Bab 4

"kamu yakin tidak mau di periksa?" itu adalah suara Firaz yang mencemaskan adiknya.

Ayse menggeleng sambil melihat pergelangan tangannya yang sudah di perban.

"Tidak perlu kak! Hanya ini yang terluka. Ini hanya luka ringan. Lagian kakak dengar sendiri tadi kan, apa kata dokternya? Kak Firaz terlalu berlebihan."

Keduanya baru saja keluar dari ruangan dokter. Yang baru mengobati luka Ayse di pergelangan tangannya.

"Sebenarnya apa yang terjadi! Kenapa kamu bisa ada di sana?" tanyanya frustasi dan geram.

Ayse mengerjap memikirkan jawaban nya. Tidak mungkin ia mengatakan yang sebenarnya ke Firaz.

"Itu... Aku mendengar suara ledakan dan langsung berlari ke situ." Jawab Ayse, yang tidak sepenuhnya berbohong.

"Maksudmu, kamu mendengar suara ledakan lalu menangis dan berlari ke sana?"

Ayse melebarkan kedua matanya dengan ucapan Firaz.

Ayse meremas kedua buku tangannya. Ia tidak mungkin menceritakan yang sebenarnya.

"Ayse!" panggil Firaz yang melihat Ayse tidak kunjung bersuara.

Ayse yang tersentak seketika menaikkan tatapannya melihat Firaz.

"Kak itu..."

Triririingggg....

Suara handphone Firaz yang bergetar. Menyelamatkan Ayse dari pertanyaan kakaknya.

Ayse menelan salivanya dan menghela nafas lega.

"Lanjutkan, aku akan angkat nanti." seru Firaz yang tidak tertarik untuk melihat siapa yang menghubungi dirinya.

"Tapi kak Arin bisa ngambek lho! Kakak belum pulang di jam segini." Ayse berusaha membujuk Firaz.

Firaz menarik nafas dan segera meraih handphone nya di saku celananya dan melihat siapa yang menghubungi nya.

Detik selanjutnya.

Firaz mengumpat kasar, saat melihat pesan Arin.

"Tunggu di sini. Jangan ke mana mana. Kakak akan telpon dulu." ucapnya tegas sambil berlalu di hadapan Ayse.

Ayse melihat Firaz dan mengerucut kedua bibirnya.

"Cih... Memangnya aku anak kecil?" gerutu nya kesal.

Ayse melihat ke kanan dan kirinya. Tidak ada sesi apapun terkecuali dirinya dan beberapa perawat yang berlalu lalang.

Ayse kembali melihat pergelangan tangannya yang di perban.

'Aku bahkan tidak sadar kalau lenganku terluka, berdarah lagi. Kapan ini terjadi ya?' Ayse bertanya ke dirinya sendiri.

Ayse mengalihkan kedua matanya, melihat ke lobby rumah sakit.

Di mana tidak jauh dari sana adalah ruang UGD. Ruang di mana pria tadi di masukin ke sana, untuk di tanganin.

'Apa dia sudah keluar? Apa dia baik baik saja? ... Ku harap dia baik baik saja.'

"Maaf kak! Pria yang tadi di bawa masuk ke UGD. Yang wajahnya berdarah itu. Apa dia sudah keluar? Apa dia baik baik saja? Atau dia masih di ruangan itu?" tanya Ayse begitu melihat ada perawat yang lewat di hadapannya.

Perawat tersebut mengerjapkan kedua matanya beberapa kali dengan rentetan pertanyaan pasien di depannya. Ia harus menjawab yang mana dulu. Tentu saja ia tahu, tadi sangat heboh bahkan sampai detik ini. Mengingat siapa pria itu,

"Yang pertama. Pria yang anda maksud itu, masih di dalam sana. Yang kedua, saya tidak tahu keadaannya bagaimana. Karna saya tidak bertugas di UGD."

"Ah, begitukah? ... Terima kasih kak!" ucap Ayse ramah.

Perawat tersebut balik tersenyum ramah. Sebelum berbalik dan berhenti kembali. Saat mau mengatakan,

"Tapi kalau kamu ingin tahu. Kamu bisa menunggu di depan ruang UGD. Nanti akan ada perawat atau dokter yang keluar memberi kabar." ucapnya sebelum berlalu pergi.

Ayse melihat perawat tersebut yang berlalu di hadapan nya.

Ayse melihat ke kanan dan kirinya. Dia bingung mau ke sana atau tidak.

Setelah menimbang dalam waktu beberapa menit. Ayse memutuskan untuk melihat lihat saja. Lagian kak Firaz belum kembali juga.

Dengan langkah yakin dan mantap. Ayse melangkah ke ruang UGD, menerima usulan kakak tadi.

Seperti yang ia katakan, ia hanya ingin tahu.

Ayse sampai di depan ruang UGD. Dengan jarak dia dari pintu UGD sekitar 6 meter.

Ayse mengerjap melihat beberapa pria berdiri di sana. Pria yang memakai jas hitam lengkap dengan dasi. Tidak hanya satu atau dua, tapi... 10.

'Siapa mereka? Bodyguard? Pengawal? Seperti nya dia orang penting.'

Ayse melihat satu persatu pria berdasi tersebut. Jiwa penasaran nya bangkit seketika.

Tatapan Ayse terhenti saat melihat satu pria, yang memakai kaca mata. Di mana kedua tangannya menyatu. Seperti sedang membuat permohonan. Lalu keningnya bersandar di sana. Dan dia terlihat sangat cemas dan juga takut.

'Adik dia kah?' batin Ayse bertanya tanya.

Lanjut, Ayse melihat ke atas pintu UGD. Di mana terdapat lampu warna merah. Yang artinya pasien masih di tangani.

Ayse menarik nafas. Mungkin benar kata orang. Tempat yang membuat tegang dan cemas, itulah di depan UGD.

Menyadari kehadiran orang lain di sana. Pria berkulit putih memakai kaca mata tersebut. Menaikkan tatapannya melihat Ayse. Lalu dia bangkit berdiri, berjalan mendekat ke Ayse.

Ayse terpaku melihat ketampanan pria berkacamata tersebut. Tanpa Ayse sadari, pria tersebut semakin dekat dan semakin dekat.

Ayse bahkan bisa melihat dengan jelas. Ketampanannya yang tersembunyi di balik kaca matanya itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!