Ting Tong..
Ting Tong..
"Pak ada tamu." Ujar Jihan berusaha melepaskan ciuman Rian. Namun, pria itu enggan untuk memperdulikannya.
Bi Warti berlari dari arah dapur, dia tergesa gesa menuju ke pintu depan.
Ting tong..
"Iya sab.."
Langkah yang tadinya cepat mendadak berhenti, dengan mulut dan kedua matanya melebar.
"Astaga.." Pekik bi Warti.
Sontak Jihan membuka matanya, dia mendorong Rian menjauh dari tubuhnya.
Rian menggeram kesal, matanya menatap marah pada bi Warti.
"Maaf pak, saya mau lihat tamu." Gugup bi Warti segera berlari menuju pintu.
Untuk kedua kalinya Rian merasa kesal, aksinya selalu saja terganggu.
"Tidak bisa, aku tidak bisa menahannya." Gumam Rian.
Jihan yang mendengarnya langsung bersiap untuk kabur. Namun, tangan Rian lebih cepat menangkap lengannya.
"Jangan berpikir untuk kabur Jihan, tugas mu belum selesai."
Rian menarik Jihan menuju ke ruangannya.
"Pak, ada tamu jangan maksa."
"Jangan menyiksa ku lagi Jihan, jangan mencoba untuk menggunakan kesempatan ini untuk kabur!"
Jihan terus meronta sambil memikirkan cara agar dia bisa kabur.
"Rian, kamu di mana???"
"Rian!!!"
Deg.
Itu suara mama nya Rian, wanita garang yang paling Rian takuti dan hindari.
"Sial, kenapa malah di saat sekarang datang nya."
"Tuh kan pak, ada tamu memanggil bapak!" Jihan menepis tangan Rian di lengannya, kemudian tersenyum lebar pada Rian yang tidak bisa berbuat apa apa.
Pria itu tidak mungkin nahan dirinya di depan tamu, Jihan sangat hafal orang angkuh seperti bapak kos nya.
"Maaf nyonya, tuan sedang tidak mau di ganggu." Bi Warti terus mencoba menahan nyonya besarnya agar tidak masuk ke dalam rumah.
"Kamu apa apaan sih Warti, kenapa kamu mencegah saya bertemu dengan putra saya."
"Tapi nyonya, tuan lagi-"
"Udah deh bi, gak usah ikut campur!" Timpal Celsi yang setia berdiri di belakang Fio, mamanya Rian.
Fio dan Celsi menyelonong masuk, mereka menuju ke ruang tengah.
"Aduh, bagaimana ini.. Nyonya,,, " susul bi Warti dengan ekspresi kalut.
"Rian!" Langkah Fio semakin cepat, matanya melirik bi Warti nyalang.
"Katanya kamu sedang sibuk, tidak mau di ganggu. Tapi kok cuma berdiri saja?" Sindir Fio, Warti hanya bisa menunduk kemudian permisi ke belakang untuk membuatkan minum.
"Mama ngapain ke sini, gak ngabarin Rian lagi."
"Hei, apa seorang ibu harus meminta ijin terlebih dulu untuk menemui putranya sendiri?"
"Bukan gitu mah, tapi"
"Ah sudah lah, mama mau bicara sama kamu!"
Fio memboyong putranya ke sofa, bersama dengan itu Celsi juga mengikuti mereka. Gadis itu duduk tepat di sebrang Rian dan Fio.
Senyum Celsi terlihat manis sekali, di hatinya selalu berbangga hati karena kali ini Rian tidak akan bisa mengelak lagi. Dia sudah memiliki Fio di pihaknya.
Siapa yang tidak tahu, seorang pria tampan nan angkuh dan dingin ini takut pada wanita baru baya yaitu Fio Ahmadi.
"Rian, mama dengar kamu berbuat kasar pada Celsi."
"Apa itu benar?" Tanya Fio.
Rian melirik Celsi, gadis itu menunduk tidak berani menatap mata Rian.
"Apa dia yang mengatakannya?"jawab Rian balik bertanya.
"Rian, mama bertanya kenapa kamu malah balik bertanya hm." Protes Fio.
"Jika mama mempercayainya, maka anggap saja itu benar."
Raut wajah Rian mulai berubah, dan Fio sangat hafal itu. Pasti putranya mulai tidak mood mengobrol dengannya.
"Rian, bukan seperti itu. Tentu saja mama percaya sama kamu. Agar semuanya jelas, makanya mama bertanya." Jelas Fio membuat Celsi melotot.
"Tante.."
"Stt.." kode Fio agar Celsi tidak ikut campur.
"Rian, mama dan papa sepakat menjodohkan kamu dengan Celsi."
"Ma, apa putra mama ini tidak laku? Apa harus mencarikan jodoh untuk di nikahi?"
"Bukan begitu Rian, mama dan papa khawatir dengan usia mu yang sudah semakin tua dan kamu masih belum menikah."
"Ma, apa aku ini boneka? Apa pernikahan itu sebuah permainan?"
"Tidak sayang, mama dan papa cuma mencoba membantu kamu nak."
"Tidak ma, Rian tidak suka cara mama dan papa seperti ini."
Perdebatan terus terjadi, Jihan yang masih di samping rumah mendengar percakapan mereka. Tadinya Jihan ingin ke pintu depan untuk mengambil tas nya yang sempat terjatuh tadi. Tapi, pembicara ibu dan anak itu membuat hati dan pikirannya sedikit terganggu.
"Nak, cobalah sekali saja. Jalani bersama Celsi, siapa tahu kalian cocok." Bujuk Fio, dia masih berusaha untuk membujuk putranya menerima Celsi.
"Mama tidak memaksa kamu harus menikah dengannya, tapi setidaknya cobalah terlebih dulu. Hargai usaha kami nak." Lirihnya.
Rian menyapu wajahnya dengan telapak tangan gusar, dia tidak bisa berkata apa apa jika mama nya sudah seperti ini.
"Ok baik lah, tapi Rian tidak janji akan menerima nya."
Celsi sumringah, dia mendapatkan kesempatan untuk mendekati Rian. Ini kesempatan emas, dia tidak akan menyia nyiakannya.
"Terimakasih sayang, mama yakin kamu tidak akan mengecewakan mama."
"Kamu harus berusaha keras Celsi." Ujar Fio.
"Tentu Tante." Sahut Celsi tersenyum senang.
"Sekarang, ajak lah Celsi makan malam bersama, agar kalian makin dekat."
"Ma, aku ba-"
"Gak usah banyak alasan, cepat ganti pakaian mu sekarang." Fio mendorong Rian masuk ke kamarnya, kemudian mendekati Celsi dan mendandani gadis itu agar terlihat cantik.
"Huh, sedang enak enak nya malah selalu di ganggu."
Rian terus menggerutu, dia sama sekali tidak ikhlas pergi bersama dengan Celsi. Jika bukan karena mama nya, maka dia tidak akan mau mengajak gadis itu makan malam. Lebih baik berdua dengan Jihan di bandingkan dengan gadis itu.
Beberapa menit kemudian, Rian siap dengan gaya santainya. Dia hanya mengganti baju kemeja ke baju kaos lengan panjang. Benar benar santai, tidak seperti Celsi yang ternyata membawa baju ganti. Sekarang dia mengenakan gaun selutut dengan belahan rendah.
"Aku pergi dulu yah Tante" pamit Celsi memeluk Fio.
"Iya sayang, kamu tetap semangat yah sayang."
"Iya Tante."
Celsi buru buru masuk ke dalam mobil, di sana Rian sudah menunggu dengan wajah datar nya.
"Hati hati...." Seru Fio melambaikan tangan. Dia merasa sangat senang akhirnya Rian dan calon menantu idamannya jalan bersama.
Sementara di dari jendela kamar kos nya, Jihan menatap kepergian Rian dan wanita cantik yang ia ketahui adalah jodoh pak Rian.
Jihan merasa aneh, ada sedikit rasa tidak suka melihat kebersamaan mereka.
"Apa apaan, harusnya aku senang. Pria itu tidak akan mengganggu ku lagi" Dengusnya kesal dengan apa yang ia rasakan.
Jihan menutup jendela, merebahkan tubuhnya.
"Ah aku belum mandi." Keluhnya bangkit dengan malas mengambil handuk dan kembali keluar dari kamar kosnya dan masuk ke dalam kamar mandi yang tidak jauh dari kamar kosnya.
Setelah merasa segar dan nyaman, Jihan memutuskan untuk tidur. Hidupnya mulai terasa semakin lelah semenjak dirinya terlibat dengan bapak kos yang suka mencumbunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Liswati Angelina
semoga ryan gak tergoda nih sama celsi
2024-01-05
0