Bukan Wanita Simpanan
1
PLAK!
"Dasar anak j*l*ng!" maki seorang wanita kepada gadis remaja berusia 16 tahun.
Gadis remaja itu sampai tersungkur akibat kerasnya tamparan di pipi mulusnya.
Risha yang baru saja pulang dari tempat kerja pun terkejut melihat Milda menampar adiknya.
Ia sampai membuang beg lusuhnya asalan dan langsung memeluk adik semata wayangnya.
Risha menyingkirkan tangan Risma dari pipinya, dan terlihatlah pipi adiknya yang membiru.
Risma menangis tersedu sedu menahan perih di pipinya dalam pelukan sang kakak.
Risha menatap tajam Milda "kenapa bibi tega sekali menampar adik saya? Apa salahnya bibi?" ucapnya tajam.
Risha berusaha menahan amarahnya supaya tidak memaki kembali Milda.
"Hah! Kakak dan adik sama saja! Seharusnya kau ajari adikmu itu sopan santun, berani sekali dia menampar tamu pentingku!" Bentak Milda.
Risha kaget dan langsung menatap Risma.
"Apakah itu benar?" Tanya Risha lembut.
Dia sangat mengenal adiknya, Risma tidak mungkin melakukan hal itu jika tidak ada sebabnya.
Risma menggeleng keras, tidak mampu berkata kata karena berusaha menahan tangisnya yang semakin mengeras.
"Alaahh!, Bilang saja kamu memang sengaja supaya aku terlihat buruk di mata Tuan ander, iya kan?!" Bentaknya lagi.
"Bibi, aku mohon berhenti menyalahkan adik saya mungkin tamu bibi sudah kurang ajar sama adik saya makanya Risma berani menamparnya saya sangat mengenal adik saya seperti apa," bela Risha, membuat Milda semakin geram.
"Tahu apa kamu? memangnya kamu tahu apa yang sudah adik kamu lakukan? dia mempermalukan aku dengan sikap lancangnya itu, bisa bisa Tuan Ander membatalkan kerja sama kami gara gara dia!," tunjuk Milda ke Risma.
Risha ingin sekali membantah perkataan bibinya, jika saja tidak memikirkan mereka masih bergantung hidup di rumah wanita itu, dan lagi Risha tidak mau Risma hidup sengsara, cukup dirinya saja yang menanggung penderitaan ini.
Risha memejamkan mata sesaat "maafkan Risma, bibi. dia mungkin tidak sengaja melakukannya dan aku berjanji akan mewakilinya untuk meminta maaf pada Tuan Ander," ucap Risha Pasrah.
"Huh! baguslah, pastikan Tuan Ander menerima permintaan maafmu jangan sampai tidak, karena aku ingin kerja sama kami berjalan lancar, ngerti kamu!." bentak Milda dan pergi begitu saja.
Melihat Milda pergi, Risha segera membawa Risma ke kamar sempit mereka, yang berada didekat dapur, kamar itu cuma berisi satu ranjang single dengan tilam usang dan dua bantal, dua selimut untuk mereka berdua.
Satu meja kecil untuk belajar, rak baju dan buku buku mereka.
Rumah Milda besar tapi hanya memberi satu kamar kecil untuk mereka tidur berdua.
Risha mendudukan Risma diranjang, ia ingin mengambilkan kompres tapi Risma menahan tangannya.
"Kak Risha gak marah sama aku? aku kan sudah membuat bibi marah besar," ucap Risma masih dengan sisa tangisnya.
Risha tersenyum manis menatap wajah polos adik semata wayangnya "aku percaya sama kamu, kamu adik kakak yang paling lembut tidak mungkin melakukan hal itu jika tak ada sebabnya," Risha mengelus kepala Risma.
Mata Risma kembali berkaca kaca karena terharu, dia memeluk Risha dengan erat.
Baginya Risha sudah seperti Ibu dan Ayah, karena ia tidak pernah melihat atau mengenal siapa orang tua mereka, Ibu mereka pun meninggal saat ia berumur lapan bulan akibat kanker payudarah, dan Ayah mereka pun pergi meninggalkan mereka berdua, itu lah kenapa Risha sangat sensitif jika dia mulai bertanya siapa dan dimana Ayah mereka.
Risha melepas pelukan mereka, ia pergi ke dapur lalu kembali dengan kompres berisi ais batu.
"Argh! sakit, kak." rintihnya.
"Tahanlah, bengkaknya akan menurun jika di kompres terus seperti ini," ujar Risha terus mengompres pelan pipi kanan Risma.
"Kak, apa besok wajahku tidak membiru? aku malu ke sekolah jika ini masih membekas," rengeknya.
"Haish, diamlah, kau ingin sembuh atau tidak!" seru Risha mulai kesal jika Risma terus bawel.
Risma cemberut, melihat itu Risha pun terdiam menatap lamat lamat wajah adiknya.
Merasa tidak ada pergerakan dipipinya membuat Risma menoleh, ia bisa melihat tatapan sedih dan penuh tanda tanya dimata Risha.
Risma membuang muka, tidak ingin menjawab apa yang kakaknya mau ketahui tentang baru saja yang terjadi.
"Risma, jawab pertanyaan kakak, apa yang sudah Tuan Ander lakuin sama kamu sehingga kamu berani menamparnya," tanya Risha.
Risma terdiam tidak mampu menjawab, ia merasa malu dan tak ingin kakaknya marah jika mengetahui pria itu sudah berusaha ingin melecehkannya.
Risha memegang kedua bahu adiknya, tapi Risma justru menunduk.
"Lihat kakak, kakak tidak mau ada rahasia diantara kita, bukan kah kita sudah sepakat soal itu?" desak Risha.
"Kak Risha, aku mohon beri aku waktu aku akan memberi tahumu tapi bukan sekarang, aku mohon.." ujar Risma pelan.
Risha melepas pegangannya lalu memeluk kepala Risma erat, dia sangat takut kehilangan adik satu satunya, karena Risma lah ia bisa bertahan hingga saat ini.
"Istirahatlah, biar kakak yang urus sisanya," ucap Risha.
"Tapi kakak pasti cape, aku gak apa apa kok," Risma ingin beranjak, tapi Risha menahan bahunya.
"Jangan keras kepala, dengarkan kakak kali ini," Risha bersikeras.
Risma yang tidak bisa membantah hanya bisa cemberut, perasaannya tidak apa apa tapi kakaknya sungguh keras kepala sama seperti dirinya.
"Kak, tunggu," Risma menarik tangan kakaknya.
"Apa lagi, Risma?.." gemas Risha, niatnya mau keluar terhalang lagi.
"Hmm, apa kakak akan meminta maaf pada Tuan Ander?" ucapnya pelan tapi masih bisa Risha dengar.
"Huh, mau bagaimana lagi? kamu dengar sendirikan apa kata bibi jika kakak tidak segera mewakilimu meminta maaf maka Tuan Ander akan membatalkan proyek kerja sama mereka dan bibi Milda yang akan menanggung semua kerugian proyek itu," ucap Risha pasrah.
Risma tertunduk sedih, dia merasa bersalah kepada kakaknya, karena sudah menambah beban kakaknya lagi.
Ia merasa tidak berguna dan hanya bisa menyusahkan kakaknya.
Risha menepuk kepala Risma, dan mengelusnya, Risha bisa merasakan Risma mulai menyalahkan diri sendiri.
"Sudah.. jangan di fikirkan, masalah bisa datang kapan saja jadi jangan menyalahkan dirimu sendiri, sebagai kakak sudah tugasku melindungimu, fokuslah dengan pelajaranmu." Setelah berkata seperti itu Risha berjalan keluar kamar.
Risma menatap kepergian kakaknya dengan tatapan terharu.
Elusan tangan Risha di kepalanya seperti magic, dia langsung merasa tenang.
Mulai sekarang Risma berjanji pada dirinya sendiri, kalau dia akan belajar lebih rajin lagi, supayah dia bisa membuat kakaknya bahagia dan tidak perlu bergantung hidup pada bibi Milda lagi.
Dia berbaring di kasur usangnya dan mulai memejamkan mata sambil tersenyum, baginya tidak masalah tidak mempunyai orang tua, asalkan kak Risha selalu ada disampingnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments