Hati siapa yang tidak sakit melihat anak satu satunya terbaring tidak berdaya dengan alat alat rumah sakit terpasang di tubuhnya.
Jihan tidak bisa berkata apa apa lagi, hatinya hancur melihat kondisi keluarga ini. Jordan berdiri di samping istrinya, berusaha menenangkan dan memberi kekuatan agar istrinya tetap tegar.
"Pa, putra kita pa.. Rian baik baik saja kan pa?"
"Iya ma, mama tenang saja yah. Putra kita pasti baik baik saja!" Jordan memeluk istrinya, mengecup keningnya.
45 menit berlalu, Jihan dan kedua orang tua Rian menunggu dengan perasaan tak menentu.
Ceklek.
Sontak Jihan maupun kedua orang tua Rian mendongak, ketika mendengar suara pintu ruangan UGD di buka.
Mereka bergegas mendekati sang dokter.
"Dokter, bagaimana kondisi putra saya?" tanya Fio gelisah, sisa air mata masih terlihat di bawah pelupuk matanya.
"Mohon maaf, apa kalian keluarga pasien?"
"Iya dok, saya ayah pasien, dan ini istri saya" jawab Jordan.
Jihan diam saja, dia mendengarkan apa yang akan dokter itu katakan.
"Mari pak, ikut saya ke ruangan untuk membicarakan tentang kondisi pasien." Ucap sang dokter.
Jordan mengangguk, dia memberi isyarat pada Jihan agar menjaga istrinya.
Jihan mengangguk dan langsung mendekati Fio. Wanita itu tidak banyak komentar, kakinya sudah lemas dengan keadaan ini.
Jihan menatap kepergian Jordan dan dokter, ingin rasanya dia meminta agar mereka membicarakan tentang kondisi Rian di sini saja. Namun, apalah daya seorang Jihan. Dia hanya bisa diam.
"Tante, ayo duduk di sana. Pak Rian pasti akan baik baik saja." Bujuk Jihan.
Fio menurut saja, hatinya sudah terlalu lelah untuk menolak.
Selang beberapa menit, pintu ruangan UGD kembali terbuka. Beberapa suster mendorong brangkar dengan Rian yang terlihat lemah di atasnya.
Fio langsung berdiri, berjalan cepat mendekati sang putra.
"Rian, sayang... Nak, ini mama nak"
"Tante, tolong tenang lah." Jihan berusaha menahan Fio agar tidak menahan suster yang ingin memindahkan Rian ke ruangan rawatnya.
"Rian, ini mama nak buka lah mata kamu. Rian.."
"Rian.." Fio tak sanggup lagi, tubuhnya sudah sangat lemas hingga ambruk di lantai rumah sakit. Jihan yang sedikit lebih kurus dari Fio ikut ambruk bersama wanita itu.
Di ruangan dokter, Jordan terlihat tegang. Hatinya bergetar setela mendengar penjelasan dari sang dokter tentang kondisi putranya.
"Bersyukur, pasien sudah melewati masa kritisnya. Saat ini kita hanya bisa menunggu kapan pasien akan sadar dari koma."
"Apa ada hal lain yang terjadi pada pasien dok?"
"Saya tidak bisa memastikan hal itu pak, kemungkinan terbesar pasien akan mengalami lupa ingatan. Mengingat terdapat benturan yang sangat kuat di bagian belakang kepala pasien."
"Tapi itu hanya kemungkinan, bisa saja tidak terjadi. Kami bisa mengetahuinya setelah pasien siuman."
"Kemungkinan juga pasien akan mengalami kelumpuhan, salah satu saraf di bagian kakinya ada yang lemah."
Jleb.
Jordan tertunduk lemas, dia tidak tahu bagaimana kondisi Fio jika mendengar kabar ini.
Jordan keluar dari ruangan dokter, hatinya terasa hancur. Kakinya juga terasa lemas, beberapa kali Jordan hampir terjatuh. Bersyukur ia bisa mengatasinya dan tidak terjatuh.
"Mengapa semua ini terjadi??"
"Apa kesalahan putra saya??"
Berbagai pertanyaan muncul di benak Jordan. Selama ini dia selalu percaya dengan takdir. Namun, setelah mengalami ini sulit baginya untuk menerima takdir.
Apalagi putra satu satunya ini masih lajang, pasti masa depannya akan hancur apabila dia mengalami kelumpuhan.
Jordan tiba di depan ruangan rawat putranya. Terlihat di dalam sana sudah ada Fio yang setia duduk sambil menangis menatap sang putra.
Ceklek.
Jihan keluar, dia terkejut melihat Jordan hanya berdiri di depan.
"Om, kenapa om tidak masuk?" tanya Jihan heran.
Jordan menggeleng pelan, dia tida berani masuk ke dalam. Tidak berani bagaimana hendak menghadapi istrinya.
Melihat reaksi Jordan seperti itu, Jihan jadi penasaran. Hatinya semakin gunda gulana membayangkan informasi apa yang saat ini telah di dengar oleh Jordan.
"Om," Jihan menarik pelan Jordan menjauhi ruangan Rian. Mereka duduk di anak tangga rumah sakit yang sepi. Tangga ini jarang sekali di gunakan karena sudah daa lift.
Jordan duduk dengan tatapan kosong ke depan.
"Om, apa yang dokter katakan. Bagaimana kondisi pak Rian?"
Tak ada respon, Jordan masih diam. Membuat Jihan memberanikan diri untuk menyentuh lengannya.
Benar saja, Jordan tersentak dan menoleh kearahnya. Seulas senyum terukir di bibir Jordan, tapi Jihan tahu itu hanya di perlihatkan untuk mengelabui kerapuhan hatinya saja.
"Katakan om." desak Jihan.
Dengan suara bergetar Jordan mengatakan semuanya pada Jihan.
"Semuanya belum pasti, tapi dokter mengatakan Rian kemungkinan akan mengalami kelumpuhan dan juga lupa ingatan."
Jleb.
Bak tersayat pisau yang sangat tajam, Jihan merasa hatinya begitu perih mendengar kabar ini. Dia benar benar sudah jatuh hati pada pria itu, hatinya sampai tidak terima dengan apa yang terjadi pada pria itu.
"Masa depannya akan hancur Jihan, tidak akan ada yang mau menikah dengan putra ku." Gumam Jordan menutup wajahnya dan menangis.
Jihan diam seribu bahasa, hatinya terenyuh mendengar suara tangis Jordan.
"Ini salah ku, kalau bukan aku yang membuat masalah dengan mereka. Pasti Rian tidak akan seperti ini. Aku yang membawa kesialan untuk dirinya."
Jordan menoleh, tangisnya terhenti mendengar ucapan Jihan yang menyalahkan dirinya.
"Tidak nak, kamu tidak salah. Semua ini adalah kecelakaan, meskipun aku tidak bisa menerima takdirnya, tapi ini tidak ada hubungannya dengan mu."
Jihan tak menjawab, dia hanya menangis dan terus mengutuk dirinya di dalam hati.
Setelah sedikit merasa tenang, Jordan membawa Jihan kembali ke ruangan rawat Rian.
Mata Jihan menangkap sosok Fio duduk di samping Rian. Masih sama seperti dia tinggalkan tadi.
"Nak, maafin mama. Ini semua kesalahan mama yang udah nyuruh kamu pulang"
"Salahkan mama nak"
"Ini salah mama... hikss... Andai saja.. Hiks.."
Jihan mendekati Fio, suara tangis wanita itu mampu membuat hati tersayat. Sungguh ini adalah suasana paling sedih yang pernah Jihan temui.
"Tante, jangan salahkan diri Tante dong. Ini semua sudah jalan dari Tuhan."
"Gak Jihan, ini salah saya. Saya yang menyuruh Rian pulang. Andai aku tidak memintanya segera pulang. Mungkin ini tidak akan terjadi." Fio semakin histeris, rasa sedih di hatinya tak bisa ia bendung lagi.
"Tante sudah, ini salah aku Tante. Tante nyuruh pak Rian pulang karena aku yang akan pergi iya kan?"
"Jadi ini bukan salah Tante, jangan salahkan diri Tante lagi yah. Aku mohon." Lirih Jihan, gadis itu ikut menangis didepan Fio. Ia berlutut dan memeluk pangkuan Fio.
"Jangan salahkan diri Tante . hiks.. hiks.."
Fio tak menjawab, dia hanya menangis sambil menatap putranya.
Tidak tahan melihat kondisi ini, Jordan kembali keluar dari ruangan rawat Rian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Al Vian
lanjut Thor
2024-01-22
0