Kalau ada burung gagak, berarti ada pertanda buruk. Seorang pekerja yang sedang membersihkan teras pada ubin bagian depan kelas melihat gagak yang bertengger memberikan isyarat buruk. Tidak terkira apa yang di lakukan para pembawa berita kematian atau musibah itu. Nek Sirih mengucap banyak-banyak Istighfar di dalam hati. Dia teringat akan tragedi yang hampir tidak akan pernah dia lupakan.
Tidak ada yang bisa di perbuat, dia menyaksikan semuanya dengan mata kepalanya sendiri. Para pelaku yang masih tersembunyi namun dia hanya bisa berharap kepada sang Illahi semoga tidak ada lagi korban jiwa.
“Bagaimana ini? Aku tidak semuda dahulu yang harus menjadi peserta rangka kejahatan dalam ketidak adilan yang menggunakan kekuatan antah berantah meraup guna paksa ketakutan. Dunia kehampaan mengganggu, mematahkan tulang rapuh” gumam yang tidak berujung.
Pria yang yang berpakaian, kerutan lebih terlihat dalam tergurai memberikan kode dari balik deretan bambu-bambu hitam. Masih tidak ada yang berani membuka suara, Dimana setiap malam obor di nyalakan dari bambu yang di tegakkan itu. Dalam penglihatan para santri yang lebih menggeliat dalam sepasang bola matanya. Setiap bambu yang di tegakkan terkadang seolah memberikan isyarat aneh dalam tanda simbol misteri.
Lima tahun silam
Teringat jelas, tempat ini semula belum berbentuk pemondokan kecil. Perkampungan yang tidak pernah berhenti dari segala gangguan. Setiap senja tiba, hal yang mengerikan tiba. Redup udara panas beraut aroma anyir menakuti. Pintu-pintu rumah dan jendela yang tertutup rapat. Para penjaga perkampungan tidak terlepas dari kabar kematian.
Boncel adalah salah satu penjaga yang hidup selamat dan sampai saat ini masih bisa terlepas dari marah bahaya. Dia banyak bungkam, sampai detik ini dia tidak pernah menguak dan menyuarakan ketakutannya.
“Hari mulai petang, cepat masuk ke dalam rumah!” teriak penjaga kampung.
“Astaga, aku malam ini giliran menyalakan obor. Huuhh, mana cuacanya ektrim.”
Barokot mengeluh, tidak hanya hari ini. Bahkan setiap memasuki giliran berjaga, dia selalu panas dingin seolah sedang berada di ambang kematian. Hari yang tidak pernah terduga, melihat berjaganya Priyo meninggal di santap makhluk halus. Tepat pukul tujuh nol-nol WIB. Barokot melihat jelas Priyo kehilangan nyawa.
“Yok! Kamu gantian yang nyalain di bagian ujung ya. Aku duluan, hiih!! Perasaan ku tidak enak!”
Suara makhluk ganas tidak asing terdengar, benda yang melayang bergerak cepat. Krenda mayat tergantung beraroma busuk yang tidak tertahankan. Di dalam sana tergambar guratan mayat yang berwajah sangat pucat di penuhi segala macam jejak kematian.
Mata kosong, ada pula yang memampangkan sepasang mata mencekam seolah ingin membunuh bagi siapapun yang melihat. Tidak di dalam benda yang tidak berisi mayat di dalamnya. Keranda terbang tertutup kain hitam melahap mangsa. Pekikan kesakitan, darah bercucuran terjerat urat-urat hitam yang menyerap paksa. Tubuh kaku mengejang, sepasang bola mata itu tidak lagi pada tempatnya.
“Argh!” suara jeritan yang perlahan menghilang.
“Boncel, tidak seharusnya kau meninggalkannya sendiri. Aku ini seperti tikus yang tersiram air panas. Tidak punya nyali sekali aku. Tapi begini lah cara ku bertahan hidup” gumamnya yang masih bersembunyi di balik Semak lalu melarikan diri.
Sudah tiga kali dia mengumpankan nyawa teman-temannya demi keselamatannya. Tahun pertama bermula dari Anto, sepupunya sendiri yang dia dorong ke arah makhluk mengerikan itu. Boncel seperti merasa mengetahui kapan kedatangan keranda terbang. Dia yang berhati kejam dan tidak berperikemanusiaan.
“Hal yang paling mematikan adalah menyerahkan diri secara Cuma-Cuma. Aku tidak akan pernah mau di santap setan! Sekarang aku di sebut-sebut yang paling di tuakan dan di hormati di kampung ini. Hahahah!”
Boncel memilih jalan lain, dia melupakan Sirih bahkan mengubah nama aslinya. Tapi setiap hari dia tidak pernah melewatkan apapun yang di lakukan Sirih. Pernah sekali dia menawarkan uluran tangan, tanpa rasa bersalah menyuruh Sirih untuk membantu melancarkan aksinya.
“Kau akan tetap menjadi Wanita tua yang miskin. Wanita sombong seperti mu suatu saat harus di lenyapkan!” gumamnya.
Ajang formalitas yang mengatasnamakan agama adalah hal yang buruk dan jahat. Membaur di dalam suatu tempat suci yang di kotori dengan kelakuan iblis. Belum di sadari khalayak umum, memilah, mengamati dan mencari fakta sesungguhnya.
Tepat sebelum pemondokan berdiri. Perkampungan terpencil itu Bagai terisolasi, karena terlalu banyak gangguan dari tipu daya setan menghembuskan pada telinga, aliran darah dan bersembunyi di salah satu anggota tubuh manusia membuat mengakibatkan hati serta jiwa yang lemah. Rapuhnya keimanan, semakin mempercayai benda-benda yang di anggap sakral.
Tidak terkira Kembali di tanah kelahiran, Maryam terkena mantra pemikat dari Kliwon. Dia tidak seperti seorang Wanita Muslimah yang menjaga adab serta menjunjung tinggi etika.
“Hei, hei Yus apa benar itu si Maryam?”
“Duh sakit, kalau tanya ya nanya aja jangan sambil pijak kaki ku lah!” Manik mata Martah membesar. Dia tanpa sadar menjatuhkan bakulnya.
Pakaian yang di dalamnya berserakan, mereka berdua mematung tidak tidak melepaskan pandangan sampai Maryam berjalan bergandengan tangan Bersama Kliwon menuju ke pekarangan rumah. Maryam yang mereka lihat lebih berpakaian sedikit ketat. Wajahnya yang cantik terlihat lebih menor dengan hiasan lipstik dan pemerah pipi.
Di dalam rumah yang sepi tanpa berpenghuni. Ayahnya yang jarang berada di rumah, beliau lebih banyak menghabiskan waktu di masjid. Meskipun tempat ibadah tersebut letaknya jauh dan hampir mendekati perbatasan kampung.
Sesampainya Maryam bahkan tidak mau melepaskan tangan Kliwon. Sampai dia mendengarkan panggilan suara mbok Suriyani.
“Non sudah pulang? Mau si mbok pijitin? Pasti non kecapaian”
“Hehe, duh nggak usah repot-repot mbok__” balas Maryam yang malah langsung menatap wajah Kliwon, mengalihkan pandangannya.
Suryani merasakan ada aura gelap yang menyelubunginya. Hari itu dia melihat Maryam untuk terakhir kalinya.
Krakk___
......................
Di dalam kamar, Maryam melamun mengenang orang-orang yang sudah dia anggap sebagai anggota keluarga menghilang tanpa kabar. Dia terjekut mendengar suara jeritan yang sangat keras. Maryam membalikkan tubuh. Jendela yang yang terbuka tutup sendiri tanpa ada angin berhembus. Langkah mundur melihat gagang pintu bergerak.
Tok_tok_tok
Pintu terbanting hingga menjatuhkan bingkai foto kaca gambar ayahnya yang tergantung di sisi kanan pintu. Tidak terkira makhluk tidak asat mata membuat kekacauan, penampkan Suryani berwujud mengerikan melayang di depan pintu. Dia memakai pakaian yang sama saat terakhir kalinya bertemu dengannya.
Tangan kaku menunjuk ke arah jendela, Maryam melihat ada sosok yang menyerupai Kliwon membalas tatapan lebih mengerikan.
“Jangan ganggu saya! Pergi!” teriak Maryam histeris.
Kedatangan Kliwon mengguncangkan tubuhnya. Maryam menoleh lalu merasakan sentuhan tangan suaminya begitu kasar dan dingin. Suara retakan tulang, aroma anyir melekat di kulit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
cina
perubahan yang dialami oleh Maryam dan Butet, serta bagaimana mereka menghadapi tantangan hidup di pondok pesantren. Selain itu, penggambaran setting yang detail membuat saya merasa seolah-olah berada di sana bersama para tokoh. Terlebih lagi, twist dan plot twist yang terjadi membuat saya tidak bisa melepaskan cerita ini sampai selesai
2024-02-06
0
9 A BM
terkesan dengan penggambaran karakter yang begitu kompleks dan mendalam. Terutama, perubahan yang dialami oleh Maryam dan Butet sangat menggugah hati. suka dengan atmosfer pesantren yang berhasil ditangkap dengan baik oleh penulis. Twist dan plot twist yang terjadi membuat saya terus bertanya-tanya apa yang akan terjadi selanjutnya 🎆🎆miss
2024-02-06
0
nobari🦕
membuat kita merasa terhubung dengan mereka dan merasakan ketakutan dan kecemasan yang mereka alami.
Ada banyak twist dan peristiwa yang tidak terduga dalam cerita ini, seperti kemunculan makam-makam dan aktivitas mencurigakan di belakang pondok.
2024-02-06
0