Sejak keributan yang terjadi kemarin, sudah beberapa hari ini rumah mewah yang ia tempati terdengar sunyi. Seperti tidak ada aktivitas di dalam rumah. Perawat yang sudah beberapa hari ini menemani Arsen juga pagi ini pamit untuk kembali tugas di rumah sakit. Setelah memastikan kondisi Arsen benar-benar pulih.
"Derlin, ada apa?" Saat Anell membuka pintu ingin ke dapur, ternyata ada Derlin di depan pintu kamarnya. Pria itu menatapnya dengan seksama.
"Di bawah ada keluarga Kakak datang," ucapnya memberitahu.
"Siapa? Ayah dan Ibu?"
"Tidak hanya ayah dan ibunya Kakak. Tapi ada dua saudara perempuan kakak juga."
Ia lantas turun ke bawah untuk menemui mereka. Sebenarnya ia merasa takut, kalau mereka datang untuk membawa kabar buruk.
"Anell ....." Raissa berlari memeluk putrinya. Awalnya ia datang tidak dalam kondisi menangis, tapi setelah melihat putrinya malah menangis sedih. "Ayo, Nak. Kita pulang," lirihnya pada telinganya.
Pandangan Ayah dan kedua kakaknya langsung tertuju padanya.
"Kalian pasti lelah karna habis perjalanan jauh. Bersantai lah di sini. Anggap saja rumah sendiri." Derlin tiba-tiba datang dan bergabung duduk bersama mereka.
"Kamu siapa ya, Nak? Saya belum pernah melihat kamu sebelumnya." John mengamati wajah Derlin, memang ia belum sempat bertemu dengannya.
"Nama saya Derlin. Saya putra terakhir di keluarga ini," jelasnya
John teringat akan perkataan Samantha yang menyebutkan bahwa ada satu putranya yang masih sekolah. Dan ternyata anak itu ada di hadapannya sekarang.
"Segera kemasi barang mu sekarang!" perintah Raissa dengan suara keras membuat Derlin menoleh.
"Ada apa, Nyonya? Kenapa Kak Anell disuruh mengemasi barangnya?"
Raissa langsung menatap John seperti meminta bantuan untuk menjelaskan.
"Maaf, Derlin. Anell harus kembali pada kita. Anell harus pulang."
"Loh, kenapa? Kak Anell kan istri kakak saya. Ya tidak masalah jika tinggal di sini. Masa mau berjauhan."
Diantha yang duduk di samping ibunya hanya bisa diam sembari menyimak. Dia tidak tahu pasti apa yang sedang terjadi di keluarganya. Tentang kenapa Anell disuruh pulang juga ia tidak tahu.
Sedangkan Celand, dia sedari tadi sibuk curi-curi pandang akan sosok Derlin.
"Tampan sekali."
Tak lelah, hatinya terus memuji paras tampan yang dimiliki Derlin.
"Jika yang dijodohkan itu dia, aku pasti tidak nolak!!!"
"Aku tidak mau!" seru Anell dan langsung berdiri.
"Ya ampun, Nak. Kamu harus pulang. Ibu tidak kuat harus berjauhan denganmu," pinta Raissa dengan matanya yang basah.
"Tidak!" Anell langsung berlari pergi menuju atas.
"Anell!!!!!!" teriak John.
Dengan napas yang memburu, Anell menahan tangis sepanjang jalan.
"Arsen ...." Saat ia membuka pintu ternyata ada Arsen yang sedang berdiri. Pria itu sepertinya habis mandi karna bau harum menyeruak ke hidungnya.
"Habis darimana?" tanyanya.
"Hm, dari bawah. Kenapa?"
Ia menggelengkan kepala dan ingin masuk ke dalam ruangannya lagi tapi Anell mencegahnya.
"Mau melukis lagi?"
Arsen terhenti dan menoleh ke belakang. "Bukan urusanmu!" ketusnya.
"Nonton film yuk!" ajaknya.
Sebenarnya di kamarnya ada sebuah televisi. Tapi memang letaknya ada di pojok kamarnya dan jarang sekali dinyalakan.
"Jangam mengajakku!"
"Ayo ....." Anell tiba-tiba menarik tangannya dengan lembut. "Ada film bagus loh." Ia mengedipkan kedua matanya dan akhirnya Arsen mengikuti langkah kakinya.
Anell menyalakan layar televisi dan Arsen duduk di sofa yang ada di ruangan.
"Ayah dan ibu baru pulang." Ia melongok kebawah dan melihat ada mobil keluar dari gerbang.
"Apa yang kamu lihat?" Tiba-tiba Arsen ada di belakangnya. Dia ikut melihat ke bawah tapi tak menemukan apa pun.
"Enggak. Gak lihat apa-apa. Cuma ingin menghirup udara segar aja kok."
Hari ini ia seperti melihat sosok Arsen yang berbeda entah kenapa sikapnya kini lebih bisa lembut.
"Membosankan!" Saat filmnya baru mulai selama 10 menit, Arsen tiba-tiba mematikan layar televisinya. Dia malah melemparkan remote ke sembarang arah dan pergi begitu saja.
"Hey!!!!!" Ia menginjakkan kakinya kesal karna Arsen tidak mau melanjutkan menonton film dengannya. Padahal baru sebentar, tapi ia sudah menyimpulkan bahwa film ini membosankan. "Dasar aneh!!!!!!"
***
Sepanjang perjalanan pulang, Raissa tak berhenti menangis. Ia terus menangis tersedu-sedu di pelukan Diantha.
"Ibu, sudah ya jangan nangis terus." Diantha juga ikut sedih melihat ibunya seperti ini.
"Kita harus pindah rumah!" John tiba-tiba bersuara. Dengan tegas ia katakan kalau mereka harus segera pindah rumah.
"Gak mau ah!!! Kamarku baru saja direnovasi. Aku tidak mau!!!" seru Celand menentang usul dari ayahnya.
"Terserah jika kamu mau terus tinggal di rumah itu dan menyambut Samantha datang dengan pasukannya."
Celand mendengus kesal, ia melipat kedua tangan di perutnya dengan bibir cemberut.
"Segera kemasi barang kalian cepat!!! Sebelum Samantha datang lagi."
"Lalu kita mau kemana, Yah?" tanya Diantha.
"Sementara kita tidur di butik Celandine dulu."
"Hah???????" teriak Celandine merasa terkejut. "Kenapa di butikku, Yah???? Nanti kalau karyawan aku tahu gimana?"
Celand semakin frustasi mendengar ucapan ayahnya. Dirinya seperti akan dibunuh pelan-pelan. Karna bertubi-tubi keluarganya mendapat masalah.
"Sementara!!!" John terdengar memaksa, karna ia ingin melindungi keluarganya dari serangan Samantha.
Dengan wajah pasrah, akhirnya Celand tak bisa berbuat apa pun. Ia pun merelakan butiknya yang akan menjadi tempat penginapan.
"Ayah, kedai ayam gorengnya gimana? Kita gak jualan lagi?" Diantha mengingatkan akan kedai yang orang tua mereka miliki.
"Sementara di tutup. Ayah masih ada uang untuk kita bertahan hidup nanti. Ayah juga akan terus memikirkan cara untuk membuat Anell pulang. Agar Samantha tidak meneror kita lagi."
"Davin ....." Seorang pria berambut pendek dengan motor gedenya masuk ke halaman rumah mereka. Pria yang baru pertama kali menginjakkan kakinya di rumah ini langsung terkejut karna penghuni rumah keluar dengan barang-barang di tangan mereka masing-masing.
"Kamu mau apa kesini?" Diantha langsung menghampiri sosok pria yang belum pernah ia kenalkan ke keluarganya.
"Aku mau kasih kejutan untuk kamu. Aku diam-diam kesini untuk kenalan dengan orang tua kamu. Tapi sepertinya kalian mau pergi?"
"Siapa namamu, Nak?" John ikut datang menghampiri dan mengajak bersalaman.
Dengan senyuman yang lebar, pria yang bernama Davin itu menyambut uluran tangan ayah dari Diantha.
"Davin, Paman," jawabnya.
"Pacar kamu, Diantha?" tanya Celand dengan lirikan sinisnya.
"Bukan!" jawab Diantha.
"Iya!!!" jawab Davin yang jawabannya berbeda dengan Diantha.
Diantha langsung mencubit Davin yang malah jujur soal status mereka.
"Sejak kapan kamu mulai berpacaran?" Raissa kini menatap Diantha, putri keduanya yang sangat pendiam. Tidak menyangka kalau putrinya itu telah berpacaran dengan seorang pria.
"Baru, Bi. Kita ini teman satu sekolah. Dan waktu itu tidak sengaja bertemu di toko buku tempat Diantha bekerja." Davin yang malah menjelaskan, sedangkan Diantha hanya diam saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Nar Sih
lanjutt kakk👍
2024-01-20
2
L i l y ⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈💦
Kenapa Samantha terus meneror keluarga Anell????
2024-01-20
1