Sina meraih handphone di hadapannya dan membolak balikkannya beberapa kali.
"Ini sudah pasti Ayse!" teriak panik Sina mengetahui siapa pemilik dari handphone tersebut.
"Ada apa! Kamu menakuti ku. Kamu kenal? Apa, siapa dia? Bukan pria berbahaya bukan?" Karna Sina panik, jadi Ayse ikutan panik sekaligus merinding entah karna apa.
Sina melihat menatap Ayse lama.
'Iya sih! Kenapa harus panik dan takut. Toh Ayse tidak melakukan apa apa. Hanya menolong membantu. Dan bukankah... benar.'
Sina memegang kedua pundak Ayse.
"Dengar baik baik Ayse. Kemungkinan besar, kamu bisa kaya mendadak dalam sehari."
Ayse mengerjap ngerjapkan kedua matanya tidak mengerti dengan yang sedang dibicarakan sahabat nya ini. Lagian, bukan kalimat itu yang ia mau dengar.
Ayse menarik nafas sembari memindahkan kedua tangan Sina di bahunya.
"Aku lebih tertarik, kamu kenal dia? Siapa dia? pria berbahaya? Buronan yang kabur gitu? atau... Mafia?" Jika iya, matilah aku.
"Jam ini sudah pasti milik Xander Reagan Balian," jawab Sina tanpa melihat Ayse.
"Xander apa?"
Sina melihat Ayse. Jangan bilang dia,
"Xander Reagan Balian."
Lihatlah, terlihat dari kedua matanya yang tidak tahu apa apa. Dunia yang seperti apa yang wanita ini gelutin selama ini. Atau aku yang kurang memperkenalkan dunia padanya? huhhh
"Xander Reagan Balian, kamu tidak kenal?"
Pelan, Ayse menggeleng. Tapi Balian itu...
Sina menghela nafas.
"Dia pria dengan kelimpahan uang, hartanya sangat banyak, aset pribadinya tidak perlu di pertanyakan lagi. Dia sukses di usia muda dan dia juga! Jadi incaran para wanita, artis dan juga model untuk jadi kekasih dan suami. Kamu tidak pernah membaca majalah XX?"
Lagi, Ayse menggeleng.
"Bagaimana dengan majalah Forbes, dia terpilih di sana."
Lagi, Ayse menggeleng.
Sina mendesah.
"Lalu apa yang kamu ketahui Ayse? Lucas mu?"
"..."
"Baiklah, maafkan aku."
"Lupakan. Intinya, kamu kenal dia bukan?"
"Kurasa banyak yang kenal dia, terkecuali kamu."
"Baiklah. Tidak berbahaya bukan?"
Sina lagi lagi hanya bisa mendesah frustasi.
"Kamu dengar tidak sih! Aku sudah menjelaskan tentang dia tadi. Kalau pertanyaan mu berbahaya atau tidak, yang penting tidak membuat masalah saja dengan dia. Dan kamu tidak melakukan itu, kamu menolong dia, kamu membantu dia, jadi tidak ada yang perlu di takutkan." jelas Sina lagi,
"..."
"Baiklah, itu artinya. Kamu mau kan antar aku ke rumah sakit? Sebentar saja, Aku harus ke sana. Buat kembalikan ini," Ayse memperlihatkan handphone yang bukan miliknya itu.
Sina melihat itu.
"Kapan? Sekarang juga?"
Ayse mengangguk membenarkan.
"Kau gila! Aku baru tidur dan aku masih butuh tidur 3 jam lagi," Sina segera mencari tempat tidurnya lagi.
"Kalau tidak mereka akan ke sini,"
Sina yang mau merebahkan kembali tubuhnya seketika terhenti dan menoleh melihat Ayse.
"Siapa?"
"Pria ini bilang dia akan mengirim orang buat ambil ini," Ayse memperlihatkan handphone di tangan nya.
Sina melihat itu dan merebahkan tubuhnya ke ranjang dengan posisi telungkup.
"Itu punya dia, suruh saja ke sini. Aku mau tidur Ayse!" Sina menguap ngantuk.
"Baiklah, kalau begitu aku yang akan ke sana sendiri. Selamat menikmati tidur mu Sina, aku tidak akan mengganggu mu," ujar Ayse sembari turun dari ranjang.
Sina sontak saja kembali bangun dan melihat Ayse yang sedang berjalan ke arah pintu kamar.
"Kamu akan ke sana sendiri?"
"Hm," Ayse mengangguk tanpa keraguan.
"Memang harus di kembalikan sekarang juga? Tidak boleh nanti?"
"Aku sudah terlanjur mengiyakan tadi," Ayse kembali menaruh 2 handphone tadi ke dalam saku jaket nya. Satu miliknya, sedangkan satu lagi milik pria itu.
Sina terlihat berpikir dan menimbang kembali.
Ayse berjalan ke arah kamar mandi. Namun langkahnya terhenti saat dirinya teringat sesuatu.
"Oh ya, kamu beneran tidak mau pergi? Tidak mau lihat pria kaca mata itu?" Ayse masih berusaha membujuk Sina untuk menemani nya.
Sina yang sedang berpikir dan menimbang pergi atau tidak. Beralih melihat Ayse lalu kembali merebahkan tubuhnya ke ranjang.
"Jika pria itu Xander Reagan Balian. Maka pria berkaca mata itu sekretaris pribadi nya. Dia sudah punya istri, lagi hamil pula." beritahu Sina ke Ayse.
Ayse membuka mulut nya tidak percaya. Ia sontak mendekat ke arah Sina dan berdiri di sisi ranjang Sina.
"Kamu mengenalnya?"
Sina mendesah dan membalikkan tubuhnya menjadi terlentang.
"Semua mengenalnya Ayse! Kami di dunia kerja, hal hal seperti itu pasti ada bisik bisikan."
Ayse mengerjap dengan bibirnya yang mengerucut jengkel.
"Aku kira karna kamu terlahir kaya kamu mengenal mereka," Ayse berbalik melangkah ke arah kamar mandi.
"Salah satu bisa begitu. Kenapa? Kamu tertarik ingin mengetahui siapa mereka? Aku akan memberitahu mu, se-mu-a-nya. Jika kamu tertarik,"
Ayse yang berhenti melangkah berbalik melihat Sina lalu kembali melanjutkan langkahnya.
"Lupakan, lagian setelah mengembalikan iPhone itu. Aku tidak ada urusan lagi,"Yang harus ku pikirkan setelahnya adalah dimana aku tinggal setelah ini. Tidak mungkin aku pulang ke rumah paman dan bibi lagi setelah di khianati. Bersama Sina, lebih tidak mungkin.
Ayse melangkah masuk ke dalam kamar mandi.
Tinggal sendiri, kak Firaz tentu tidak akan mengizinkan aku melakukan itu. Pilihan nya mungkin tinggal bersama dia(kak Firaz)atau tinggal bersama,
Ayse menggeleng dengan pemikiran nya. Ia menatap dirinya di cermin kaca kamar mandi. Berbagai pikiran muncul di kepalanya,
Jika aku menceritakan permasalahan yang sebenarnya ke kak Firaz. Itu tidak akan mengubah keputusan kak Firaz, untuk mengizinkan ku tinggal sendiri. Yang ada kak Firaz akan memusuhi paman. Di mana paman di sini tidak bersalah, karna paman tidak tahu apapun. Bahkan dari awal,
Ayse menghela nafas.
Tuk..
Tuk...
Suara ketukan dari luar kamar mandi di pintu. Menyadarkan Ayse dari pikirannya.
Cklek,
Ayse membuka pintu dan itu perbuatan Sina.
"Cepatlah, aku akan ikut." Setelah mengatakan itu, Sina berbalik berjalan ke ranjang dan merebahkan tubuhnya kembali di sana.
Ayse tersenyum senang dan girang. Sebelum kembali menutup pintu kamar mandi dan menyelesaikan urusan nya.
"Baiklah, ayo kita mandi bersihkan diri. Nanti kita pikirkan lagi," ujar Ayse sembari melepas baju yang sedang ia kenakan dan berdiri di bawah guyuran shower.
Di rumah sakit
Terlihat kamar rawat yang cukup mewah. Sofa, kamar mandi, kamar tidur tamu yang elegan dan berkelas. Siapapun yang melihat langsung tahu kalau ini, kamar rawat dengan fasilitas VVIP.
Seorang pria terlihat di ranjang rawat kamar tersebut. Di mana satu tangannya terpasang infus, di lehernya terdapat Neck Support, di kepalanya terlilit perban putih dan satu kakinya terpasang indah sebuah Gips.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments