Semenjak perdebatan kemarin, Fio membiarkan Jihan yang mengurus Rian. Mereka datang 3x dalam sehari untuk menjenguk Rian.
Bukan ingin lepas tanggung jawab atau tidak peduli, tapi Fio dan Jordan harus mengurus semua pekerjaan Rian, apalagi perusahaannya saat ini tidak ada yang memimpin. Jordan terpaksa menghandle semuanya.
Belum lagi kasus penyebaran rumor tentang kondisi Rian yang cacat belum tuntas di tangani. Rumor itu bisa terhapus, tapi Jordan ingin mengetahui siapa dalang di balik ini semua.
Di rumah sakit, Jihan dengan telaten membersihkan tubuh Rian. Dia tidak membiarkan suster atau perawat lain melakukannya.
Dengan perlahan, gadis itu mengusapkan kain basa ke permukaan kulit Rian. Di sela kegiatannya, kilasan masa lalu kebersamaannya dengan Rian muncul di dalam ingatan. Jihan tersenyum, meskipun mereka selalu berdebat dan Rian selalu melakukan apapun yang dia inginkan. Jihan tetap merasa senang mengingat moment kebersamaan mereka.
"Ah kenapa kamu ini Jihan!" rutuknya sembari menggelengkan kepala ketika mengingat malam yang panjang bersama Rian. Malam dimana pikiran dan tubuhnya tidak sejalan.
Setelah selesai membersihkan tubuh Rian, Jihan kembali merapihkan pakaian Rian, kemudian menyelimuti tubuhnya. Lalu gadis itu duduk di samping Rian, mata nya terlihat sayu beberapa hari ini dia kurang tidur. Sesekali terdengar helaan nafas berat dari gadis itu. Entah sampai kapan dia akan begini.
"Apa bapak terlalu lelah? sehingga tidak berkeinginan untuk bangun?"
"Aku saja lelah melihat bapak hanya terbaring saja."
"Bangun lah, aku akan menghajar mu karena sudah membuat ku lelah, kamu juga harus membayar ku atas perawatan ku ini!"
Jihan terus mengomel sendiri, setiap hari dia berbicara dengan Rian berharap pria itu meresponnya. Kadang dia menghargai Rian sebagai bapak kosnya, kadang seperti bersama orang sebaya dengannya. Semua ekspresi terlihat di sana. Sedih, senang, kesal, bercampur menjadi satu.
"Huh, bapak terlalu angkuh. Apa membalas perkataan ku membuat mu terhina huh?"
"Hei.. Bangun lah!!" Isak tangis mulai terdengar, Jihan tak lagi bisa menahan air matanya.
Dari luar, tanpa Jihan ketahui Fio mendengar semua ucapan Jihan. Dia ikut meneteskan air mata mendengarnya.
Fio menghapus air matanya, berusaha untuk menutupi kesedihannya. Kemudian dia masuk ke dalam ruangan putranya.
Ceklek.
Jihan tersentak, dia langsung menghapus air matanya.
"Tante sudah datang?" tanya Jihan menundukkan kepalanya agar Fio tidak melihat matanya yang sembab.
"Sudah makan?"
"Sudah Tante, ehm aku ke toilet dulu" Jihan bergegas masuk ke dalam toilet, membasuh wajahnya untuk menghilangkan jejak air mata. Dia tidak mau jika Fio tahu dia menangis. Tidak, dia tidak mau terlihat lemah.
Fio mendekati putranya, tersenyum getir mengetahui bahwa putranya telah menemukan wanita yang tepat. Namun, sayang sekali putranya masih belum sadar.
"Huh.."
Deg.
Sontak tubuh Fio menegang, tiba-tiba putranya menghembuskan nafas, kemudian menggeliat pelan.
"Rian, kamu sudah sadar?"
"Sayang?"
Fio terus memanggil putranya, tapi tidak ada respon.
Mendengar Fio memanggil Rian, Jihan bergegas keluar. Dia terkejut melihat Fio yang begitu panik.
"Ada apa Tante?"
"Jihan, panggil dokter. Rian siuman" pekik Fio, membuat Jihan yang masih bingung langsung berlari keluar seraya memanggil dokter.
"Dokter!!! Dokter!!"
"Ada apa nona?" Seorang dokter menghampiri nya, kemudian di susul oleh beberapa suster yang biasa mengecek keadaan Rian.
"Pak rian sudah sadar!"
Mendengar itu, mereka pun segera berlari menuju ke ruang rawat Rian.
Fio mundur, dia berdiri di samping Jihan menatap dokter dan suster yang memeriksa kondisi Rian.
"Bagaimana dok?" tanya Fio setelah dokter memeriksa putranya.
"Kabar baik nyonya, pasien sudah melewati masa komanya."
Fyuu
Fio dan Jihan sama sama menghembuskan nafas lega. Terlihat raut senang di wajah keduanya.
Fio langsung mendekati Rian, mengusap pipi putranya dan mengecup keningnya.
"Nak, kamu sudah siuman?" Ucap Fio.
Rian menatap sang mama, kemudian beralih menatap gadis yang berdiri di belakang mamanya.
"Siapa dia?"
Deg.
Raut wajah Jihan langsung berubah, begitu juga dengan Fio.
"Kamu tidak ingat dia siapa Nak?"
"Siapa dia?" tanya Rian lagi, terlihat tatapan matanya sinis dan dingin pada Jihan.
"Apa yang terjadi dok, kenapa putra saya tidak mengingat gadis ini?"
Dokter menghela nafas, seperti yang dia jelaskan sebelumnya. Kemungkinan Rian mengalami amnesia. Beruntung pria ini tidak kehilangan semua ingatannya.
"Sepertinya pasien kehilangan sebagian memorinya yang di sebabkan oleh benturan kuat di kepalanya. Beruntung pasien hanya melupakan sedikit ingatannya."
"Huh?"
Jihan dan Fio terlihat sangat syok. Terutama Jihan, di sekian banyak yang terjadi pada Rian, kenapa harus dirinya yang pria ini lupakan.
Fio merasa kasian, tapi dia berusaha untuk mengingatkan putranya tentang siapa Jihan sebenarnya.
"Nak, masa kamu lupa sama Jihan. Dia itu kan-" Ucapan Fio terhenti karena sentuhan tangan Jihan di lengannya. Dia menoleh ke samping dan melihat Jihan menggeleng pelan. Pertanda Jihan memberi isyarat pada Fio agar tidak memberitahu Rian siapa dirinya.
"Ma, aku lelah ingin istirahat. Tinggalkan aku sendiri." Pinta Rian.
Fio menarik nafas dalam, kemudian menghembuskan secara perlahan.
"Baik lah, mama dan Jihan akan keluar. Kalau kamu butuh apa apa, silahkan panggil mama yah"
Rian tak menjawab, dia memejamkan matanya pertanda tidak mau di ganggu.
Mereka semua pun keluar, Jihan terpukul dia duduk di kursi tunggu yang ada di depan ruang rawat Rian. Ada semburat sedih terukir di hatinya.
"Jihan, kamu jangan sedih yah. Rian pasti akan mengingat kamu!"
"Gak kok Tante, aku senang pak Rian sudah siuman. "
Jihan berusaha tegar, dia memamerkan pada Fio bahwa dirinya baik baik saja dan sama sekali tidak terpengaruh dengan hal itu.
Sedikit demi sedikit kondisi Rian semakin membaik. Dokter menjelaskan pria itu hanya mengalami amnesia saja.
Namun, ketika Rian mencoba menggerakkan kakinya dia tidak bisa bergerak.
"Kenapa kaki aku tidak bisa digerakkan ma?" tanya Rian panik.
Fio syok, Jihan juga terkejut mendengarnya. Jordan yang ada di sana langsung menemui dokter yang menangani putra nya.
"Bagaimana ini dok, kenapa putra saya tidak bisa berjalan?" tanya Jordan panik.
"Maaf pak, sesuai yang saya prediksi, tuan Rian sepertinya mengalami kelumpuhan."
"Bukankah kemarin dokter bilang kondisinya baik baik saja kecuali ingatan nya yang hilang?" Jordan tidak mengerti, dia sungguh bingung dengan apa yang di alami oleh putranya.
"Benar pak, setelah di periksa kondisi tuan Rian memang baik baik saja. Tapi, kita juga tidak tahu apa yang di kehendaki oleh yang maha kuasa." Jawab dokter menjelaskan.
Jordan hanya bisa menghela nafas mendengarnya. Dokter benar, mereka hanya bisa berusaha yang maha kuasa lah yang akan menentukan semuanya.
Dengan gontai Jordan kembali ke ruang rawat Rian. Dia menjelaskan kembali apa yang dia dengar dari dokter tadi pada keluarganya.
"Apa??"
Fio syok, begitu juga dengan Rian yang langsung terdiam.
"Jadi aku lumpuh?" lirihnya sedih.
"Papa akan mencari dokter yang bisa menyembuhkan kamu nak!" ujar Jordan.
Rian tak menjawab, dia memilih diam dan memejamkan mata. Mencoba untuk menerima takdirnya.
Sedangkan gadis yang selalu ia pandangi dengan tatapan sinis juga terdiam mengetahui semua ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments