Hampir saja Arsen melayangkan pukulan pada Anell dan secara tiba-tiba Derlin menahan tangannya. Anell masih memejamkan mata karna melihat tangan suaminya mengudara, sampai ia menyadari bahwa pukulannya tak mengenainya.
"Kak, ini di tempat umum!" Suara dari seseorang membuat matanya terbuka.
Kedatangan Derlin menyelamatkannya dari emosi Arsen yang tiba-tiba muncul itu. Entah apa yang membuatnya marah, Anell tidak tahu.
"Arsen!" Suaminya itu malah pergi meninggalkan mereka berdua.
"Kak Anell, jangan kejar kak Arsen. Dia masih tersulut emosi. Sebaiknya biarkan kak Arsen emosinya mereda dulu."
"Tidak, aku harus kejar Arsen. Aku takut dia akan melakukan—"
"Tidak akan, Kak Anell. Kak Arsen tidak akan melakukan hal buruk seperti kemarin itu. Aku paham dia, Kak. Jadi, aku mohon Kakak jangan dekati kak Arsen dulu. Aku takut Kakak yang kenapa-kenapa nanti," mohon Derlin dengan tatapan mengiba. Dari kedua matanya menampakkan kekhawatiran yang besar.
Anell akhirnya mengalah. "Baik lah. Aku mau pulang saja dan tak akan menemuinya dulu." Perlahan ia melangkahkan kakinya pergi sedangkan Derlin masih berdiri di tempat menunggu Anell lenyap dari pandangannya.
Tapi tiba-tiba gadis itu berhenti dan menoleh ke belakang lalu memutar tubuhnya. "Nyonya Floren gimana keadaannya? Dan kalau boleh tahu apa yang terjadi pagi tadi?" Anell bahkan sampai lupa soal Floren. Dengan rasa penasaran ia menanyakannya pada Derlin.
"Keadaan mama baik-baik saja. Mama hanya pingsan karna tekanan darahnya rendah. Dan soal tadi pagi—" Derlin menjeda ucapannya sebentar. "Mama sedang ada masalah. Tapi masalahnya apa, aku belum tahu."
Dari raut wajahnya Derlin seperti mengatakannya dengan sungguh-sungguh. Tidak berusaha menyembunyikan sesuatu. Anell hanya mengangguk dan ia pamit pulang. Juga meminta maaf belum bisa menjenguk karna ia pun tak percaya diri jika harus datang menjenguk. Lagipula dia juga pasti takkan diterima.
"Anell, kamu rupanya sudah di sini duluan?" Saat ia baru sampai di pintu masuk tak sengaja berpapasan dengan Marvel dan Tarra. Kedua sejoli itu baru sampai di rumah sakit.
"Iya, Kak. Tapi ini udah mau pulang. Karna Arsen sudah pulang duluan." Tak banyak bicara, Anell langsung pergi.
"Baiklah, hati-hati," teriak Tarra sembari melambaikan tangan karna Anell sudah melangkahkan kaki pergi dengan cepat.
***
"Tuan Arsen apa sudah sampai rumah?" tanyanya pada seorang pelayan yang sedang berada di halaman depan.
"Sudah, Nyonya. Tuan Arsen pulang dari tadi," jawabnya.
Saat ia ingin buru-buru sampai atas, ia tiba-tiba teringat akan perkataan Derlin.
"Aku tidak boleh menemuinya dulu."
Langit-langit kamar menjadi sasaran pandangannya sekarang. Ia berbaring dengan mata ke atas.
"Hidupku kenapa seperti ini?"
Anell merenung, memikirkan nasib hidupnya ke depan. Memiliki suami yang aneh. Keluarga suami yang juga penuh teka-teki. Dan banyak kejadian di rumah ini membuatnya tidak nyaman.
"Apa aku kabur saja? Aku pergi ke kota lain dan memulai hidup baru di sana? Aku tinggalkan semua ini. Dan juga meninggalkan keluarga ku yang sudah kejam denganku."
Rasanya ia sudah tidak sanggup untuk tinggal di sini. Status pernikahannya juga membingungkan, karna ia tak berperan seperti layaknya seorang istri.
Ia mengambil koper dan langsung mengisinya dengan baju-baju miliknya. Tak ketinggalan juga barang-barang yang ia bawa dari rumahnya sendiri.
"Ini ada beberapa lembar uang cash untukmu. Barangkali kamu membutuhkannya. Juga ini simpan lah."
Ia teringat akan Samantha yang pernah memberinya beberapa lembar uang cash dan juga sebuah kartu. Soal kartu yang mungkin saja di dalamnya ada banyak saldo uang, ia tak mau menggunakannya. Ia akan gunakan lembaran uang cash saja yang jumlahnya cukup banyak.
KRIIEETTTTT .....
Suara pintu terbuka. Ia langsung menatap pintu yang dibuka seseorang.
"Untuk apa kamu kemas-kemas barang? Kita tidak jadi berangkat bulan madu besok. Itu takkan pernah terjadi!" Arsen memeringatinya.
BRAKKK!!!
Setelah mengucapkan itu ia kembali masuk ke ruangannya lagi.
"HAH??? Bulan madu? Ia kira aku kemas barang untuk berangkat bulan madu? Cih. Aku ini mau kabur!!!!" teriaknya dalam hati.
Setelah selesai mengemasi barangnya, ia akan turun dan berencana akan meminta bantuan sopir mengantarnya ke rumah sakit. Agar mereka tahunya dia membawa barang-barang untuk tinggal di rumah sakit. Tapi setelah tiba di sana ia akan memesan sebuah taxi.
Pintu lift terbuka dan ia sudah berada di lantai bawah.
"Mama, istirahat ya. Jangan banyak pikiran." Terdengar suara dari seseorang. Ia yang akan melintasi ruang tamu akhirnya terhenti.
"Tolong telfon papamu. Suruh dia pulang." Suara Floren masih lemas, tapi ia memang memaksa untuk pulang ke rumah langsung.
"Aduh, kok sudah pulang sih."
Ia lantas menarik kopernya untuk kembali ke kamar. Karna ia melihat Marvel dan Tarra akan berjalan mendekat.
"Tolong bawa ini ke kamarku. Cepat!" bisiknya pada seorang pelayan yang kebetulan lewat. Ia tak mau ketahuan membawa koper dan menjadi sasaran pertanyaan banyak.
Padahal seharusnya ini waktu yang tepat karna orang rumah sedang tidak ada semua. Tapi ternyata takdir berkata lain.
Dengan perasaan yang kesal, ia kembali ke kamar dengan menaiki tangga.
"AAAARRRGGHHH! Sampai kapan???"
***
Di dalam kamar, Floren tidak langsung beristirahat. Ia malah sibuk menelponi suaminya-Samantha. Tapi hingga panggilan yang ke berapa kali tak kunjung diangkat.
Tubuhnya masih lemas dengan infus masih terpasang. Seorang perawat juga menemaninya duduk di kamarnya. Ia akan pergi setelah Floren tidur.
Air matanya tiba-tiba keluar. Ia sangat sedih jika harus melepaskan suaminya.
"Nyonya, sebaiknya Anda istirahat saja." Perawat yang berada di dalam kamarnya akhirnya berani menegur. Karna kondisi Floren belum stabil.
"Ma, kenapa belum istirahat?" Derlin masuk kamar tanpa permisi setelah mendapat pesan dari perawat yang mengatakan Floren belum mau istirahat.
"Papamu. Tolong telfon papamu suruh pulang." Ia menghembuskan napas lelah. Sudah sejak di rumah sakit Floren memintanya untuk menelpon Samantha.
"Papa lagi sibuk, Ma. Lagi ketemu client. Sekarang Mama istirahat dulu aja. Nanti Derlin coba telfon papa dan menyampaikan permintaan Mama."
Perlahan Derlin menghapus sisa-sisa air mata di pipi ibunya itu. "Sudah ya, jangan keluarin air mata lagi. Papa pasti kembali."
Floren yang berwatak keras dan tegas nyatanya bisa rapuh juga. Ia rapuh jika pertahanan cintanya mulai runtuh. Ia tak bisa menerima jika harus kehilangan cintanya.
"Kamu dimana? Apa yang kamu lakukan padaku? Apa kamu tak ingat mempunyai dua putra dariku? Lalu Arsen, apa kau tak ingat? Siapa yang membesarkan dia? Aku! Aku yang membesarkannya. Aku yang merawatnya dari bayi. Aku yang membuatnya hidup berkecukupan!" Segala unek-uneknya ia keluarkan semua saat Samantha baru saja mengangkat panggilannya. Disela-sela perkataannya ia menangis mengeluarkan air mata. "Kau tak ingat? Aku yang membuat kehidupan kita berkecukupan sampai sekarang," lanjutnya dan kemudian dia melemparkan ponselnya dengan kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Tati st🍒🍒🍒
ternyata benar bukan anak kandung
2024-09-13
1
Yusria Mumba
anak tiri teryanta
2024-09-08
0
Yunia Afida
arsen ternyata bukan anak floren ya
2024-01-15
1