Seperti biasa, Jihan kembali datang ke rumah sakit untuk merawat Rian. Meskipun sikap pria itu dingin dan sinis, Jihan tetap sabar merawatnya.
"Heh, ngapain kamu datang ke sini?" Hardik Rian, namun tak di gubris oleh Jihan.
Gadis itu seolah tuli dan mengabaikan setiap caci dan makian dari Rian.
"Ini makanannya."
Jihan meletakkan meja makan di atas tempat tidur Rian, kemudian menghidangkan makanan yang dia masak sendiri.
Prank!!
Seketika semua makanan beserta tempat tempatnya berhamburan ke lantai.
"Aku sudah katakan, aku tidak mau memakan makanan yang kamu buat!"
"Suster ada untuk merawat ku, jadi kau tidak di butuhkan di sini!" Ucap nya semakin meninggikan suara.
Jihan tetap tidak menunjukkan ekspresi apapun. Dia hanya membersihkan makanan yang berserakan, kemudian menghidangkan kembali.
"Aku tahu hal ini akan terjadi, jadi aku membuatkan banyak makanan untuk anda!" Ucap Jihan tak kalah dinginnya. Dia juga sigap menahan tangan Rian ketika hendak menepis makanan itu lagi.
"Meskipun ini anda buang, aku akan tetap menghidangkannya sampai anda menghabiskan semua ini!"tekan Jihan.
Rian menatapnya tajam, tangannya menghempaskan tangan Jihan yang masih menggenggam pergelangan tangannya. Dengan geram Rian terpaksa memakan makanan itu. Gadis keras kepala itu tidak akan mudah menyerah dan pada akhirnya dia juga yang akan mengalah.
Di saat Rian makan, Jihan memutuskan untuk merapikan ruangan rawat pria itu. Setiap hari pria itu pasti akan mengacak acak ruangan ini. Jihan pikir pria ini masih belum bisa menerima kondisi takdir yang Tuhan berikan kepadanya.
Tuk! tuk!
Jihan menoleh, dahinya mengerut menandakan dirinya tengah heran dan bertanya tanya di dalam hati.
Tuk tuk!!
Suara itu terdengar lagi, seseorang tengah berada di depan pintu ruang rawat Rian. Tumben sekali ada tamu, selama ini belum ada yang berkunjung ke sini selain dirinya dan orang tua Rian.
"Kamu tuli huh, ada yang mengetuk pintu!" Hardik Rian, karena Jihan tak kunjung memperlihatkan pergerakan untuk membuka pintu.
"Apa anda mengundang tamu?"
"Buka saja, siapa tahu teman ku!"
Jihan menurut saja, dia membuka pintu dan terkejut melihat siapa yang berdiri di depannya.
"Minggir" Celsi mendorong Jihan ke samping. Kemudian dia masuk ke dalam menemui Rian.
"Rian, kamu akhirnya sadar ku."
Jihan menutup pintu, kemudian duduk di sofa memperhatikan interaksi kedua anak manusia itu.
"Rian, kenapa kamu tidak mengabari aku kalau kamu sudah siuman?"
"Kamu siapa?" tanya Rian sinis.
"Aku kan tunangan kamu, masa kamu lupain aku sini" rengek Celsi manja.
Jihan yang mendengar itu menatap sinis padanya. Ingin sekali dia merobek mulut wanita ular itu.
"Bukan nya gak jadi yah" Sahut Jihan tanpa menoleh pada mereka, dia fokus dengan layar ponselnya.
"Heh sembarangan mulut kamu, pembantu saja belagu." Celsi berbalik dan menatap Jihan tajam.
"Kamu gak akan bisa mencegah aku menemui Rian lagi Jihan!"
Deg.
Dahi Jihan mengerut, sejak kapan dia melarang wanita ini. Bahkan dia saja tidak pernah muncul sejak kejadian malam itu.
"Maksud kamu apa?" Tanya Rian,dia menarik lengan Celsi agar menghadap pada dirinya.
Dengan senyum licik dan ekspresi di buat sedih Celsi mengarang sebuah kisah.
"Rian, gadis ini selalu melarang aku melihat kondisi kamu. Dia selalu mengusir aku!"
"Apa? hei, aku-"
"Sudah cukup Jihan. Kamu tidak akan bisa mencegah ku lagi, Rian sudah sadar sekarang!" ucap Celsi tidak memberikan kesempatan bagi Jihan untuk membela diri.
"Rian, lebih baik kamu mengusir gadis ini!" Pinta Celsi merengek di lengan pria yang saat ini malah diam.
"Tidak bisa!" bantah Jihan, dia tidak akan mau pergi dan membiarkan gadis licik itu mendekati bapak kos nya.
"Aku di tugaskan untuk merawat pak Rian!"
"Aku sudah ada di sini, dan aku bisa merawat tunangan ku!"
Brak!
Semua yang ada di ruangan itu terkejut. Pintu ruangan rawat Rian tiba-tiba terbuka dan terhempas sedikit kuat.
"Maaf,ganggang nya macet tadi. Jadi aku mendorongnya sedikit lebih kuat." Ucap orang itu yang tidak lain adalah Jerico.
"Jerico?" Rian tersenyum senang, dia sudah lama tidak bertemu dengan sahabat dekatnya ini.
"Maaf yah bro aku baru bisa datang. Soalnya kemarin baru balik dari Amerika dan dapat kabar soal kecelakaan kamu." Ucap Jerico tak enak hati, dia memeluk Rian sambil melirik pada Celsi yang juga melihat kearahnya. Mereka saling melempar senyuman,bahkan Jerico menyempatkan tangannya mencolek Celsi tanpa sepengetahuan Rian.
Sayangnya, semua perbuatan mereka di saksikan oleh Jihan.
"Dasar ular berkepala 10, mereka bermain api di belakang pak Rian." Jihan mengumpat di dalam hati. Dia tidak bisa mengatakan pada Rian apa yang baru saja dia lihat, bisa bisa kedua ular itu membalikkan fakta dan menyudutkan dirinya.
Selepas memeluk Rian, Jerico menoleh pada Jihan.
"Hei Rian, siapa wanita kecil ini?"
"Dia pembantu Rian" Ucap Celsi menggantikan Rian untuk menjawab pertanyaan Jerico.
"Sayang banget,cantik cantik malah jadi pembantu."
"Gak masalah, dari pada cantik tapi jual murah!" balas Jihan sengaja menekankan kata murah dan melirik pada Celsi.
"Maksud kamu apa!" Hardik Celsi tidak terima.
"Apa kurang jelas? aku tidak berbicara dengan bahasa yang rumit. Tante Tante seperti kamu masa tidak mengerti!" Balas Jihan santai.
Jerico mengamati Jihan, dia cukup takjub dengan keberanian Jihan.
"Sudah lah, abaikan saja dia. " Ucap Rian mengalihkan perhatian kedua orang itu. Baik Celsi maupun Rian terpaksa mengabaikan Jihan untuk saat ini.
Hari itu Jihan berada di ruangan Rian dengan mata terus mengawasi pergerakan Celsi dan Jerico. Mereka yang selama ini menghilang tiba-tiba datang. Tentu ini sangat mencurigakan bagi Jihan.
Apalagi sikap Celsi dan Jerico yang terlihat aneh, menambah titik kecurigaan Jihan bertambah.
Cukup lama mereka mengobrol ringan bersama Rian. Akhirnya kedua ular itu pergi dari sana.
Jihan menutup pintu, lalu menguncinya.
"Kenapa di kunci?" tanya Rian heran.
"Agar ular tidak masuk lagi!" balas Jihan acuh, kemudian ia berlalu masuk ke dalam toilet. Dari dalam toilet dapat Jihan dengar bahwa Rian mengumpat pada dirinya.
"Gadis angkuh, keras kepala, hanya karena mama ku mempercayainya, membuat dia besar kepala!"
Pukul 8 malam, Fio dan Jordan datang berkunjung. Jihan menceritakan pada mereka tentang apa yang terjadi hari ini.
Terlihat dari ekspresi wajah Jordan tegang ketika mendengar nama Jerico di sebut.
"Ma, kenapa mama menyuruh gadis ini mengurus ku? dia juga melarang teman teman ku datang mengunjungi ku!" Protes Rian. Jihan tampak tak peduli.
"Teman mana sih, tidak pernah teman mu datang untuk menjenguk!"
"Celsi maksudnya Tante" sahut Jihan.
Rian menatapnya sinis, gadis ini seolah tidak takut jika dirinya mengaduh pada mamanya.
"Ada apa sebenarnya ini, kenapa situasinya sangat membingungkan" Pikirnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments