13

****

"Kemana saja kau, apa kau sengaja menghilang" seorang pria menarik Jouvia ke pinggir agar tidak menghalangi pejalan kaki lainnya.

Sontak saja Jouvia membulatkan matanya sempurna, gadis itu menelan ludahnya susah payah. Kenapa ia harus bertemu sekarang.

"Jo, apa kau bisu?"

"A–ayah" ujarannya terbata

"Mengapa kau menghilang? Ayah sudah susah payah mencarimu, apa kau sengaja agar ayah tidak jadi menjodohkanmu dengan teman ayah itu?" Tanya Anji menatap Jouvia.

"Ayah, bisa kau tidak membahas perjodohan konyol itu terus, aku tidak akan pernah mau di jodohkan dengan pria tua itu" sentak Jo entah mendapat keberanian dari mana.

"Kau sekarang sudah berani melawan ayahmu? Apa kau lupa aku yang sudah menghidupimu saat dulu kau aku pungut? Apa kau tidak bisa membalas jasaku dengan menuruti kemauanku, lagian nanti kau akan hidup bahagia di penuhi kekayaan setelah menikah dengan pria itu, daripada sekarang kau luntang-lantung mencari uang kesana kemari"ujar Anji memberitahu Jouvia

Jouvia menghela nafasnya, kenapa pria itu selalu mengungkit-ungkit masa lalu, lagian seandainya dulu ia tidak mau menghidupi Jo dia pun tidak masalah, lebih baik dulu dia mati saat masih bayi dan belum memiliki dosa daripada hidup sampai sekarang, bukannya ia bahagia melainkan ia menderita apalagi selalu di teror oleh ayah nya itu

"Ayah yang mempunyai utang di mana-mana kenapa harus aku yang jadi taruhannya? Bahkan aku tidak memintamu untuk menghidupiku dulu tetapi sekarang kau mengungkit-ungkitnya"ujar Jouvia menatap Anji takut-takut.

"Kau melawan?"

Jouvia memberanikan diri menatap mata pria itu "iya, aku sudah dewasa. Aku punya hak atas diriku, kau tidak bisa memaksaku, ayah"ujar Jouvia.

Anji menyeringai "anak tidak tahu diri" ucapnya "ikut bersamaku sekarang, aku akan membawamu ke tempat temanku dan kalian akan segera menikah" ujar Anji menarik tangan Jouvia.

"Aku tidak mau!" Kata Jouvia menyentakkan tangannya membuat Anji menatap gadis itu dengan sorot mata tajam.

"Jangan membuatku emosi, Jo!" Peringat nya.

"Aku tidak akan ikut bersama ayah" tekan Jouvia yakin.

"Ikut atau aku akan menyeretmu?" Titah Anji

*Aku tidak mau!"

"JO!!"peringat Anji.

"Aku tidak mau ayah, kenapa kau selalu memaksaku, selama ini aku sudah bersabar menerima amarahmu saat kau kalah dalam berjudi dan kau marah-marah padaku karena uangmu habis dan kau terlilit hutang, bahkan hampir semua gajiku kau ambil ayah meskipun begitu kau masih mengasariku apa itu masih kurang untuk membalas jasamu? Aku sudah membayarnya dengan fisik dan juga mental, kau tau ayah" ujar Jouvia dengan nafas terengah-engah menahan emosinya yang kian memuncak.

"Dan sekarang kau mau menjualku pada temanmu? Aku tidak akan pernah mau, kau ingat itu ayah, aku tidak akan pernah mau!" Kata Jouvia menegaskan.

Anji memelototi gadis itu, bisa-bisanya ia membantah perintahnya, sejak kapan ia kembangkang seperti ini.

"Jangan jadi anak pembangkang, Jo!"Kata Anji.

"Aku bukan anakmu, jadi kau tidak usah ikut campur lagi urusanku, silahkan kau pergi dari sini" usir Jouvia.

Anji mengepalkan tangannya mendengar ucapan gadis itu, ia tidak suka di bantah dan selama ini Jouvia selalu menuruti apa kata-katanya, tangan Anji terangkat untuk melayangkan pukulan pada Jouvia.

"Jika saja tanganmu mengenainya sudah ku patahkan tanganmu sekarang juga"

Jouvia yang tadi menutup matanya seketika kembali membuka mata mendengar suara yang tidak asing baginya.

"Justin?!"

"Siapa kau? Tidak usah sok jadi pahlawan kesiangan" ujar Anji menatap Justin dengan tatapan remeh "dia putriku jadi terserahku untuk melakukan apa, kau tidak usah ikut campur, urursi saja urusanmu" kata Anji.

"Sekarang urusanku menyingkirkamu agar tidak menggangu Jouvia lagi" kata Justin menatap pria itu dengar tatapan penuh kebencian.

Anji tertawa mengejek "bagaimana bisa kau menyingkirkan seorang ayah dengan anak, ayolah anak muda kau tidak usah ikut campur urusanku, lebih baik kau pergi dari sini biarkan aku berbicara dengan putriku" kata Anji mengusir Justin.

"Ayah sepertimu tidak layak di sebut seorang ayah, bagaimana bisa kau hendak menampar putrimu? Apa kau masih pantas di sebut seorang ayah?" Tanya Justin "ah ya, aku tadi mendengarnya, kau bukanlah ayah kandung gadis ini bukan? Pantas saja kau dengan mudah melayangkan tanganmu untuk menyakitinya, karena dia bukan darah dagingmu" lanjut Justin.

"Iya, di bukanlah anak kandungku dia hanya anak pungut tidak tahu diri yang sudah aku besarkan sampai sekarang tetapi setelah ia besar dia menjadi seorang pembangkang yang tidak menuruti perkataanku" ujar Anji.

"Sebutkan, berapa nominal yang sudah kau habiskan untuk membiayai hidupnya?" Kata Justin menatap Anji.

"Justin, jangan" tegur Jouvia, karena ia paham betul sifat ayah nya itu yang tidak bisa menolak uang, karena ia selalu tidak cukup dengan uang untuk ia habiskan dengan berjudi yang entah apa untungnya bagi pria itu yang ada hanya akan membuatnya kehilangan banyak uangnya.

Justin hanya melirik Jouvia sekilas tanpa berniat membalas ucapan gadis itu, ia kembali fokus pada Anji.

Anji nampak berfikir, siapa pria yang kini di hadapannya, apa ia kekasih dari Jouvia pikirnya, ia tidak perduli itu yang terpenting sekarang ia mendapatkan pertanda baik, yaitu uang akan mengalir di depan matanya, ia tersenyum simpul menatap Justin.

"Apa kau yakin akan mampu membayarnya? Menghidupi gadis tidak berguna itu sampai sekarang tidaklah sedikit, kau pikir-pikir dulu, apa gunanya kau membantunya, lebih baik ia aku nikahkan dengan temanku yang merupakan orang kaya agar ia tidak lagi menyusahkan" kata Anji.

"Sebutkan nominalnya, aku akan membayar semuanya dengan syarat kau tidak lagi menganggu Jouvia, apa kau setuju?" Kata Justin.

"Baiklah aku menyetujuinya" putus Anji.

Justin mengangguk mengeluarkan kartu identitasnya dari dalam saku lalu menyodorkannya pada Anji "hubungi aku nanti dan katakan nominalnya, nanti aku akan mengirimkannya" ujar Justin.

Anji tersenyum kecil menerima kartu itu lalu melirik Jouvia sekilas "aku akan menghubungimu segera" kata pria itu.

"Iya, aku tunggu"

Anji mengangguk lalu pergi dari sana meninggalkan Jouvia dan Justin di sana. Jouvia benar-benar merasa malu sekarang, ulahnya sekarang Justin juga ikut terseret-seret, ia tidak tahu nanti ayahnya akan meminta berapa kepada Justin, ia tahu pria tua itu sangat gila bisa memanfaatkan situasi yang menguntungkan baginya, bagaimana jika nanti ia memoroti Justin dengan meminta nominal yang tidak masuk akal? Jouvia benar-benar khawatir akan hal itu.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Justin melirik Jouvia yang sejak tadi menunduk.

Jouvia menggeleng lalu mendongak "ayahku pasti akan meminta uang yang banyak padamu" kata Jouvia "aku minta maaf, just. Aku akan mencicilnya nanti padamu" kata Jouvia tidak enak hati.

Justin tersenyum tipis seraya tangannya terulur mengelus kepala gadis itu "kau tidak perlu khawatir, aku akan mengurusnya, yang terpenting sekarang kau sudah aman dari gangguan ayahmu" kata Justin menenangkan Jouvia.

Aman? Iya Jouvia sekarang aman dari Anji tetapi ia tidak bisa tenang berapa uang yang akan di mintai pria itu nantinya pada Justin.

"Kau tidak perlu membayarnya, just. Ini urusanku kau tidak perlu susah-susah membantuku, nanti aku akan memberi pengertian pada ayahku agar ia tidak jadi menjodohkanku dengan temannya" kata Jouvia menatap Justin.

"Tidak perlu di pikirkan, sekarang kau mau kemana?" Tanya Justin.

Jouvia menghela nafas "tadi aku ingin pergi keluar sebentar bosan di apartemen sendirian karena Aletta hari ini bekerja tetapi sialnya aku bertemu dengannya" keluh Jouvia.

Justin mengerti "bagaimana kalau sekarang kau ikut denganku?" Tanya Justin.

Jouvia menatap Justin "apa kau tidak bekerja? Kenapa kau bisa ada di sini?" Tanya Jouvia.

"Aku tidak sibuk hari ini" balasnya "ah tadi kebetulan aku lewat sini dan melihat kau sedang mengobrol dengan pria itu lalu dia ingin memukulmu dan aku menahannya"

"Silahkan masuk ke mobilku" kata Justin menyuruh Jouvia.

Gadis itu menurut.

"Kau akan membawaku kemana?" Tanya Jouvia saat mobil sudah berjalan.

Justin melirik Jouvia "taman, apa kau suka?" Tanya Justin.

Jouvia mengangguk "ya, aku suka, bahkan aku sering ke taman saat hatiku lagi tidak baik-baik saja"

Justin tidak lagi menjawab.

Selang beberapa menit akhirnya mobil itupun sampai di taman, Justin memarkirkan mobilnya di area parkiran lalu mereka beriringan berjalan menelusuri area taman yang bernuansa hijau dengan beberapa bunga di sekeliling yang mekar berbagai warna menampilkan kesan indah pada taman itu.

Mereka berhenti di salah satu sisi taman yang lumayan sepi, Justin mengajak Jouvia untuk duduk di sebuah bangku yang tersedia di taman itu.

"Apa kau sering datang ke sini?" Tanya Jo

Justin menggeleng "tidak terlalu, saat aku hanya ingin sendiri aku akan datang ke sini atau tidak aku pergi ke makam orangtuaku"kata Justin.

"Orangtuamu sudah tidak ada?"

Justin mengangguk "iya, mereka sudah meninggal saat aku masih remaja" kata Justin mengingat.

"Mereka meninggal karena apa?"

"Mereka tertabrak saat mengendari motor berdua, sangat menyedihkan, andai saja saat itu aku tidak menolak di ajak mereka mungkin sekarang aku sudah ikut bersama mereka ke alam sana" kata Justin merasakan sesak di dadanya jika mengingat itu.

Jouvia tersenyum samar seraya tangannya terulur mengusap lengan kekar Justin menguatkan laki-laki itu "kau tidak boleh berbicara seperti itu, just. Itu semua sudah takdir tuhan, kau harus mengikhlaskan itu semua" kata Jouvia.

"Kau tau, aku bahkan tidak mengenali siapa orangtua kandungku, apa aku mirip dengan ayahku atau ibu? Ah aku penasaran tetapi aku tidak mempunyai apa-apa untuk mencari tau siapa orangtuaku" kata Jouvia "nasibku tidak jauh beda dengan Aletta, sepertinya kami memang di kirim tuhan untuk saling menguatkan karena takdir yang tidak jauh berbeda" terang Jouvia tersenyum kecut.

"Aku akan membantumu mencari tau siapa orangtuamu" kata Justin membuat Jouvia melirik pria itu penuh tanya.

"Bagaimana caranya? Bahkan aku tidak memiliki sedikitpun benda atau barang apapun untuk mengetahui siapa orangtua kandungku" kata Jouvia.

"Akan aku usahakan nanti untuk mencari tahu"

"Terimakasih Justin, kau terlalu baik" ungkap Jouvia tidak tahu lagi harus mengatakan apa pada pria itu.

"Hem, kenapa kau baik padaku just?"Tanya Jouvia jadi penasaran, padahal ia tidak pernah melakukan hal apapun pada Justin kenapa ia mendadak jadi pahlawan untuk Jouvia.

Justin mengangkat alisnya "mungkin karna aku menyukaimu?" Ujarnya tidak pasti.

Jouvia mengerutkan keningnya "huh? Kau bicara apa"

"Tidak apa-apa, lupakan" kata Justin memalingkan wajahnya ke arah lain.

Jouvia tersenyum tipis sangat tipis, kenapa perasaannya jadi menghangat? Ah tidak mungkin, kan ia baper dengan perkataan ragu Justin barusan.

"Ehem aku jadi lapar, apa kau masih mau berkorban membelikanku makan, just?" Tanya Jouvia mencoba mencairkan suasana yang tiba-tiba jadi cangung.

Justin tersenyum kecil mendengar pertanyaan gadis itu "tentu, akan lebih tidak terbatas pengorbananku jika kau nanti menjadi milikku" katanya.

"Ah jangan begitu, aku akan jadi gadis matre jika kau terus mengorbankan uangmu untukku" kata Jouvia.

"Uang tidak seberapa"

Jouvia mengangguk "jadi, apa yang berharga bagimu?"

Justin menatap Jouvia "ibuku dan ibu dari anak-anakku kelak" katanya "dan aku yakin wanita itu nantinya adalah yang kini bersamaku"

Jouvia mengangguk paham, wanita yang kini bersamanya, ah untuk apa juga tadi ia baper, Jouvia benar-benar merasa malu dengan perasaan nya yang murahan sekali gampang baper.

"Ya, ya aku doakan wanita yang kini bersamamu adalah jodohmu kelak, lebih baik sekarang kita cari tempat makan, perutku sudah lapar" kata Jouvia.

****

TBC

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!