Di tangan kanannya memegang gelas dan di tangan kirinya memegang piring berisikan berbagai macam makanan.
"Ini." Dengan raut wajah menahan kesal, ia berikan semua itu pada suaminya. Tapi tanpa diduga Arsen malah menaruhnya pada kursi setelah ia terima. Dan dia mengacuhkan makanan itu.
"Hey, kenapa gak dimakan?" Arsen hanya diam seraya menatap kosong hamparan bunga di depannya.
Anell mengepalkan tangannya merasa kesal sekali. Ingin rasanya meninju wajahnya hingga lebam.
"Tuah, Nyonya, kalian dipanggil tuan Samantha." Seorang karyawan yang memakai pakaian hitam putih tiba-tiba menghampiri mereka.
Mereka berjalan melewati banyak pasang mata yang tak lepas memandangi mereka. Karyawan tersebut membukakan pintu ruangan yang berada di belakang gedung.
Anell dan Arsen masuk ke dalam ruangan itu, yang ternyata sudah ada Samantha di sana.
"Arsen ...." Suaminya itu malah keluar dari ruangan lagi. Anell ingin mengejarnya tapi Samantha melarang.
"Tidak usah. Kamu saja duduk di sini, Anell."
Melihat Papa mertuanya entah kenapa belum membuat hatinya lapang. Sejak perdebatan kemarin yang mengatakan bahwa Arsen sering melakukan hal seperti itu, membuatnya sedikit marah. Seharusnya Arsen mendapatkan penanganan yang serius, tapi orang tuanya seakan acuh.
"Anell, Papa hanya ingin memberikan ini. Ini tiket bulan madu kalian. Papa memberikannya sekarang karena mulai besok Papa akan berada di luar kota. Papa tidak akan di rumah selama beberapa hari. Ini tiketnya untuk lusa dan satu minggu ke depan. Kalian akan berbulan madu satu minggu full," jelasnya panjang lebar.
"Hah?? Bulan madu?"
Ia menggaruk-garuk kepalanya merasa bingung. Menurutnya konyol sekali harus berbulan madu dengan orang yang aneh.
"Tolong kasih tahu pada Arsen."
Dua tiket pesawat terpampang jelas di depannya. Dengan muka masam, ia mengambilnya.
"Baik, Pa."
Hanya jawaban singkat dan tak ada pertanyaan yang terlontar dari mulutnya.
Saat keluar dari ruangan, ia mencari-cari suaminya. Sayang sekali ia tak memiliki sebuah ponsel sekarang. Tapi ia tak mempermasalahkan itu, karna untuk apa punya ponsel. Ia juga sudah malas untuk menghubungi keluarganya. Mereka telah dengan sengaja menjebloskannya ke pelukan pria aneh dan jelek.
"Nyonya Anell, tuan Arsen sudah pulang barusan." Seorang pelayan rumah yang ikut bantu-bantu di acara pernikahan Marvel menghampirinya dan memberitahu.
"Kenapa pulang? Ada apa?" Anell langsung berlari ke pintu keluar dan mencari mobil yang mereka tumpangi tadi.
"Aku mau pulang juga. Panggilkan sopir yang lain," kata Anell memerintah. Pelayan tersebut dibuat bingung dan ia akhirnya menghubungi sopir yang lain.
"Tapi Nyonya, acaranya akan dimulai sebentar lagi."
"Aku tidak peduli!" Ia pun tak nyaman berada di sini. Karna mungkin saja keberadaannya tak dihiraukan.
***
Taburan kelopak bunga merah menyambut kedatangan kedua mempelai. Mereka berjalan seraya mengembangkan senyumannya. Sang wanita terlihat sangat cantik dengan gaun putih yang menjuntai panjang. Sebuah mahkota kecil menghiasi rambutnya yang indah.
Floren menatap haru putra sulungnya yang kini sudah berstatus sebagai suami. Yang artinya putranya itu akan mempunyai kehidupan sendiri nanti.
"Derlin! Kamu mau ngapain?" Floren menatap kesal dengan putra bungsunya yang ikut berkumpul untuk memperebutkan bunga yang akan dilempar pengantin.
Pemandu acara memulai berhitung.
Satu ... Dua ....... Tiga!
Bunga dilempar dan .....
"Aku dapat!!!!" teriak seorang pria muda dengan girangnya. Dia sampai lompat-lompat kegirangan.
"Derlin! Kamu masih muda!" teriak Floren membuat seluruh tamu undangan tertawa. Tapi putranya itu malah tak peduli dan masih berbahagia dengan bunga yang ia terima.
"Dasar anak kecil!" Marvel sampai geleng-geleng kepala melihat tingkah adik kecilnya itu.
"Setelah ini Derlin mau menikah?" tanya Tarra dengan polosnya.
"Nikah sama siapa? Kucing?" Marvel tertawa terbahak-bahak.
Setelah acara resepsi selesai, perlahan satu persatu tamu undangan meninggalkan gedung. Hanya sisa beberapa tamu saja yang masih nyaman berbincang dengan Samantha.
"Aku dari tadi tidak lihat kak Arsen dan kak Anell." Derlin sedari tadi memang menyadari bahwa kedua kakaknya itu tidak kelihatan. Tapi memang Floren melarangnya untuk mencari. Dia menyuruh Derlin duduk diam pada kursinya untuk menikmati acara.
"Apa mereka berdua datang? Padahal aku tidak undang lho," ujar Marvel sembari meneguk air minumnya.
"Husshh, Sayang. Kenapa bicara seperti itu. Mereka kan saudara kamu, masa pakai undang segala sih." Tarra langsung menyenggol lengan suaminya yang dianggapnya perkataannya tidak pantas.
"Aku mau cari mereka dulu." Derlin langsung beranjak dari duduknya dan pergi mencari. Sedangkan Floren dan Samantha masih sibuk berbincang dengan tamu.
"Kalian lihat kak Arsen atau kak Anell gak?" tanyanya pada seorang pelayan rumah yang ada di gedung.
"Sudah pulang, Tuan. Tuan Arsen dan Nyonya Anell sudah pulang sejak tadi." Pelayan tersebut memberitahunya karna ia memang sudah tahu soal itu dari pelayan lain.
.
.
.
Sedangkan di sisi lain, Anell sedari tadi mencari-cari keberadaan suaminya di dalam rumah.
"Dimana dia? Di kamar gak ada. Di ruang melukisnya gak ada. Lalu dimana?"
Ia benar-benar bingung dengan sikap suaminya yang aneh itu. Tiba-tiba ada, tiba-tiba hilang dan kadang suka tiba-tiba melakukan hal diluar nalar.
"Dimana suamiku? Kalian gak tahu?" tanyanya pada para pelayan yang sedari tadi membantu mencari Arsen.
"Katanya sudah pulang, sudah masuk rumah. Masa kalian gak lihat masuknya kemana?"
Anell terlihat marah, ia bahkan menatap satu persatu mereka dengan tajam.
"Lihat, Nyonya. Tadi tuan Arsen naik ke atas. Saya kira tuan Arsen masuk ke kamar."
Mendengar jawaban pelayan, ia pun terpikirkan sesuatu.
"Kau di sini, kan???" teriaknya setelah Anell memutuskan untuk mencari di dalam kamar lagi. Setelah ia lelah sedari tadi mencarinya ke ruang lain, di sini lah ia yakin bahwa suaminya ada di dalam kamar.
Sekali lagi ia masuk ke dalam ruangan melukisnya.
"Ya Tuhan!" Anell terkejut saat melihat Arsen sedang duduk santai sembari bermain dengan alat kuasnya. Dia mencorat-coret kanvas putihnya dengan cat berwarna-warni.
"Kamu dari kapan di sini?" Anell ingat betul bahwa saat tadi dia masuk ke sini, Arsen tidak ada.
Dia menengok ke kanan dan kiri, barangkali ada pintu tersembunyi di sini.
"Aku tadi ke sini dan kamu tidak ada. Apa kamu sebenarnya hantu? Hey! Jawab aku!"
Kuas melukisnya ia jatuhkan begitu saja dan perlahan membalikkan tubuhnya. Ia menatap gadis kecil di hadapannya dan perlahan bangkit dari duduknya.
Anell terlihat ketakutan karna Arsen berjalan mendekatinya. "Hey! Jangan macam-macam!" Ia mengacungkan sebuah tongkat kayu yang ada di dekatnya, ia mengancam akan memukulnya jika Arsen terus mendekat.
"Kamu bodoh apa gimana? Apa tadi saat kamu masuk ke dalam kamar, kamu mengecek kamar mandi? Tidak, kan?"
Gadis itu coba mengingat-ingat, apa yang ia lakukan saat masuk ke dalam kamar. Dan ia menyadari bahwa dirinya sudah panik lebih dulu dan mencarinya asal tanpa melihat ke pintu kamar mandi yang tertutup. Ia hanya mencari sosoknya yang tidak kelihatan di dalam kamar maupun di ruangan melukisnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
L i l y ⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈💦
Masih mengikuti alur nya🤗
2024-01-12
3
Nar Sih
masih menyimak kakk,dan juga bingung penasaran ada apa dgn arsen sbnr nya
2024-01-12
2