****
"Terimakasih Justin, kau sudah membantuku untuk mendapatkan pekerjaan baru" ungkap Jouvia tersenyum hangat pada pria yang kini duduk di sebelahnya itu.
Saat tadi selesai mendapatkan pekerjaan baru, Jouvia di ajak dulu oleh Justin ke apartemennya. Pria itu sudah membantu Jouvia untuk menemukan pekerjaan baru.
"Tidak masalah, aku akan membantu menyelesaikan masalahmu dengan ayahmu itu" balas Justin tersenyum hangat.
Jouvia terharu akan kebaikan Justin padanya"Aku tidak tahu harus membalas kebaikanmu seperti apa, aku pikir kau adalah orang jahat ternyata kau sangat baik, Justin. Bolehkah aku memelukmu?" Tanya Jouvia penuh harap.
Justin mengangguk seraya merentangkan tangannya "peluk kapanpun kau butuh pelukan, Jo" Kata Justin menyambut hangat gadis itu.
Jouvia memeluk Justin, nyaman. Ya satu kata itu dapat mendeskripsikan apa yang kini ia rasakan saat memeluk tubuh kekar itu. Jouvia dapat merasakan wangi tubuh pria itu, rasanya ia benar-benar membutuhkan tempat pelukan seperti ini.
Setelah puas memeluk Justin gadis itu melepaskan "apa aku boleh bertanya sesuatu padamu? Hem kau boleh menjawabnya atau tidak"kata Jouvia ragu-ragu menatap Justin.
Justin mengerutkan keningnya "kau mau bertanya apa?"Tanya Justin.
"Maxim" ujar Jouvia.
"Maxim? Kenapa kau menanyakannya?"
Jouvia menghela nafasnya "pria itu, apa dia menyakiti Aletta sahabatku? Aku takut dia berbuat jahat terhadap Aletta, kau tau aku lah penyebab Aletta terjebak dengan laki-laki itu, seandainya waktu itu aku tidak memaksa Aletta datang ke kelab itu mungkin sekarang hidupnya masih tetap aman tanpa harus di ganggu oleh Maxim" ujar Jouvia memberitahu.
Justin tersenyum tipis "kau tidak perlu mengkhawatirkannya, Maxim tidak akan menyakiti Aletta, pria itu sudah jatuh cinta pada Aletta mana mungkin dia menyakiti gadisnya, dan sekarang mereka sudah berpacaran" beritahu Justin.
"Pacaran? Kau bercanda?" Tanya Jouvia menatap Justin serius, ia tahu betul sahabatnya itu, Aletta tidak akan mudah memberikan hatinya pada sembarang orang apalagi dengan pria yang baru ia temui, lagian selama ini Aletta juga tidak pernah berhubungan serius dengan pria manapun, jadi mana mungkin ia berpacaran dengan Maxim secara tiba-tiba.
"Aku tidak bercanda, Maxim sendiri yang mengatakan, memangnya kenapa? Ada yang salah jika mereka berpacaran"
Jouvia menggeleng "tidak ada, hanya saja aku kaget mendengarnya darimu, kenapa gadis itu tidak memberitahu, sepertinya nanti aku akan memarahinya" kata Jouvia mengingat Aletta.
Justin terkekeh "mungkin saja dia lupa memberitahumu"
"Kau benar"
"Ah ya, kau sendiri? Siapa pacarmu" tanya Jouvia
"Aku? Tidak ada" balas Justin.
Jouvia mengangguk-angguk "sangat sayang sekali, padahal kau cukup tampan tetapi tidak memiliki kekasih" ujarnya.
"Apa bedanya denganmu?" Balas Justin.
Jouvia menggaruk kepalanya, ia lupa jika dirinya tidak ada bedanya dengan Justin, ia juga tidak mempunyai kekasih, ya setelah putus dengan mantannya Jouvia tidak lagi berhubungan dengan siapapun.
****
"Jangan mengikutiku, Max. Aku ingin tidur mengapa kau tiba-tiba ada di sini?" ujar Aletta jengah dengan keberadaan Maxim di apartemennya. Pria itu sedari tadi merecoki Aletta kemanapun ia melangkah, benar-benar kurang kerjaan sekali bukan? Apa ia segabut itu sampai-sampai merecoki Aletta.
"Tidurlah, aku tidak akan menganggu tidurmu, honey," Ujar Maxim.
"Tapi kau pulang sekarang!" Suruh Aletta.
Maxim menatap Aletta "Aku akan tetap di sini menemanimu, aku tidak akan mengganggumu, silahkan tidur" suruh Maxim membiarkan gadis itu untuk berisitirahat.
Aletta menghela nafas kasar lalu beranjak hendak ke kamar namun baru dua langkah ia berjalan di belakangnya terdengar pula langkahan dari Maxim. Apa-apaan pria itu mengikuti kemanapun ia pergi, apa ia sedang di landa nafsu iblis nya itu dan hendak menjadikan Aletta sebagai korban nya begitu? Sangat menyebalkan sekali pria itu. Aletta tidak akan membiarkan laki-laki itu dengan seenaknya.
"Jangan mengikutiku, kau gila Maxim?!" Ujar Aletta benar-benar jengah dengan Maxim yang berlaku seperti itu.
"Aku hanya akan melihatmu tidur, aku tidak akan melakukan apa-apa, silahkan tidur" balas Maxim tetap tenang dengan dirinya.
Aletta berdecak kesal "Ayolah, bagaimana bisa aku tidur dengan kau yang merupakan seorang pria masuk ke kamarku? Apa kau pikir aku sepolos itu untuk tidak mengerti dengan otak mesum mu itu?" Ujar Aletta menggebu-gebu di hadapan pria itu.
"Kau ini kenapa? Aneh sekali, kau tau? Kau seperti orang yang hendak berpindah alam saja mengikutiku terus seperti esok kau sudah tak bernyawa lagi, apa kau ingin mati? Ah kau benar-benar aneh sekali" Aletta benar-benar frustasi dengan kehadiran Maxim secara tiba-tiba dan di tambah tingkahnya sangat aneh sekali, apa yang terjadi dengan pria itu sebenarnya.
"Iya, aku merasa besok aku akan mati" sahut Maxim.
Aletta membelalakkan matanya mendengar sahutan dari pria itu"Jangan gila Maxim, lebih baik kau pulang dan istirahat, sepertinya kau kelelahan, tenangkan pikiranmu" suruh Aletta.
Maxim menghela nafas "yasudah aku pulang, kau sungguh tidak peka, aku hanya merindukanmu tetapi kau tidak menyadari" ujar Maxim lesu "beberapa hari kedepan aku tidak akan ke kantor, jangan merindukanku" kata Maxim sebelum pergi dari sana.
Aletta tidak mempedulikan, gadis itu masuk ke kamarnya membiarkan Maxim pulang, tujuan gadis itu sekarang adalah tidur menghilangkan rasa lelahnya, padahal ia ingin tidur dari tadi tetapi Maxim malah datang tidak tahu dengan tujuan apa, kurang jelas menurutnya. Jika ia mau pergi ya silahkan tinggal pergi, memang seberpengaruh itu dirinya bagi Maxim?.
****
"Aletta, kau benar-benar sudah tidak menganggapku? Bagaimana bisa kau berpacaran dengan seseorang dan tidak menceritakannya kepadaku, apa kau sudah tidak menganggapku lagi, Letta?"
Aletta yang tengah menatap tayangan di laptopnya sambil menikmati cemilan terlonjak kaget oleh suara Jouvia yang terdengar keras menggebu-gebu memarahinya membuatnya mengerutkan dahi tidak mengerti apa maksud dari amukan gadis itu, apa gadis itu kerasukan setan dan berujung marah-marah, ah benar-benar menyebalkan, padahal baru tadi Maxim berulah di kamarnya dan sekarang? Jouvia juga ketularan aneh seperti Maxim begitu?
"Kau kenapa Jo? Apa kau setres?"Tanya Aletta tetap tenang menatap gadis itu dengan wajahnya yang terlihat kusut.
Jouvia menghela nafas "cepat jelaskan kepadaku" ujar Jouvia menutup laptop milik Aletta dan memindahkannya ke atas meja lalu gadis itu duduk di hadapan Aletta menunggu penjelasan yang akan Aletta sampaikan pada dirinya.
Aletta mengerutkan keningnya semakin tidak mengerti dengan maksud gadis yang kini di hadapannya itu "jelaskan? Apa yang harus aku jelaskan, Jo?" tanya Aletta masih tidak mengerti.
Jouvia memutar bola matanya malas "jangan berpura-pura tidak tahu, Letta. Cepat katakan sejak kapan kau berpacaran dengan, Maxim. Kenapa kau tidak memberitahu sahabatmu ini? Apa kau sekarang sudah tidak mengganggap ku lagi dan tidak bercerita padaku?" Ujar Jouvia meminta kejelasan, bagaimana Aletta melewatkan dirinya dengan berita itu, kenapa ia harus tau di Justin bukan Aletta sendiri, Jouvia tidak terima itu karena Aletta biasanya akan bercerita kepadanya tentang kejadian-kejadian yang di alaminya.
Aletta mengerti sekarang, jadi sahabatnya itu sudah mengetahui hubungan tidak jelasnya itu. Pantas saja, karena sebelumnya Aletta jika berkenalan dengan pria pasti menceritakan pada Jouvia meskipun pada akhirnya ia tidak memiliki hubungan lebih dengan pria-pria itu hanya berujung jadi teman lalu lama kelamaan menjadi asing, karena sikap Aletta yang sulit di mengerti membuat semua pria tidak tahan dengannya. Aletta juga tidak memperdulikan, toh bagus dengan begitu ia bisa menemukan orang yang benar-benar serius menginginkannya dengan mengetahui sifat luar dalamnya.
"Aku juga tidak tahu sejak kapan aku berpacaran dengan pria itu" balas Aletta "apa aku benaran berpacaran dengannya?" Ucapnya balik bertanya tidak mengerti dengan situasinya sekarang, karena itu terjadi secara mendadak bukan? Aletta tidak bisa memastikan sekarang mengenai hubungannya, entah serius atau sekedar bercandaan saja yang buat oleh Maxim, pria itu tidak bisa Aletta tebak.
Jouvia berdesis "kenapa kau bertanya padaku, kau yang menjalin hubungan, Letta. Bukannya kau membenci pria yang kau katakan menjijikkan itu lalu sekarang mengapa kau berpacaran dengan dia, kau sangat aneh!" kata Jo tidak abis pikir dengan sahabatnya itu, Kenapa dia tidak konsisten dengan ucapannya, seolah menjilat ludahnya sendiri karena berpacaran dengan orang yang ia katakan sangat ia benci.
Aletta mengusap wajahnya "Dia sendiri yang mengklaim diriku sebagai pacarnya lalu aku harus apa? Menolaknya? Aku sudah melakukan itu tetapi tidak ada hasilnya, jadi biarkan saja hubungan tidak jelas ini entah berjalan sampai kapan, mungkin sampai pria itu menemukan kekasihnya lagi? Aku tidak tahu Jo," Ujar Aletta sepasrah itu.
"Oh, God. Sangat rumit sekali" ujar Jouvia merebahkan tubuhnya di sana.
Aletta juga ikut merebahkan dirinya di sana"Benar-benar rumit, Jo. Tapi sudahlah tidak perlu di pikirkan toh kedepannya juga akan berjalan dengan jalannya sendiri, jadi aku akan mengikuti bagaimana arahnya saja jika dipikirkan akan membuatku pusing saja" kata Aletta.
"Aku harap pria itu tidak punya niat buruk, Letta. Aku takut kau akan kenapa-napa"kata Jouvia melirik Aletta prihatin.
"Kau tidak perlu khawatir, aku akan baik-baik saja, lagian hanya berpacaran," balas Aletta menghilangkan kekhawatiran yang ada pada sahabatnya itu
"Iya, benar"
"Apa kau sudah mendapatkan pekerjaan baru?" Tanya Aletta mengalihkan pembicaraan, tadi pagi Jouvia mengatakan pada Aletta jika gadis itu akan mencari pekerjaan baru karena ia sudah keluar dari pekerjaan lamanya agar nanti ayah gadis itu tidak mencarinya ke sana.
Jouvia mengangguk "Sudah, besok aku sudah mulai bekerja" balas Jouvia "menurutmu apa nanti ayahku akan mencari keberadaanku? Aku takut semisal dia menemuiku dan marah karena tidak menuruti keinginannya" ujar Jo teringat akan ayahnya yang tidak suka dengan penolakan apalagi Jouvia sengaja menghilang dari ayahnya pasti sekarang pria itu kesulitan mencari dimana Jouvia berada.
"Hei, kau jangan terlalu memikirkannya, percayalah Justin akan membantumu menyelesaikan masalah ini" kata Aletta meyakinkan sahabatnya agar tidak terlalu memikirkan karena itu akan berdampak buruk pada gadis itu jika terlalu berfikir.
Jouvia mendesis, berada di situasi ini benar-benar membuatnya bimbang, ia tidak siap jika nanti ayahnya akan marah dan berlaku kasar terhadapnya. Pria itu memang nekat semenjak akhir-akhir ini, terlalu arogan jika sudah kehabisan uang atau kalah dalam berjudi dan berdampak buruk pada Jouvia, menjadikan gadis itu tempat amukannya. Dajjal sekali memang ayahnya itu tetapi bagaimana lagi, ia hanya bisa pasrah dan sekarang lagi mencoba untuk menghindar dari laki-laki itu.
Tidak sekali dua kali Jouvia mendapat pukulan dari ayahnya, ketika Jouvia tidak ada uang untuk di berikan kepada ayahnya itu maka pria itu akan dengan tega memukulinya menganggap Jouvia tidak becus dan mengungkit-ungkit nafkah yang ia berikan pada Jouvia selama ini. Untuk menghindari itu Jouvia dengan sebisanya bekerja paruh waktu di berbagai tempat agar ia ada banyak uang saat ayahnya meminta uang padanya agar ia tidak di pukuli atau di caci maki dengan perkataan menyakitkan dari mulut pria itu.
Perkataan pria itu memang benar tetapi kenapa harus di ungkit padahal itu sudah berlalu? Jouvia bahkan tidak meminta agar pria itu dulu memungutnya, salah pria itu sendiri yang mau memungutnya. Jika ia tidak memungut Jouvia saat ia kecil pasti pria itu tidak akan kesulitan membiayai hidup Jouvia sampai ia besar.
"Aku takut dia juga akan terseret ke masalahku" ujar Jouvia menghela nafas.
"Jangan khawatir, kita ikuti saja bagaimana nantinya, kau percaya tuhan bukan? Dia pasti akan membantu hambanya, kau harus yakin itu" kata Aletta lagi-lagi meyakinkan Jouvia agar tetap tegar dengan masalahnya ini.
"Aku berharap begitu"
Aletta tersenyum samar ikut merasakan apa yang di rasakan sahabatnya "Bagaimana kalau kita nonton series aktor favorit mu? Aku rasa itu akan sedikit membuatmu lebih tenang dan melupakan masalahmu" ajak Aletta berusaha menghibur Jouvia dengan menonton tayangan dari aktor favorit gadis itu.
"Aku setuju" ucap gadis itu antusias.
Mereka memutuskan untuk nobar seraya melupakan masalah sejenak. Dengan terbawa oleh series yang di tonton mereka maka masalah yang kini ada di kepala mereka akan hilang sejenak sampai nanti mereka sadar kembali dengan derita hidup yang mereka bawa.
****
TBC.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments