Fakta dari peristiwa tak semuanya harus terkuak. Seseorang kadang memilih untuk mendengar kebohongan daripada tahu aslinya yang menyakitkan. Terlebih kau menaruh banyak harap pada manusia yang faktanya menyakiti dalam diam. Aluna ingkar, hatinya menolak tapi pikirannya kekeh. Dia harus meluruskan semuanya, dia tak ingin terus jadi bulan-bulanan temannya tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi di belakang dirinya.
"Jadi apa tujuan mu menyebar fotoku yang aku sembunyikan dari orang-orang." Aluna berhasil menanyai Tina setalah lima hari tak bersua.
Mata Tina bergerak kesana kemari mencari celah. "Maaf Aluna, aku tak tahu kalau kau tak mau berbagi masa-masa SMP yang menurut ku kau terlihat keren."
"Harusnya kau izin padaku Tina, tak semua yang kau anggap keren itu baik di mata orang." Tuntut Aluna.
"Aku terlalu antusias saat itu, lagipula maksud ku tak buruk, aku ingin teman-teman tahu kalau kau sangat keren waktu SMP. Lihat kau baca sendiri di grup, aku menulis kata di bawah foto ini kalau kau terlihat keren bukan." Tina membeberkan isi pesan grup.
Aluna melihatnya, kata-kata Tina tak sekalipun menjelekkan dirinya, apa dia salah sangka lagi. "Lantas mengapa kau bilang kalau aku tak ingin di jenguk mereka, mereka benci padaku akan hal itu."
"Sepertinya mereka salah sangka Aluna, aku tak pernah sekalipun mengirim pesan berbunyi seperti itu." Bela Tina terhadap dirinya.
"Jika begitu, kenapa kau bohong pada Bondan kalau aku tak mau ikut menjenguknya?" Aluna mengeluarkan semua yang mengisi kepalanya selama sepekan ini.
"Itu...aku.. sebenarnya aku mengide saja. Soalnya kau selalu tak mau ku ajak jika menyangkut Bondan." Tina tergagap.
"Pertanyaannya memang pernah kau mengajakku berhubungan dengan Bondan? Yang ada kau mewanti-wanti agar aku menjauh, karena kau cinta dirinya." Ungkap Aluna.
"APA? Jadi selama ini kau penghalang itu?" Bondan masuk entah darimana.
Tak hanya Tina, Aluna juga ikut tersentak dengan suara lantang Bondan. Manusia tampan itu datang tak di sangka-sangka. Rupanya Bondan lebih dulu masuk UKS dibanding mereka berdua. Di balik tirai Bondan menguping pembicaraan dua gadis kelasnya. Mulanya dia kesal karena tidur siangnya terganggu. Terjaganya menjadi manfaat, saat tahu dia bisa curi dengar tambatan hati sedang mengobrol dengan wanita yang dibencinya. Menunggu waktu yang tepat, hingga akhirnya semua terkuak tanpa mengorek lebih dalam.
"A..kau...kau ...kenapa disini?" Entah kali ke berapa Tina tergagap hari ini.
"Jangan alihkan pembicaraan, cepat jawab apa hak mu menghalangi hubungan ku dengan Aluna. Apa hakmu melarangnya untuk dekat denganku, dan apa hak mu sehingga selalu bohong di belakang Aluna. Kau pikir kau siapa?" Bondan menganggu murid lain yang benar-benar sakit di ruang UKS.
"Bondan, kau boleh marah tapi kecilkan suaramu." Nasihat Aluna.
"Maaf, aku sedang emosi tingkat nasional." Bondan menarik Aluna agar berdiri disisinya.
Tina berdiri di hadapan mereka berdua seolah sedang di hakimi, dalam hati Tina semakin membenci Aluna atas kekacauan ini. "Kau tahu aku suka kau, makanya aku tak suka orang lain dekat dengan mu, apalagi Aluna teman dekatku. Puas kau!"
"Lantas apa dengan rasa cinta mu pada lelaki menjadikan dirimu punya hak atas orang lain? Kau malah terlihat seperti wanita jahat dalam sebuah film, kau membuat peran utama menderita padahal nyatanya kau yang terjerumus." Sembur Bondan.
"Sudah-sudah kenapa jadi jauh sekali pembahasan kita, ayo keluar sebentar lagi bel berbunyi." Lerai Aluna.
Dasar wanita pencari perhatian, sok lugu supaya Bondan menatap lurus padanya setiap waktu, dongkol Tina dalam hati. "Benar yang dikatakan Aluna."
"Cih, berlindung di balik punggung orang yang kau sakit, kau benar-benar menjijikkan untuk definisi seorang teman." Decih Bondan.
Tak ada penyelesaian karena Bondan muncul di tengah pembicaraan Aluna dan Tina. Canggung tanpa suara meski duduk satu bangku. Aluna fokus mengikuti sisa pelajaran, sedan Tina fokus merancang hal-hal jahat untuk membuat Aluna celaka. Tina menjerit dalam kepala, dia tak terima semua menimpanya. Tina benci fakta Bondan membenci dirinya karena Aluna. Tina benci karena Aluna dicinta berlebihan oleh Bondan. Tina ingin semua itu terjadi untuknya, bukan pada Aluna semata.
Bel pulang berbunyi, Tina siap dengan semua aksi. Berbekal dukungan teman wanita di kelasnya, Tina mempersiapkan jebakan untuk Aluna. Saat jam pelajaran ada temannya yang izin ke toilet, aslinya mempersiapkan minyak yang di campur oli untuk di tuang di dekat pintu keluar. Tujuannya satu, agar Aluna jatuh tersungkur. Sedang Tina, sengaja memperlambat langkah Aluna, agar pulang paling akhir.
"Aluna, jangan pulang dulu aku ingin memperjelas semuanya." Tangan Aluna dicekal Tina.
"Bicaralah." Aluna harus segera pulang, hari ini jatahnya mengurus ayahnya di rumah sakit.
"Kau harus tahu, aku tak bermaksud jahat padamu. Semua terjadi karena aku masih kekanak-kanakan, aku menyesal, bisakah kau memaafkan kelancangan yang ku perbuat?" Menyuguhkan raut penuh penyesalan.
Aluna luluh, sejatinya dia tak bisa benci pada temannya satu ini. "Kau bercanda, untuk apa minta maaf. Bukankah perselisihan diantara sahabat hal yang wajar."
"Kau memang yang terbaik, terimakasih sudah mengerti." Tina memeluk Aluna erat.
Mengayun tangan yang bertaut, Aluna amat senang digandeng Tina saat hendak pulang sekolah. Dia lupa kalau Tina berhati busuk. Aluna tak memperhatikan sekitar, pandangannya fokus ke depan, hatinya berbunga dan langkahnya ceroboh. Aluna benar-benar masuk dalam perangkat. Tepat di pintu keluar kakinya berpijak pada lantai yang licin. Tak mampu menjaga keseimbangan, jatuh pada posisi yang tak menguntungkan.
"Aw...." Aluna menahan nyeri di lututnya.
"Awwww." Dan sakit itu semakin bertambah saat dari belakang ada sepatu yang menginjak tangannya. Tangan yang dijadikan tumpuan saat jatuh dalam posisi sujud tak sempurna.
"Upssss, maaf ku kira tak ada orang." Nada menyebalkan keluar dari mulut Ririn.
"Astagfirullah Ririn, lihat tangan Aluna jadi hitam kena apa sih ini?" Tina jongkok di depan Aluna.
"E...ehh..ehhh...."
"Awww.... Kau menginjakkan kaki dengan sengaja di tanganku!" Pekik Aluna karena lagi-lagi Ririn mengenai tangannya.
"Maaf aku oleng sedikit." Kata maaf yang hanya jadi hiasan bibir semata.
Aluna hendak berdiri dengan menerima uluran tangan Tina, tapi langsung tersungkur. Kini posisinya seperti orang tengkurap sempurna. Bagian depan tubuhnya tak terlihat.
"Aduh kok bisa sampai begitu sih?" Tina sok panik.
Aluna berguling ke samping kanan, resiko baju tak rupa sudah tak jadi pikiran. Hendak berdiri tiba-tiba Eva berulah. "Aduh-aduh, maaf Aluna aku begitu terburu dari dalam kelas melihat benda apa yang jatuh, taunya ada kau yang rebahan di depan pintu. Maaf kau jadi terinjak."
Meringis nyeri, Aluna yakin kaki kanannya salah urat saat ini. Nyeri begitu tak tertahan, dalam hati Aluna mengutuk kesialan diri. "Bisa tolong tarik diriku."
"Sini biar ku bantu." Tina mengulurkan tangan.
Tangan Tina di tepis Eva. "Astagfirullah aku lupa, ayo segera ke ruang guru, ada tugas dari Bu Sisil."
"Tapi Aluna...." Akting Tina.
"Dia bisa mengurus dirinya sendiri!" Ketus Eva.
Menilik dimana sepatunya berpijak, Aluna tahu dia dikerjai kembali. Pantas Tina tak ikut terjerembab, padahal saat keluar tangan mereka saling bertautan. Seolah Tina sudah tahu ada minyak bercampur oli tumpah di depan kelas.
"Haish, bisa apa aku dengan kaki sakit seperti ini. Tak mungkin aku ngesot sampai rumah bukan." Monolog Aluna.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
❤️⃟Wᵃf༓☾αɱҽʅ lí́α☽༓・
banyak sekali orang yang jahat padamu luna, apa sih kesalahan nya aluna sampai teman² nya begitu
2024-05-13
1
❤️⃟Wᵃf🥑⃟ҒᎪᎠHᏆᏞᏞᎪH 🌻͜͡ᴀs
kapan ke bongkar nya sih kejahatan Tina ini.....
2024-05-13
1
Ney🐌🍒⃞⃟🦅
jgn trll baik lun
2024-03-27
1