“Enak ya.“
“Iyalah lapar berarti ini.“
Namanya juga lapar. Apa-apa masuk, apa-apa enak. Berbeda kalau masih kenyang, walau hanya dalam piring lebar, dengan makanan yang kecil saja belum tentu lapar, yang di perhatikan adalah rasanya. Beda dengan kali ini yang penting bisa dan layak masuk perut. Itu sudah menjadi sesuatu yang nikmat.
“Sayang mentah.“
Masih mempersoalkan hal itu. Soalnya memang jika di rumah sesuatu itu mesti matang. Sebab jika belum kena api rasanya belum kerasa. Bisa saja ikan mentah, walau memasaknya pakai perasaan dan di usahakan sangat bersih, jika belum kena api rasanya tetap belum layak masuk perut.
“Mentah saja enak apalagi kalau matang.“
“Bakar saja kalau begitu.“
Mereka terus memakan ubi kayu itu. Walau mentah di cari yang muda itu lumayan empuk jika di makan langsung tentu saja jika di bandingkan dengan yang tuaan.
“Ya sudah, sana bakar. Lagian tua ini, bakalan keras kalau langsung di makan.“
Dicarinya batang kayu lalu dengan hanya daun daun kerung dinyalakan. Tak berapa lama api pun membesar. Demi menstabilkan panasnya di taruh kayu kayu kering. Berikutnya memasukkan ubi tersebut.
“Nah tinggal nunggu matang.“
Di habiskan sisa ubi muda yang di kupas terus makan. Tak banyak yang di dapat pohon pohon ubi besar itu banyak yang tidak berbuah. Hanya beberapa saja yang menghasilkan.
“Nah sudah.“
“Mana.“
“Ini warnanya sudah hitam.“
Pertanda masak. Salah satunya memang dengan memperlihatkan wujud kulit yang terkena api itu. Niscaya akan berubah warna. Kalau Cuma di kukus atau di rebus mungkin hanya kecoklatan, namun kalau langsung kena api, pastinya akan menghitam karena bagian yang terkena itu akan terbakar hingga gosong dan hangus.
“Gosong luarnya, tapi dalamnya enak, empuk.“
Dengan bagian luar yang memang mau di buang itu menghitam, maka kemungkinan panasnya akan menjalar hingga ke dalam, dan bagian itu yang dicari Dimana sudah menjadi lunak serta matang dan menambah cita rasa seakan telah di beri bumbu penyedap tersendiri, sebab bagian itu rasanya juga ikut timbul, walau tak seperti di rumah yang sengaja di beri penyedap atau bumbu lain, di sini hanya melulu itu, namun semuanya begitu nikmat hasilnya. Itu tak lain berhubungan dengan isi perut yang semakin kosong, maka akan terasa sangat nikmat walau itu bukan sesuatu yang sangat layak.
“Coba ya.“
“Hooh.“
Diambilnya ubi itu dengan daun lebar sebagai alas memakai daun itu juga mencoba membuka ubi. Pelan. Sembari meniup ubi itu. Dan di makan.
“Hooh enak.“
Ini baru sesuai dengan yang di rumah. Kebiasaan. Dimana sudah terbiasa dengan hal-hal masakan, maka akan semakin berasa jika hal tersebut dilakukan memang demikian. Walau rasanya untuk beradaptasi dengan alam agak kesulitan. Apalagi berada di hutan belantara begitu. Yang sangat sulit untuk mengucapkan salam. Yang sulit juga berkomunikasi. Paling hanya dengan tumbuhan dan mahluk sekitarnya yang belum tentu mampu bicara. Itulah kendalanya. Sehingga menanti apa-apa yang masak bisa di katakana sangat sulit. Dan hanya bisa di kirim dari rumah dengan segala perabot yang ada. Makanya di hutan andai memperoleh makanan sangat senang sekali rasanya.
“Semakin mantap kalau ada kopi.“
“Ya… enggak ada tapi.“
Itu kalau ada. Lebih nikmat. Tidak ada mau bagaimana lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments