Dor.
“Ah…“
Nampak meleset.
Tak kena.
“Hei.“
Ternyata mengagetkan seorang wanita. Wanita hutan.
“Wah. Ada awewe. Atau burung. Atau sebuah mahluk misterius dalam hutan. Biar aku tembak.“
Kan sama yang di tembak.
“Sembarangan.“
Mangkel.
Sara Osih sedang di hutan. Berjumpa. Makanya kaget. Tidak biasanya orang kota berada di lingkungan sunyi begini.
“Anda menembak burung?“ ujarnya dengan di iringi anggukan si Danny.
“Coba bayangkan kalau burung anda saya tembak bagaimana rasanya.“
Sebab burung burung hutan itu butuh hidup. Dan akan mewarnai alam. Betet, nuri kepodang, juga sejenis burung gereja. Semua membutuhkan alam untuk bernafas dan makan. Sehingga tak selayaknya di tembak dengan semena-mena.
“Aku tak punya burung.“
“Yah payah.“
“Bagaimana mau punya mau menembak saja sudah kau ceramah i.“ Tentu saja menjadi tidak fokus. Kalau ingin membidik mata, maka kena hati. Lalu membidik hati, bakalan kena kaki, dan mengincar kaki bisa bisa kena belakangnya. Itu kan sangat sulit. Ini akibat kurang focus. Apa-apa kalau tidak focus bakalan jadi kendala tersendiri kala mengincar sesuatu.
“Semestinya kan tidak usah begitu. Biarkan dia hidup. Biarkan dia berkicau. Jangan di ganggu,“ ujar wanita hutan itu sedikit mengata-ngatai. Sebab tidak baik rasanya kalau binatang hutan bakalan habis. Semisal satu orang mengenai satu saja, maka bakalan mengganggu yang lain. Dan jika ada seratus orang yang berbuat maka niscaya binatang-binatang tadi bakalan habis dan menjauh layaknya bintang-bintang kecil di langit yang tinggi. Amat banyak namun tak ada yang dekat. Sehingga menjadi kecil. Sesuatu yang jauh bakalan Nampak kecil. Makanya perlu mendekat agar supaya Nampak kebesarannya. Demikian juga dengan burung-burung yang akan hilang kalau mesti menjauh dan mesti dekat agar kicauan indahnya terdengar nyata. Juga keindahan bulunya Nampak menyejukkan pandangan.
“Apakah anda orang sini?“
“Ya.“
“Tengah mencari kayu?“ tanya Danny lagi yang sudah kelihatan ada tumpukan kayu kering di sekitarnya.
“Benar.“
“Sendirian?“ Karena tidak ada yang lain dalam lokasi tersebut yang Nampak. Makanya dia mengira wanita ini sangat pemberani. Di tengah hutan sepi. Walau belum tentu berada di pusat. Karena tengah dalam hal ini hanya karena sekelilingnya, sejauh pandangan mata, hanya pepohonan dan semak belukar yang penuh dengan onak duri, makanya dianggap tengah. Karena hal itu di kelilingi oleh kesunyian diri. Sebab bagi mahluk kecil yang berada di antara alam semesta yang sangat luas, maka apa yang Nampak, itulah pusatnya. Sehingga kalau berada diantara pepohonan maka yang menjadi tengah adalah diri sendiri dimana pandangan benar-benar hanya terbatas pada banyaknya tumbuhan itu.
“Tak. Ada kawan.“
“Mana?“ Celingukan. Tak Nampak siapapun di situ. Sehingga kelihatan hanya seorang diri di antara sunyi nya alam yang begitu teduh.
“Tentu saja dia lagi mencari kayu bakar.“
Sebab kehidupan di sekitar hutan memang hanya demikian. Jadi banyak kegiatan yang ada hubungannya dengan hutan tersebut. Soalnya memang semua itu lebih memudahkan mendapatkan hasil. Barulah setelahnya ada yang punya kegiatan lain, semisal belajar, kerja serabutan atau ada proyek di suatu lokasi yang jaraknya lumayan jauh. Namun utamanya tentang pepohonan dan hutan luas tadi. Soalnya yang berkaitan dengan hutan juga lumayan banyak, serta tidak melulu hanya satu jenis saja. Karena lumayan banyak jenis pekerjaan yang berkaitan dengan rimba raya tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments