Bencana Sihir

Bencana Sihir

kapal layar pilihan Tumang

Pertama-tama kita sampaikan pada dunia, bahwa isi hati ini sedang tidak baik-baik saja. Duduk bersila di bawah pohon rindang, mendongak menghadap langit biru. Siang ini gambaran guratan bias langit tidak terlalu terukir indah gumpalan, melintang dan berbagai bentuk awan. Pasalnya, seorang pelaut dapat mengetahui arus ombak di lautan hanya dengan melihat lukisan di langit siang hari.

Cita-cita Tumang sangat berharap bisa meneruskan angan-angan sebagai seorang pelaut. Dia sangat ingat Sejarah ingatan bahwa asal nenek moyang tanah pusaka dari seorang pelaut. Bisa jadi dengan demikian dia dapat menemukan Wanita yang dia idam-idaman selama ini.

Hari ini lamunannya di buyarkan oleh panggilan Dartok. Dia menepuk jidat melihat Tumang yang memalingkan wajah sambil menggelengkan kepala.

Harapan dan Impian anak muda zaman sekarang terbilang seluas angkasa, angan melambung tinggi tanpa usaha, ikhtiar dan do’a. Hal yang terkait dalam kata sabar juga pangkalan titik terbesar guna menunggu hari pencapaian yang di nanti.

...----------------...

Meneruskan Langkah kecil sebagai salah satu santri biasanya tinggal di pondok (asrama) serta mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian dengan menekankan nilai-nilai moral, iman dan takwa. Akan tetapi tidak ada yang mengetahui rahasia misterius di balik keheningan yang ternyata bersuara keras menggelegar belum terkuat di khalayak umum.

Satu Minggu yang lalu.

Tumang menaiki anak tangga mencari ibunya yang sedang merangkai bunga-bunga segar yang baru saja di petik di halaman kebun belakang. Bu majnun selalu mendukung semua keinginan anaknya, dia juga tidak pernah melewatkan pertanyaan keinginan dan kebutuhan apa yang teruntuk putra tunggalnya.

Tidak dengan hari ini, dia mengernyitkan dahi sampai mengerut kencang di sela meregangkan otot-otot lehernya.

“Apa kata mu tadi Tum?” ucapnya meninggikan nada.

Glek__

Tumang pun mengulangi ucapannya, dia teguh atas keputusannya. Berdiri di depan pintu dengan memasang wajah yang memelas tidak memungkinkan keinginannya tetap kali ini dapat terpenuhi. Majnun menggelengkan kepala, meremas surat lalu mendorong Tumang agar segera berangkat ke sekolah.

“Memangnya kamu bisa jauh dari ayah dan ibu? Ayo cepat nanti keburu terlambat__”

Majnun terhentak melihat Dartok, dia tersenyum sembari mengulurkan tangan hendak mencium punggung tangannya. Kesempatan di ambil Tumang dengan mengguncang pelan lengan ibunya. Bagaimana ini? Di benak Majnun hanyalah menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Dia meminta Dartok menunggu lalu menarik Tumang ke sisi anak tangga.

“Nak, ayah dan ibu sudah mendaftarkan kamu di sekolah favorit. Semua biaya sudah di bayar sampai satu tahun, hari ini hari pertama kamu dan tiba-tiba mau pindah sekolah?”

“Bu, tapi kan Tumang belum jalani sekolah di sana. Lagian Tumang sama si dartok, huuhh! Tumang kan pengen jadi akhi-akhi berpeci.”

“Kalau Cuma jadi kakek-kakek pake peci ya biar ibu belikan!”

“Sssttt! Bu, pela-pelan. Maksudnya Tumang, itu anu bu pengen jadi pak ustadz. Heheh!”

Berdebat Panjang tidak menyelesaikan apapun, masalah semakin besar sebesar keinginan Tumang yang tidak memperdulikan semua nasehat ibunya. Menghela nafas Panjang dalam keterpaksaan menyetujuinya. Dalam waktu singkat, persiapan tiba-tiba di layangkan. Tumang sudah terbiasa hidup berkecukupan, dia tidak memikirkan beban hidup bahkan gambaran kesederhanaan atau hal-hal pahit kehidupan pun tidak terlintas di benaknya.

Manjun yang masih terlalu berat melepaskan anaknya mengutus salah satu pekerja di rumahnya untuk mengikuti.

Suasana halte bus yang ramai, keadaan pasar yang berdesakan dengan para penjual dan pembeli kali di ini di tambah ramai jeritan sorak riang gembira pelepasan kepergian para calon santriwan dan santriwati.

Di pikiran angan-angan Tumang adalah penggambaran suasana yang ada di film-film atau sinetron yang bertema nuansa cinta di dalam pesantren. Tidur yang nyenyak, bangun sesuka hati dan menggunakan fasilitas seperti yang di inginkan.

Di luar dari semua prediksi yang berlebihan, setelah perjalanan dua jam mereka turun dari bus berlanjut menyambung ke sebuah kapal kecil menuju ke sebuah pulau terpencil. Sepanjang perjalanan Tumang memikirkan ucapan ibunya. Tidak biasanya Majnun menangis melepasnya, ibunya juga berpesan agar dia segera Kembali pulang jika tidak kuat menjalani kehidupan jauh darinya.

Semangat dalam tekad yang di tanam Tumang kali ini di isyaratkan dalam selipan foto Wanita yang memakai kerudung warna merah jambu. Dia mengingat lagi bagaimana Wanita itu membalas senyumannya dari kejauhan. Surtinik yang tinggal di dekat rumahnya dan kini menghilang dari pandangan setelah perpindahan tahun semalam.

Bulan ini bukan waktunya musim dingin menghembus kuat menusuk tulang dan mengubah aliran darah yang terasa tidak lagi hangat. Tepat pada penyebrangan kapal menuju dermaga, sejauh mata memandang Tumang tidak lagi menemukan kata nyaman.

“Ughh! Duh! Haduh tulang ku sakit semua” keluhnya sambil bertolak pinggang.

Berbeda dari Dartok yang tertawa sendiri mendongakkan kepala ke atas langit. Dia yang bercita-cita ingin belajar hidup mandiri seolah terkabul dengan pemandangan langka yang dia idamkan. Tidak dengan gambaran pesantren Impian, menuju ke wilayah itu mereka juga harus melewati beberapa padang rumput yang luas, Perkebunan dan tanah yang tandus.

Hembusan angin lebih kencang dan seperti sedang berbisik di daun telinga.

Rombongan para santriwan dan santriwati tiba di depan sebuah bangunan tua. Pemisah bagian bangunan letak pondok-pondok yang berjejer di belakang dengan ciri khas bambu dan berbagai peralatan klasik.

“Yah! Ternyata jarak anak laki-laki dan anak Perempuan sangat jauh! Gimana aku bisa tebar pesona!” batin Tumang mengusap bagian belakang kepalanya.

......................

Seorang pria yang memakai sorban hitam memberii petunjuk mengomando para santriwan baru. Mereka juga tidak bisa membawa semua barang-barang yang di bawa untuk di gunakan di dalamnya. Pria berjanggut yang di belakang pintu memilah benda lalu memberikan nama-nama setiap penghuni kamar untuk di tempati.

“Kita terpisah Tum, semoga kamu sukses!” tepuk Dartok meninggalkannya.

Di dalam kamar yang di beri penerangan sebuah lampu pijar. Hal yang membuat dia tidak tenang adalah melepaskan kebiasaannya bermain hand phone. Dunianya seakan terbalik seratus delapan puluh derajat dengan berbagai kebiasaan bergelimang harta.

Memulai dengan kata bersahaja, membiasakan diri dan mencoba tetap tenang. Tetap saja batin Tumang semakin berkecamuk.

Di pandangan Tumang, bagian dinding bambu menggambarkan usia yang telah melapuk. Cahaya dalam lampu yang remang-remang menyoroti anyaman yang tampak usang. Udara lembap beraroma tradisional menyelimuti ruangan dalam aura berselubung misteri.

Suara desiran angin dan riuh rendah sayup-sayup menyulut kesan yang menggetarkan di dalam kamar bambu. Dalam kegelapan yang hanya di terangi oleh Cahaya yang redup dalam lampu minyak. Bayangan-bayangan aneh terlihat bergentayangan di sudut kamar. Suasana hening terputus sesekali terisak oleh suara gemeretak bambu yang terbawa angin malam.

Setiap suara Langkah yang melintas menciptakan ketegangan dan udara yang terasa padat dengan kehadiran makhluk tidak kasat mata. Bulu kuduk semakin merinding seolah ada sesuatu yang hadir di belakangnya.

Duerrr!

Pria yang menepuk Pundak mengagetkannya. Tumang baru menyadari ada anak laki-laki seumurannya yang memperhatikannya dari atas Kasur. Di dalam kamar ada dua Kasur bertingkat sehingga dia mengitung empat orang yang akan menjadi teman sekamarnya.

“Huuhh! Mengagetkan ku saja! Hampir aja mulut ku ini terucap nama-nama yang ada di dalam kebun Binatang!”

“Heh! Jangan sampai antum ucapkan itu atau antum kena hukum ustad Poni.”

“Apa? Poni?” tanya Tumang kebingungan.

“Ya kami menyebutnya begitu karena terlihat poni saat pecinya terlepas tadi pagi"

“Sudah-sudah kalian ngomong jangan ngawur gitu. Semuanya berdiri sebentar lagi ustadz Kliwon datang”

Sebelum semua benar-benar berdiri di depan pintu, mereka saling memperkenalkan diri dengan ciri khas masing-masing. Pria gemuk Bernama Boy, pria yang menyebutnya antum Bernama janggut dan satu lagi di pria bertubuh tegap dengan pandangan tatapan mata tajam Bernama Wali.

Ustadz Kliwon adalah menantu dari kiyai Sunan yang kabarnya mengambil alih urusan pesantren. Kabar Kiyai yang menghilang di samping itu terlihat gelagatnya yang sedikit mencurigakan. Dia berdiri di antara Lorong-lorong Panjang penghubung kamar-kamar para santri.

Tumang menunduk lalu melirik menahan rasa keringat dingin mengguyur tubuhnya.

“Saya harap kalian tetap menjaga kebersihan kamar, jangan lupa sebentar lagi kita akan melaksanakan hafalan surah di surau. Setiap bilik yang tidak dapat melunasi setoran hafalan maka akan di pindahkan ke bilik perasingan. Guna mempertajam ilmu dan mendapat kesungguhan.”

Ucapan pria itu di tolak tegas oleh Maryam, istrinya yang memperhatikan semua tingkah laku suaminya yang berubah dan semakin aneh. Balasan yang di dapat adalah cengkraman tangan sekuat-kuatnya. Maryam menahan jeritan karena tidak mau ada yang mendengar.

“Kamu nggak usah ikut campur, tinggalkan ruangan saya”

“Tapi Bi, ini masih ruangan milik Abah. Saya sebagai anaknya juga tidak perlu menutup rapat tentang apa yang terjadi tentang ayah saya.”

“Cepat pulang atau kamu akan menyesal..”

Urat mata Kliwon merah menyala, ruangan terasa sangat lembab tak kala dia tersenyum menyeringai. Tangisan Maryam yang tidak bisa lagi di bendung telah tumpah ruah.

“Apa yang terjadi pada suami ku?” gumamnya di dalam tangisan.

Terpopuler

Comments

Madona

Madona

Pesantren hantu yang dipenuhi rahasia kelam menjadi panggung bagi ketakutan sejati. Arwah para santri yang masih gentayangan dan teror makhluk astral membawa para santri ke ambang kehancuran. Apakah mereka mampu bertahan menghadapi serangan arwah dan ketakutan yang semakin nyata? Ikuti kisah horor ini dan rasakan sensasi teror yang sesungguhnya! #PesantrenHantu #TerorSetan #MisteriMalam

2024-02-10

0

mipa 5

mipa 5

Pertemuan kembali dengan teman-teman satu saungnya hanya membuat kebingungan semakin memuncak. Keanehan di sekitar pesantren semakin terasa, terutama ketika para pekerja berpakaian hitam mulai menggelar sesuatu di sekitar asrama putri. Tidak ada yang bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, tapi satu hal yang pasti, misteri yang menghantui pesantren ini belum juga terpecahkan. Tumang dan Butet melihat segalanya terjadi di hadapan mata mereka, menyaksikan Santri lain yang berjuang keras melawan gangguan makhluk astral. Namun, semakin lama, serangan itu menjadi semakin tak tertahankan baginya. Seakan ada api yang membara di dalam tubuhnya, menyulut rasa sakit yang tak terlukiskan. Mereka berjuang melawan gangguan tersebut, tiba-tiba terserang oleh penyakit lamanya yang kembali muncul tanpa diduga.

2024-02-09

0

Madona fire fox

Madona fire fox

Rahasia yang lebih besar terkuak ketika beberapa pria berpakaian hitam tiba-tiba muncul dan menggeledah gudang, menemukan para santri yang sedang bersembunyi. Teriakan meminta pertolongan terdengar hingga ke kejauhan, namun saat teman-teman mereka berusaha menyelamatkan, mereka malah diseret masuk ke dalam hutan oleh makhluk halus. Joko menyaksikan kejadian itu dari kejauhan, kepanikan melanda hatinya. Namun, keanehan baru saja dimulai. Saat dia berusaha memberitahu Tumang, rekan satu saungnya, mereka malah diseret ke dalam kegelapan hutan yang dipenuhi oleh kabut pekat. Penampakan yang tak terduga dari sosok yang seharusnya sudah tiada membuat mereka semakin bingung, apalagi ketika mereka kehilangan arah dan tubuh Tumang tiba-tiba jatuh ke dalam jurang.

2024-02-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!