"Halo? Iya saya sendiri. Apa? Oh iya terimakasih pak untuk informasiinya." Arni menutup teleponnya dengan wajah pucat. Seketika tubuhnya lemas. Pikirannya sudah kacau, rasanya sudah ingin menyerah.
Pak Hasan kepala perusahaan yang dipercaya oleh almarhum papanya menelepon untuk mengabarkan bahwa perusahaannya mengalami kerugian hampir 50 persen. Sebagian sahamnya sudah hilang. Pak Hasan mengingatkan agar penggunaan kartu kredit yang dipegang oleh Arni dan Agni lebih dikontrol lagi.
"Ya Tuhan, apalagi ini?" Lirih Arni di kantin kampus.
"Hai, udah pesen makanannya?" Tanya Wandi yang melihat Arni duduk sendirian di kantin.
"Ehh, kak Wandi. Gak ka, aku cuma pesen minum aja." Jawab Arni dengan lemas.
"Kamu kenapa? Biasanya selalu semangat ko sekarang murung gitu?" Tanya Wandi yang selama ini selalu memperhatikan Arni secara diam-diam.
"Gak kak, aku biasa aja kok." Jawab Arni dengan tersenyum.
Wandi memperhatikan Arni yang terus mengaduk minumannya tanpa diminum. Semakin lama Wandi menatap Arni rasa itu mulai hadir. Ada rasa yang tidak biasa.
Arni yang merasa Wandi terus menatapnya menatap balik sedangkan Wandi yang ketahuan sedang menatap Arni langsung menunduk malu.
Mereka duduk bersama dalam diam sampai akhirnya pelayan kantin datang membawa makanan pesanan Wandi.
"Ayo makan!" Ajak Wandi.
"Makasih Kak, aku udah makan." Tolak Arni.
Karena setelah telepon itu, selera makannya hilang. Dipikirannya hanya bagaimana nasib perusahaan papanya. Belum lagi Agni yang tidak akan bisa di ajak kerjasama untuk mengontrol kartu kreditnya. Agni yang terbiasa hidup mewah akan sulit untuk di bawa hidup sederhana.
"Kak, Apa kampus ini punya beasiswa?" Tanya Arni pada Wandi.
Wandi yang sedang makan langsung terhenti dan menatap Arni. Sekarang Wandi tahu apa yang menjadi penyebab kemurungan Arni.
"Ada dong, mau aku bantu?" Wandi mencoba menjadi pahlawan untuk Arni.
"Kakak serius?" Tatap Arni penuh harap.
"Duarius. Aku tahu kamu orang yang cerdas. Bukan hal yang sulit untuk mu mendapat beasiswa itu." Wandi meyakinkan Arni.
"Makasih ya kak sebelumnya. Aku harus gimana biar dapet beasiswa itu?" Desak Arni karena sudah tidak sabar.
"Aku urus, kamu tenang aja." Jawab Wandi santai.
"Kak, aku serius. Aku butuh banget beasiswa itu." Arni memelas..
"Iya aku juga serius, besok aku kabarin kamu ya. Boleh minta nomor handphonenya?" Wandi memberikan handphone miliknya.
"Siap Kak." Arni dengan semangat menulis nomor handphonenya.
Wandi tersenyum penuh kemenangan. Akhirnya apa yang dia inginkan sudah didapatkan dengan mudah.
"Step satu sudah done." Batin Wandi.
"Kak, beneran ya? Aku tunggu kabar baiknya." Arni meyakinkan Wandi.
"Iya, aku janji." Ucap Wandi.
"Ya udah aku ke kelas dulu ya!" Arni pamit pada Wandi.
Semakin menjauh Arni dari hadapannya semakin melebar senyumnya. Walaupun dia belum tahu apa masalah Arni, setidaknya nomor Arni sudah ditangannya.
Sementara di kediaman Andra, Lexa sedang sarapan. Andra turun dan dengan semangatnya Lexa menyambut Andra. Andra yang tidak senang dengan keberadaan Lexa di rumahnya menatapanya tajam.
"Ayo makan dulu!" Ajak Lexa.
Andra tidak menjawab dan mengacuhkan Lexa.
"Bi, malam ini saya gak pulang." Andra sengaja bicara seperti itu di depan Lexa agar Lexa tahu betapa risihnya Andra dengan kehadirannya di rumahnya.
"Baik Tuan." Jawab Noni.
Andra berlalu meninggal Lexa yang sedang kesal karena diacuhkan oleh Andra. Merasa tidak ada gunanya dia di rumah Andra maka Lexa pergi meninggalkan rumah Andra.
Tiba di kantor Reno sudah menyambunya.
"Pagi pak." Reno membungkuk memberi hormat pada Andra.
"Siapkan sarapan!" Perintah Andra.
"Baik pak." Ucap Reno.
Selalu hormat pada Andra di lingkungan kantor menjadi kewajiban Reno. Jarang sekali orang yang tahu betapa akrabnya mereka karena di tempat umum mereka akan bersikap layaknya bos dan asisten.
Reno mengantarkan sarapan untuk Reno ke dalam ruangan Andra. Nampak Andra dengan wajah kusut.
"Kenapa Bro?" Reno pura-pura tidak tahu apa-apa.
"Basa basi banget Lo." Ucap Andra.
"Hahaha.." Reno langsung tertawa puas.
"Tapi Lo lihat aja, malam ini Lexa gak bakal tidur di rumah gue." Andra begitu yakin.
"Percaya gue sama Lo." Reno tahu Andra cerdik dalam menyiasati Lexa.
Andra tersenyum penuh kemenangan. Bukan hal yang sulit sebenarnya bagi Andra untuk melenyapkan Lexa tapi dia masih punya hati karena bagaimanapun Lexa adalah orang yang sudah merawat ibunya ketika sakit.
Seandainya Andra punya perasaan lebih kepada Lexa tidak akan banyak drama yang mewarnai kehidupannya.
Lexa bukan wanita matre, dia sebenarnya tulus mencintai Andra. Sikapnya berubah setelah beberapa kali Andra memperlakukannya dengan tidak sopan. Sering kali Andra membentaknya di depan umum bahkan sampai mengusirnya. Lexa berpikir kenapa tidak jika dia memanfaatkan apa yang Andra berikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 318 Episodes
Comments
Raini Sapitri
Wendi itu spt nya punya niat baik yaa, thor sama arni ??????
2021-02-27
1
Khusnul Khotimah
mana kok g ada yg bercadar
2021-01-21
0
Cahaya mata
Lanjut baca, like dan vote
Salam dari ❤️ Istriku Dosen Cantik ❤️
2020-12-28
0