Bab 6

"Ayse! Kamu baik baik saja? Oh sungguh, kamu membuat ku gila Ayse!" *Bagaimana tidak, pekerjaan yang seharusnya bisa ia kerjakan pelan pelan dan juga bisa ia selesai di rumah semua. Tapi tadi, setelah Ayse menghubungi nya kalau dia masuk rumah sakit setelah menolong seorang pria. Yang tentu saja, ia segera menyelesaikan pekerjaan nya dengan membabi buta.

Begitu selesai ia langsung meluncur ke sini. Seandainya ia bisa terbang, sungguh ia akam terbang. Sungguh aku bisa segera gila jika tidak segera melihat sahabat nya ini*.

Seorang wanita hadir di antara mereka dan langsung memeluk Ayse.

Rambut pendek hitam, kulit putih, memakai setelan jas kantor dan memakai kaca mata.

Firaz perlahan bangkit berdiri sembari melihat meneliti wanita di depannya. Siapa dia, apa dia yang namanya Sina.

Ayse membalas pelukan Sina sembari tersenyum manis.

"Aku baik baik saja, lihatlah." Ayse melepaskan pelukan serta membentang kan kedua tangannya. Memperlihatkan kondisinya pada sahabatnya kalau dia baik baik saja.

"Hik, apa nya yang baik baik saja? Lihat tangan mu ini? Dasar..."

"Apa kau yang namanya Sina? Teman Ayse,"

Sina yang tadinya shock melihat perban di pergelangan tangan Ayse. Yang otomatis mengomeli Ayse, layaknya seorang ibu.

Sina melihat Firaz. Ia kenal Firaz, kaka Ayse sahabatnya. Dan juga sudah bertemu beberapa kali. Namun, mereka tidak saling kenal satu sama lain. Ia tahu karna Ayse memberitahu dan menunjukkan nya dari jarak jauh.

"Ah ya, aku tahu kaka. Kak Firaz, kaka Ayse."

Firaz mematung lalu melihat Ayse.

"Ayse yang perkenalkan dulu. Saat malam resepsi paman Ardi," Ayse menjelaskan kebingungan Firaz.

"Ah.. Ya. Terima kasih sudah mau jadi teman adikku yang keras kepala ini. Seperti nya kamu sangat baik dan perhatian sama Ayse."

"Tentu saja! Kami sudah berteman selama 6 tahun. Dan apa itu terima kasih? Kak Firaz tidak perlu melakukan itu. Kami teman se jiwa raga," Tegas Sina.

Ayse mendelik mendengar ucapan Sina. Yang ada ia di perlakukan seperti anaknya dia.

Ayse memilih menghela nafas sebelum sadar satu tatapan pertanyaan untuknya.

"Tidak semua teman aku perkenalkan sama kaka kan?"

Firaz memilih mengacuhkan Ayse dan melihat Sina.

"Jadi malam ini sepertinya Ayse mau menginap di tempat mu. Apa kamu mengizinkan dia untuk mengin..."

"Apa ini? Apa kak Firaz sedang meminta izin untukku? Sama teman ku sendiri?" Ia sungguh tidak percaya ini.

Pangkat kakaknya sungguh sangat tinggi di kepolisian. Tapi sepertinya tidak dengan kepalanya...

"Ayse! Tetap saja kaka harus minta izin. Kamu adik aku, jadi kamu tanggung jawab aku jadi..."

"Apapun yang mengenaimu itu tanggung jawab kaka," Ayse menyambung malas ucapan Firaz. Yang sudah ribuan kali kupingnya dengar.

Sina melihat interaksi kakak beradik di depannya.

"Ternyata kalian selucu ini ya! Gemessss..." Sina mengekpresikan wajah gemes.

Ayse mau tidak mau hanya bisa menghela nafas.

"Ku rasa tidak memperkenalkan kalian berdua selama ini adalah hal yang bagus," Jengkel Ayse melihat Firaz dan Sina.

"Sudah sekarang kak Firaz pulang. Kaka sudah lihat dan bertemu Sina kan? Sekarang cepatlah pulang sebelum kak Arin mengunci kaka di luar," ujar Ayse sembari menolak punggung kakaknya ke pintu lobby.

"Tapi kaka mau..."

"Melihat kami pergi dulu? Tidak perlu, cepat pulang sana."

"Tapi kalian berdua..." Firaz terus bicara sembari menoleh melihat kebelakang di mana Ayse terus menolaknya.

"Kami baik baik saja! Tempat tinggal Sina tidak jauh dari sini. Jadi kaka tenang saja,"

"Baiklah, kaka pulang. Lepaskan ini dulu,"

Sampai di luar pintu lobby Ayse melepaskan Firaz.

Firaz melihat Sina yang ternyata mengikuti mereka dari belakang. Firaz meraih dompetnya dan mengeluarkan beberapa daun merah di sana.

Ayse melihat hal itu tapi membiarkan.

"Ini pakailah, beli apapun yang kalian mau makan baik malam ini, besok atau lusa. Aku harap aku tidak membebanimu menampung adikku sementara,"

Sina sontak saja melebarkan kedua matanya. Dan penolakan tentu saja terjadi. Sina menolak,

"Kak Firaz tidak perlu melakukan ini. Aku suka dan antusias Ayse mau menginap di tempat Sina. Kak Firaz tidak perlu melakukan ini,"

"Ambilah Sina! Ini rasa bersalah ku,"

Ayse hanya bisa melihat duit di depannya lalu melihat Sina yang menolak lalu melihat Firaz yang memaksa.

Ayse mendesah lelah.

"Tapi sungguh tak apa kak!" Sina masih tetap tidak mau.

"Saya yakin ini sangat bergun..." Srak

Kedua pasang mata melihat daun merah melayang di depan kedua mata mereka. Yang di tarik paksa oleh Ayse.

"Tentu saja sangat berguna! Orang bekerja siang malam untuk lembar kertas ini. Ada yang saling membunuh untuk kertas ini dan satu lagi. Menekan yang di bawahnya hanya untuk... Daun ini." Ayse mengibaskan uang Firaz tadi di hadapan wajahnya.

Ayse beralih melihat Sina.

"Nah Sina terimalah. Asal kamu tahu saja, kakak ku suka berbagi dan dia sangat dermawan. Dan ketika dia kasih maka terimalah. Meski dirimu memiliki banyak uang. Kakak ku! orang yang suka membagi bagi uangnya,"

Firaz terdiam dan menelan ludahnya. Itu karna dia selalu menolak uang bulanan dariku.

Firaz tersenyum ke Sina lalu kembali melihat Ayse.

"Kalau begitu kaka pulang sekarang..."

"Dari tadi sudah Ayse suruh!"

Firaz melihat Ayse. Sama sekali tidak ada kekesalan di sana.

"Jaga diri kalian, kalian perempuan. Tutup pintu rumah, jendela dan pastikan..."

"Eurghhh...Kak Firaz!" Ayse mengerang dengan rentetan pengaturan dari Firaz.

"Tapi benarkan?"

"Sina tinggal di apartemen bukan perumahan atau apapun itu yang kak Firaz khawatirkan,"

Firaz terdiam dan berpikir beberapa saat.

'Apartemen?'

Firaz melihat Sina.

Sina yang merasa di lihat tersenyum tulus.

"Benar, kak Firaz tenang saja. Ayse akan aman aman saja kok," Sina menimpali.

"Baiklah, kaka pulang. Kalau ada apa apa segera hubungi kaka. Kamu dengar kan?"

Ayse memilih melihat Sina yang hanya tersenyum ke arahnya.

"Baiklah, ada lagi?" Ayse sudah capek sudah menandatangani kakak nya.

"Tidak itu saja. Kaka pulang dulu, oh jangan lupa hubungi kak Arin..."

"Sedetik lagi kaka tidak segera pergi. Aku tidak akan menghubungi kak Arin," Akhirnya aku bisa mengancamnya dengan ini.

"Baiklah, nikmati waktu dan malam mu Ayse." Ucap Firaz sembari melambaikan satu tangannya ke Ayse tanpa melihat Ayse.

Begitu Firaz masuk ke dalam mobilnya. Ayse menghela nafas lelah sekaligus lega.

Keduanya masih di sana melihat dan menunggu mobil Firaz keluar dari area parkiran rumah sakit.

"Kaka mu sangat perhatian sama kamu ya! Jarang jarang ada kaka laki laki seperti itu lho. Aku saja salut,"

"Hentikan Sina,"

"Baiklah, ayo kita pulang. Apa kita beli pizza sama ayam goreng dulu? Aku lapar Ayse. Mereka membuatku kelaparan seharian," Sina memasang wajah merajutnya yang di buat buat.

Ayse melihat ke dalam rumah sakit sebentar sebelum mengangguk menyetujui Sina.

"Baiklah ayo! Seperti nya aku juga butuh makanan,"

"Apa kamu lagi ada masalah?"

"Kenapa lari kesana? Aku bilang aku butuh makan,"

"Biasa kamu seperti itu! Jika ada masalah, maka kamu akan makan makan."

Kedua berjalan ke area parkir mobil. Menuju ke mobil Sina yang terparkir di sana.

Ayse memilih tidak menjawab. Ia akan menceritakan nya nanti, tidak sekarang. Setelah ia memenangkan dirinya dulu. Tapi cepat atau lambat. Sina juga akan tahu. Sina tahu hubungannya dengan Kak Lukas.

"Tapi... Aku penasaran. Apa pria yang kamu tolong itu, apa sekarang dia sudah baik baik saja?" Tanya Sina setelah masuk ke mobil dan sedang memasang seat belt.

"Apa kamu menyukainya?" Ayse duduk di samping kursi setir. Yang artinya, Sina yang menyetir.

"Kamu sedang bercanda?"

"Itulah yang kakakku tanyakan juga,"

Sina melihat menatap Ayse. Ia kehilangan kata kata,

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!