Sengsara

Berlari menghindari segala makhluk yang mengganggu. Dia memasuki area pemondokan, di Tengah hujan deras yang mengguyur. Dia tergelincir namun di tahan salah satu santri yang tanpa sengaja melihatnya berlari dari kejauhan. Mengenal jelas bahwa Maryam adalah istri Ustadz Kliwon. Santri yang bergetar melihat keadaannya sebisa mungkin menahan diri agar tidak menyentuh Maryam dalam Gerakan tubuhnya yang tertatih.

“Maaf kalau saya lancang, ibu kenapa terburu-buru ke pondok sampai hujan-hujanan seperti ini?”

“Saya___ “

“Astaghfirullah al’adzim ibu Maryam!” Para ustadzah yang datang segera membantu bergegas membawanya ke dalam ruangan.

Kejadian tadi di luar dugaan, Tumang duduk melamun di sudut dinding memikirkan Maryam yang menggigil tampak sangat ketakutan. Dia juga mengaitkan keganjilan tak kala selepas kepergian Boy. Bekas Kasur Boy yang terletak di samping kasurnya terkadang sering terdengar seperti ada aktivitas Boy yang biasa dia lakukan. Kali ini sosok menyerupai Boy sedang duduk membungkuk membelakangi.

Dalam benak Tumang yaitu apakah dia sedang melihat hantu. Terlebih lagi kejanggalan tidak terlihatnya para santri sekamarnya. Keringat dingin bercampur sekujur bulu kuduk yang merinding, penampakan Boy yang memalingkan wajah tanpa organ tubuh, pada permukaan menggeliat cacing berjatuhan.

“Argghh! Hantu!”

Berlari meninggalkan kamar, dia seolah-olah sedang berada sendirian di asrama. Semua orang menghilang. Bilik-bilik, ruangan dan Lorong yang sepi. Asap putih menyebar menambah ketakutan yang tidak bisa di gambarkan lagi. Tanpa sadar Tumang berlari ke daerah belakang pondok, berjarak beberapa meter dia melihat batu nisan yang sangat jelas dari kilatan Cahaya petir.

“Aku belum mau mati! Huh!” Tumang memejamkan mata kemudian mencari jalan.

......................

Seperti biasa Butet adalah Santriwati yang sangat suka melakukan hal-hal ekstrim. Mencari udara selepas kepadatan aktivitas yang harus di jalankan di pemondokan. Dia menyukai pohon mangga yang berada di dekat atap sehingga setiap hari menyempatkan diri memanjat pohon dan beristirahat di atasnya. Berjalan keluar, mengulurkan tangan merasakan dinginnya air hujan.

“Yah, aku nggak bisa manjat deh! Tapi kala manjat di kasih tantangan hujan deras pasti lebih seru! Padalah aku udah nggak sabar mau metik buah mangga di atasnya! Huff!” batin Butet.

Gerakan Bersiap memanjat, dia terhenti mendengar suara teriakan. Lagi-lagi dia melihat santriwan itu, terpaksa dia bersembunyi di balik pohon untuk menghindar. Tumang hendak melompati palang pembatas, Butet menghalangi. Raut wajahnya penuh amarah tidak di hiraukan.

Brughh__ “Ahahah! Rasakan tendangan ku!” ucap Butet melipat tangan.

“Eh kok dia pingsan? Tolong!”

Di dalam asrama putri, Butet masih memikirkan keadaan santriwan tadi. Dia merasa bersalah karena menendang hingga pingsan. Bajunya yang basah belum di ganti, Butet Bersiap jika mendapatkan hukuman atas perbuatannya.

“Tet kamu kenapa?” tanya Rati.

“Astagfirullah, Tet dari mana? Jangan-jangan__”

“Ngaco! Aku mau manjat pohon tadi!”

“Apa? Di Tengah hujan gini?” jawab Rati dan Yeti serentak.

Butet menceritakan semuanya, dia masih terus menunggu dan terlalu cemas. Melihat gelagat santriwan tadi hampir mirip dengan Boy yang sebelumnya mengalami kejadian mengerikan. Para teman-teman sekamar mulai saling berbisik. Mereka ketakutan apakah kasus kesurupan yang di katakan para kakak senior akan Kembali lagi.

Malam ini Butet benar-benar tidak bisa tidur nyenyak, dia turun dari Kasur dengan perlahan supaya tidak ada yang melihatnya dia perlahan membuka lemari mengambil senter dan memakai jas hujan. Tepukan dari belakang, Rati yang menggelengkan kepala padanya.

“Aku mau tau kabar anak laki-laki itu!” bisiknya sangat pelan.

“Kalau kau siap di keluarkan dari pondok ya lakukanlah! Bisa jadi juga kau akan di kurung ustadzah kalsum di surau buat merenungi kesalahan.”

“Aku nggak mau berdebat Tik! Kalau kau mau ikut ya ini senter ku ada dua! Ustadzah Kalsum itu adiknya ibu aku. Mana mungkin aku di hukum seperti yang kau bilang”

“Hah? Tunggu__”

Hujan yang di terjang menghalangi pandangan, senter mereka di usahakan agar tidak basah. Perlahan Butet melompati pembatas. Dia melupakan Yeti, tepat di depan gerbang asrama putra Nampak seorang pria yang menyeret dengan tubuh membungkuk. Panggilan Yeti hampir memergoki dirinya, Butet berbalik berlari menutup mulutnya.

“Sstt! Jangan berteriak! Ada yang mencurigakan di depan sana!”

Mereka berdua berubah Haluan, semula ingin memasuki asrama santriwan malah berbelok mengikuti sampai ke area belakang wilayah. Tidak terkira tubuh Yeti yang bergetar, rasa merinding, kedinginan yang mulai menyelimuti di tambah suara aneh yang terdengar. Banyak pepohonan, Semak belukar, dan yang paling mengejutkan yaitu Langkah pria itu terhenti.

Butet menekan Pundak Yeti agar lebih menunduk. Bebatuan tinggi yang menutupi mereka sangat dekat dengan pria yang mulai mengangkat cangkulnya. Mengintip dari sela, aktivitas meletakkan benda-benda, menggali tanah di samping terdengar seperti suara berbisik. Hampir satu jam menunggu, pria itu pergi tapi aroma aneh yang menusuk hidung masih tertinggal.

“Yuk kita pulang aja Tet. Aku nggak mau mencari masalah, kau nggak dengar ada suara aneh?”

“Dasar penakut! Sudah sampai sini kok menyerah gitu aja”

Cahaya senter yang di sorot Butet mengagetkannya sampai senternya terjatuh. Ada galian kuburan yang di atasnya di tabur potongan tulang. Bukan hanya itu, ternyata di depan mereka berjejer banyaknya kuburan yang batu nisannya di ikat kait hitam.

Butet mendekati salah satu nisan, dia melepaskan ikatan yang terasa berlendir. Kilatan petir, angin semakin berhembus.Dia membaca nama yang tertulis Boy, santri yang baru meninggal kemarin.

Berlari membuka setiap ikatan, kain-kain yang sama namun ada banyak nama asing yang tidak terlalu jelas di baca.

“Tet udahan yuk!” panggil Yeti.

Butet menarik menuju ke salah satu kuburan yang ukurannya lebih besar. Di sekitar di susun benda-benda mirip sesajian. Butet yang penasaran ingin mengetahui nama makam, terhalang kehadiran kepakan burung-burung gagak di atasnya.

Suara teriakan pria mengagetkan, mereka berlari sekencang-kencangnya. Senter Yeti yang tertinggal di tahan pria yang melemparkan cangkulnya.

“Cepat!” ucap Butet menariknya.

Wajah Yeti terlihat jelas oleh pria walaupun mereka berhasil melarikan diri. Sesampai di asrama, Butet menyuruh Yeti lebih dahulu ke kamar. Menyadari jika mengadukan ke Kalsum pasti dia akan terkena marah, tapi Butet memberanikan diri mengetuk pintu ruangannya.

Tok_tok_tok (Suara ketukan pintu).

“Ibu, ibu Kalsum! Ini Butet”

Tidak ada sahutan dari dalam, Butet perlahan mendorong pintu yang tidak terkunci itu. Berdiri sosok putih yang melayang di dalam lampu yang berkedip. Butet tidak bisa berkata-kata, lidahnya keluh. Membalikkan tubuh menghindar telah berdiri Kalsum.

“Arghhh!” teriakan keras memecah malam.

Membuka mata , menyaksikan di sampingnya ada kalsum yang berdiri Bersama teman-temannya. Butet ingin sekali mengutarakan semuanya, tapi kali ini tubuhnya terasa sangat lemah dan berat. Selimut yang berlapis-lapis menutup tubuh. Kalsum mengusap keningnya, kekhawatiran tergurai di ujung kelopak matanya yang hampir meneteskan air mata.

Terpopuler

Comments

Anindya K Setiawan

Anindya K Setiawan

Ya Allah ngapain malam malam naik pohon mangga butet? seharusnya baca alquran lebih bagus dibandingkan naik kaya gitu sih!

bikin ketawa aja nih kakak author satu ini, maaf baru mampir ya kak.

2024-02-07

0

cina

cina

Karakter-karakternya begitu hidup dan kompleks, sehingga saya merasa terhubung dengan mereka sepanjang cerita. Saya terutama terkesan dengan perjalanan emosional yang dialami oleh Maryam dan Butet, serta bagaimana mereka berjuang melawan berbagai rintangan dalam kehidupan di pondok pesantren. Selain itu, penulis juga berhasil menangkap nuansa dan atmosfer pesantren dengan sangat baik, sehingga saya bisa membayangkan setiap detailnya. Sungguh cerita yang menggugah hati! Konflik yang kompleks dan karakter-karakter yang kuat membuat saya tidak bisa berhenti membaca. Saya terutama terkesan dengan perubahan yang dialami oleh Maryam dan Butet, serta bagaimana mereka belajar menghadapi cobaan hidup dengan tegar.

2024-02-06

0

9 A BM

9 A BM

konflik dan karakter-karakter yang kuat. Terutama, perjalanan emosional yang dialami oleh Maryam dan Butet benar-benar menggetarkan hati saya. Setting di pondok pesantren juga sangat hidup, miss 🌹

2024-02-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!