasaran siapa orangtua kandungnya, tetapi dia sendiri tidak mengerti bagaimana caranya agar ia bisa mencari tahu itu semua tanpa ada satupun barang yang bisa menunjukkan bukti atau pertanda siapa orangtuanya. Hanya bisa pasrah menerima semua kenyataan pahit pada dirinya ditambah sekarang ia sudah terjebak kedalam dunia Maxim yang menurutnya adalah dunia gelap penuh misteri. Siapa sebenarnya pria itu kenapa dengan sangat mudahnya membunuh seseorang tanpa pikir? Jika tidak terbiasa membunuh tidak mungkin bukan saat hari itu iya membunuh orang di dekat Aletta menunjukkan sikap yang biasa saja tanpa sedikitpun rasa bersalah ataupun takut setelah menghabisi nyawa seseorang. Bahkan pria jauh lebih santai seperti tidak terjadi apa-apa padahal sebuah nyawa yang sudah ia hilangkan.
Lamunan Aletta tiba-tiba tersadar akan bunyi bel, ia yakin hari libur seperti ini pasti Jouvia yang datang untuk mengganggunya. Dengan langkah malas Aletta keluar dari kamarnya untuk membukakan pintu.
"Selamat siang"sapa seorang pria dengan setelah kaos dan celana pendek, sangat berbeda dari yang biasa Aletta temukan, dengan tampilan seperti ini wajah pria itu kelihatan lebih muda tiga tahun atau empat tahun.
"Kau lupa hari ini hari liburku, jadi kurasa kita tidak ada urusan"ketus Aletta tidak senang dengan kehadiran pria itu.
"Hei, apa hubungannya hari libur, sepanjang hari kita ada urusan, apa kau lupa kita adalah pasangan kekasih?" Ujar pria itu menampilkan senyuman manisnya.
Aletta berdecih, apa dia bilang, pasangan? Sejak kapan seseorang di katakan pasangan tanpa adanya persetujuan dari keduanya, hanya sepihak saja yang menganggap laku apa bisa disebut pasangan.
"Pasangan kekasih di dalam mimpimu" sahut Aletta memasuki apartemennya namun belum sempat gadis itu menutup sempurna pintu itu terlebih dahulu di tahan oleh Maxim.
Aletta berdecak kesal, gadis itu tidak peduli dengan melanjutkan langkahnya ke dalam. Maxim yang melihat itu mengikuti Aletta ke dalam apartemen sempit milik gadis itu.
Maxim memandangi sekeliling ruangan yang ia lewati, matanya tertuju pada sebuah foto keluarga, ada bertiga orang di sana sepertinya itu foto Aletta dengan orangtuanya, lagi-lagi Maxim terfokus pada sebuah pistol tua yang dibiarkan terpajang di dinding itu.
"Kau mempunyai pistol? Apa jangan-jangan kau?" Selidik Maxim.
Aletta memutar bola matanya malas "jangan-jangan apa? Kau pikir aku pembunuh sepertimu, begitu?" Sahut Aletta mengerti dengan pikiran laki-laki itu "sepertinya aku akan mengiyakan dugaanmu itu dengan membunuh dirimu, Maxim" ujar Aletta meraih pistol tua itu dari tempatnya.
"Jangan bercanda, Letta" tegur Maxim mendekati gadis itu.
"Aku tidak pernah bercanda dengan ucapanku" kata Aletta mengarahkan pistol itu tepat di dada Maxim.
"DORR!!!"
"ARGH" jerit Maxim terlonjak kaget dengan suara Aletta yang terdengar melengking, hal itu berhasil membuat Aletta tertawa kencang sembari menahan perutnya.
"Pembunuh takut di bunuh?"sebut Aletta seraya meletakkan kembali pistol itu.
"Kau mengagetkanku"
"Sangat memalukan, aku pikir kau seorang mafia ternyata dugaanku salah, kau hanya seorang pecundang egois yang rela mengambil nyawa seseorang demi keinginan nafsu sialanmu" ujar Aletta menghina pria itu.
"Ya, bagus kalau kau sudah tau itu"
Aletta menatap malas pada Maxim.
"Darimana kau mendapatkan pistol itu?" Tanya Maxim penasaran, ya dia tau pistol itu sudah jarang di temukan hanya sisa beberapa, dan sekarang kenapa gadis ini memilikinya.
"Penting untuk kau tau?"
"Kau tau, aku memiliki beberapa pistol seperti itu dan kau memilikinya juga" balas Maxim.
Aletta mengerutkan keningnya "apa maksudmu, kau pikir aku mencuri milikmu?" Tanya Aletta tidak abis pikir dengan perkataan Maxim barusan.
"Tidak, honey. Kau terlalu berfikir" balas Maxim "aku hanya memastikan darimana gadisku mendapatkan benda itu, aku tau kau tidak menggunakannya" ujar Maxim.
"Itu punya ayahku, dia memberikan itu katanya berjaga-jaga semisal ada orang jahat menggangguku maka aku bisa mengunakan itu untuk melenyapkannya, contohnya pria sepertimu"terang Aletta.
"Ayahmu? Siapa ayahmu" tanya Maxim jadi penasaran.
"Kau tidak perlu tau ayahku karena dia sudah tidur di dalam tanah" ujar Aletta mengabaikan Maxim di sana, gadis itu akan ke dapur sekarang untuk makan, perutnya jauh lebih penting daripada meladeni pertanyaan tidak penting dari Maxim yang membuatnya muak.
Melihat kepergian Aletta Maxim tidak tinggal diam, pria itu mengikuti kemana Aletta melangkah, karena tujuannya ke sini untuk menemui Aletta bukan hanya berdiri di ruangan ini tanpa melihat Aletta.
"Sepertinya kau kelaparan" ujar Justin melihat Aletta yang lahap menyantap makanannya.
Aletta mendongak melirik Maxim singkat masih dengan kegiatannya mengunyah makanan yang ada di mulutnya. Ia mengabaikan saja, toh ia tidak mengundang Maxim ke sini, lagian pria itu datang bukan membuat Aletta tenang melainkan ia malah terganggu dengan kedatangan Maxim.
"Kau tidak berniat menyuguhkan makanan juga untuk kekasihmu?" Tanya Maxim karena tidak mendapat respon dari gadis itu.
Aletta menggeleng "tidak, aku tidak mau jatah makanku untuk besok harus ku berikan pada tamu tak di undang sepertimu, lagian kau untuk apa datang ke tempatku, apa kau mau menumpang makan?" Ujar Aletta menatap Maxim.
Maxim menggeleng "lanjutkan saja makanmu, aku akan diam saja di sini menemanimu"
"Sebenarnya aku lebih suka sendiri"
"Ya, itu karena tidak ada yang menemanimu, dan sekarang aku berniat untuk menemanimu agar kau tidak sendiri" sahut Maxim.
"Tetapi aku tidak menyukainya"
Maxim menghela nafas panjang "jadi, kau mau aku pergi?"
Aletta mengangguk cepat "iya, silahkan angkat kaki dari apartemenku, karena aku ingin menghabiskan waktu liburku untuk sendiri" balas Aletta.
"Aku akan menunggumu selesai makan di ruang tamu" kata Maxim beranjak menuju ruang tamu
Sementara Aletta, apa ia peduli? Oh tentu tidak, terserah bedebah sialan itu mau melakukan apa lagian percuma Aletta mengeluarkan kata-kata untuk mengusirnya dari sini, pasti saja pria itu tidak akan menurutinya.
Aletta sengaja untuk berlama-lama menghabiskan makanannya berharap pria itu bosan menunggu dan memilih untuk pergi dari apartemen Aletta.
Maxim sialan.
Setelah di rasa sudah lama dan ia tidak merasakan adanya tanda-tanda pria itu masih di apartemennya, gadis itu melangkah ke ruang tamu melihat adakah sosok pria itu di sana. Dan sialnya pria itu masih duduk anteng di sana menatap kedatangan Aletta.
"Kau sudah selesai?"
Aletta berdecak sebal seraya duduk di sofa, padahal ia berharap pria itu pulang tetapi harapanya tidak berguna, pria sialan itu masih di sana.
"Kau terlihat lesu, apa kau sakit?" Tanya Maxim.
Aletta mengangguk "aku merasa sakit berada di dekatmu, apa jangan-jangan kau pembawa virus?" Tanya Aletta pada pria itu.
Maxim kau harus bersabar.
"Baiklah aku akan pergi, kau berisitirahat lah untuk hati ini" ujar Maxim berdiri dari duduknya.
Aletta mengangguk "kenapa tidak dari tadi saja kau pergi, kau justru menyebarluaskan virusmu di apartemenku" kata Aletta.
"Bahkan virus saja tidak berani mendekatiku, jangan membuat-buat kata" ujar Maxim.
"Akupun tak peduli, lebih baik kau pergi, wajahmu membuatku muak Maxim Millionaires Jasper yang terhormat" ujar Aletta mengantarkan pria itu sampai ke depan apartemen memastikan ia benar-benar pergi dari tempatnya.
Pria itu tak berucap lagi, dia memilih pergi. Ternyata sakit juga ditolak seperti ini, ia tak pernah merasakan sebelumnya dan sekarang, ayolah sampai kapan pria itu akan bisa sabar dengan penolakan Aletta.
****
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments