Apa dia Cemburu?

2 hari setelah di jenguk oleh Celsi dan juga Jerico, Rian sudah di perbolehkan pulang. Fio maupun Jordan sangat senang melihat perkembangan putra mereka yang semakin membaik. Meskipun Rian masih belum bisa berjalan.

Suasana sore yang indah dan sangat cocok untuk jalan jalan sekitar rumahnya. Rian memutuskan untuk menggerakkan kursi roda dengan menekan tombol jalan di sebelah kanan tangannya.

Dengan perlahan Rian bergerak menuju ke taman belakang rumah nya. Hanya di sini tempat yang paling nyaman dan tenang.

"Adem sekali" Rian menghirup udara segar sebanyak banyaknya, senyum manis terukir menambah tingkat ketampanannya.

"Eh ada yang matang" Senyum Rian semakin mengembang, dia menggerakkan kursi rodanya mendekati pohon apel yang tidak terlalu tinggi menjuntai ke bawah dan terdapat satu buah apel yang sudah masak.

Senyum yang awalnya terkembang lebar tiba-tiba memudar. Tangan Rian tidak bisa menggapai buah apel itu. Andai saja kakinya tidak lumpuh, mungkin dia akan sangat mudah untuk mengambilnya.

"Huh.." Hembusan nafas pasrah dan kecewa terdengar.

"Apel jika di ambil dan langsung di makan terasa lebih enak."

Buah apel yang tadi Rian inginkan tepat berada d depan wajahnya. Di ikuti dengan sorot mata Rian melihat siapa yang telah memberikan pada dirinya.

Bukannya senang raut wajah Rian semakin masam.

"Untuk apa kamu datang ke sini!"

Wanita itu mengerut, kemudian meletakkan buah apel yang tak kunjung di terima Rian ke telapak tangan pria itu.

"Jika bapak lupa, maka aku akan mengingatkan bapak. Aku menempati salah satu kamar kos milik bapak."

"Nah yang itu." Ujar Jihan menunjuk dinding kamar kos miliknya.

Rian mengikuti arah tunjuk tangan Jihan, dengan raut wajah masamnya dia bergerak menjauh dari Jihan.

"Kalau begitu keluar lah dari sana!" ucapnya dingin.

"Eh" Jihan mengejarnya, mengikuti laju kursi roda yang semakin Rian percepat.

"Bapak tidak bisa semena mena dong. Saya kan bayar, kenapa di suruh keluar."

"Aku tidak suka kamu menyewa kos ku!"

"Loh, tapi kan aku sudah bayar!"

"Akan ku kembalikan uang itu"

"Aku tidak mau!" tolak Jihan, dia berdiri tepat di depan Rian. Beruntung pria itu sigap menekan tombol rem dan menghentikan kursi rodanya.

"Ada apa dengan gadis ini, mengapa dia ingin sekali mendekati aku. Padahal aku merasa tidak dekat dengannya!" pikir Rian heran.

Jihan menatap Rian, dia tahu pria ini tengah memikirkan sesuatu. Dengan cepat dia menggunakan kesempatan ini untuk menekan tombol off pada kursi roda Rian. Sehingga dia bisa membawa pria itu kemana yang dia inginkan.

"Hey, mau kemana. Kenapa kursi roda sialan ini tidak berfungsi!" Maki Rian kesal, dia mencoba untuk menekan tombol rem dan juga tombol berbelok. Tapi semua tombol tidak ada yang berfungsi.

"Oh astaga, gadis licik!" Umpatnya. Dia baru sada Jihan sudah menekan tombol off dan menggantinya dengan manual.

"Kenapa kamu begitu tidak sopan, cepat hentikan kursi roda ini dan pergilah dari ku!"

"Hey!!"

Rian semakin kesal, Jihan tidak mau mendengarkan perkataannya.

Jihan terus mendorong Rian menuju ke bawah pohon yang lebih rindang. Dari sana mereka dapat menikmati udara segar dan juga pemandangan indah dari kebun teh milik Rian.

"Nah, kalau dari sini kan enak pak."

Rian tak merespon, dia hanya diam menatap jauh ke perkebunan miliknya.

Sangat sempurna bukan? selain memiliki bisnis yang sukses. Rian juga memiliki usaha yang lain. Dia memiliki perkebunan yang memang khusus untuk keluarganya saja. Dia lebih suka dengan olahan teh atau kopi milik pabrik sendiri.

Tak heran, restauran dan cafe miliknya memiliki ciri khas tersendiri dalam menyajikan minuman maupun makanannya. Untung nya juga jauh lebih besar karena semua bahan pangan dari pabrik sendiri. Contoh sayur dan daging. Rian juga memiliki kebun dan juga peternakan yang khusus untuk mengisi bahan pangan di restoran miliknya.

"Usaha maju, semua sukses, tapi sayang umur sudah tua tidak memiliki pasangan."

"Huh, apa bapak tidak kesepian?"

Rian tambah kesal, dia menoleh menatap gadis yang kini duduk di rerumputan samping kursi rodanya.

Dari samping wajah tirus Jihan semakin terlihat, hidung mancung dan dagu runcing. Berbeda jika di lihat dari depan. Gadis ini terlihat imut dan gembul.

Aneh sekali yah, gadis yang sangat unik menurut Rian. Tapi, pujian itu hanya singgah sementara di benak pria itu. Rasa kesal dapat mengalahkan nya.

"Apa kamu sedang mengejek ku?"

"Huh?" Juga. tertegun mendengar ucapan Rian, mata nya berkedip mencari penjelasan agar Rian tidak tersinggung.

"Bukan seperti itu pak, aku.."

"Sudah lah, suasana hati ku sedang baik setelah melihat perkebunan ini. Aku tidak akan memarahi mu."

Untuk beberapa saat mereka terdiam. Menikmati semilir angin sore dan pemandangan indah dari pancaran matahari yang jika di tepi pantai akan di sebut sunset. Sayangnya dari perkebunan ini hanya terlihat cahayanya saja. Mataharinya sudah tidak terlihat lagi.

"Aku rasa kamu benar, di usia ku sekarang. Seharusnya aku sudah memiliki pasangan."

Ei

Jihan mengangkat sebelah alisnya. Menunggu kelanjutan kalimat yang akan Rian katakan. Dia yakin pria ini ingin mengatakan sesuatu lagi.

"Apa menurut mu aku menerima perjodohan dengan Celsi?"

"What?" Jihan syok, bagaimana mungkin Rian memikirkan hal ini.

"Kenapa kamu begitu terkejut, bukan kah dia cantik dan juga terkenal. Akan sangat baik jika menjadi pasangan ku."

"Apa bapak yakin? Menerima orang juga harus berdasarkan cinta pak."

"Apa ada waktu untuk ku mencari cinta di usia begini? apa menurut mu akan mudah mencari yang tulus?"

"Realita saja Jihan, wanita pasti ingin yang kaya. Dan pria pasti ingin yang cantik."

Jihan terdiam, matanya masih menatap Rian dengan tatapan tidak percaya.

"Menurutku yang realita bukan seperti itu. Meskipun semua orang menginginkan hidup senang dan bahagia. Tetap saja, tanpa adanya cinta tidak akan ada yang berarti. Saling melengkapi dan menghargai satu sama lain. Semuanya akan terasa mudah bila di lewati bersama. Itulah yang di sebut realita kehidupan. "

Setelah mengatakan semua itu, Jihan berdiri dari duduknya. Dia menghidupkan kembali tombol otomatis pada kursi roda Rian.

"Aku pergi dulu pak, masih ada tugas kuliah yang akan aku kerjakan!" Pamit Jihan berlalu pergi.

Rian mengerut, menggerakkan kursi rodanya untuk berputar arah. Menatap kepergian Jihan yang berjalan semakin cepat.

"Gadis aneh, mengapa dia malah sensitif jika aku membicarakan soal Celsi."

"Apa dia cemburu?"

Rian menggelengkan kepalanya cepat. Tidak mungkin anak gadis muda seperti Jihan tertarik kepadanya. Paling dia hanya simpati karena kondisi fisik dirinya saat ini.

"Huh, anak zaman sekarang sifatnya sangat labil." Dengusnya pelan.

Rian memutuskan untuk kembali ke rumah, hari mulai gelap dan dia lupa membawa ponsel untuk menerangi jalannya. Meskipun lampu taman belakang ini akan hidup secara otomatis. Namun, semuanya akan hidup setiap pukul 7 malam dan mati pukul 5 subuh.

Terpopuler

Comments

Muchamad Ridho Nabila

Muchamad Ridho Nabila

ini knp jd jarang up Thor..🤔🤔🤔🤔

2024-02-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!