Mely seperti naik rollercoaster, perasaannya dalam waktu sekejap dibuat berubah ubah oleh Abas. Rasanya, berhubungan dengan Abas membuat ia cepat jantungan. Bagaimana tidak, dalam sekejap Abas berhasil membolak mbalikkan perasaan Mely. Abas seolah bersikap cuek dan biasa padanya, namun ternyata Abas diluar dugaan Mely. Kini Abas malah memintanya bertemu dengan ibu kandungnya. Membuat ia terheran-heran dengan pria itu.
"Eh... kenapa harus ketemu Mama kamu?"
Mely spontan bertanya pada Abas.
"Aku ingin mengenalkan kamu sama Mama," jawab Abas. Jangan lupa pakai apa yang aku kasih ke kamu saat kita Singapura waktu itu.
"Kapan?" Mely kembali bertanya.
" Nanti malam!" ucap Abas.
" Apa?"
" Lebih cepat, lebih baik Mel!" terang Abas.
Abas keluar dari mobil, ia membukakan pintu untuk Mely. Seumur umur baru kali ini ia membukakan pintu untuk orang lain, biasanya dirinya yang dibukkan pintu.
" Nanti jam tujuh malam aku jemput ya."
Tanpa memperdulikan reaksi Mely, Abas masuk ke dalam mobil dengan sedikit senyuman yang tergambar di bibirnya. Mely sendiri masih dibuat heran dengan sikap Abas.
Di kantor Mely, ia bekerja seperti biasanya. Semua ia kerjakan hampir tanpa kendala. Jam makan siang, Mely memilih makan siang di kafe ujung jalan. Ia makan siang sambil bervidio call'an dengan Bela sahabatnya.
Bela masih belum balik, ia menyerahkan sebagian tugasnya pada Mely. Ia masih belum tenang jika harus meninggalkan Ayahnya yang masih belum pulih di rumah sakit. Mely pun bercerita apa yang menimpahnya dan ia berbicara mengenai Abas yang memintanya bertemu dengan sang Mama.
Nampak dari layar handphone wajah Bela heboh tidak karuan setelah mendengar kabar dari Mely. Sebelum memancing kerusuhan yang berlebihan, Mely mematikan sambungan telponnya. Selepas makan siang, Mely balik lagi ke kantor. Setibanya disana dia bekerja sampai lembur. Karena Bela sahabat sekaligus rekannya sedang tidak masuk. Jadilah tugasnya berlipat ganda.
Jam menunjukkan pukul enam sore. Mely masih berkutat dengan berkas di mejanya. Banyak jadual yang harus dia cancel karena Bela sedang di luar kota. Beberapa saat berlalu. Mely melihat jam di pergelangan tanganya. Duh mepet banget waktunya pikirannya.
Mely cepet-cepet bergegas membereskan ruang kerjanya. Ia mengambil tas dan buru buru keluar dari ruangannya. Jam tujuh lebih, ia sudah sampai di rumah. Mely bersiap-siap ia baru membuka paperbag yang diberikan Abas tempo hari. Di dalamnnya tersimpan gaun simple namun angun. Berwarna merah jambu yang manis, membuat Mely semakin cantik bila mengenakannya.
Mely pun langsung memakai gaun itu, ia memilih sepatu dengan warna senada dengan gaun yang ia kenakan. Setelah dirasa semuanya telah siap, Mely berkali kali bercermin. Ia merasa gerogi, karena bertemu dengan orang tua dari Abas.
Saat ini hubungan mereka berdua belum jelas. Dan Abas juga tidak pernah menyatakan rasa cinta padanya. Mely jadi baper sendiri, ia takut jika nanti perasaannya hanya perasaan sepihak.
Ting tung.
Ting tung.
Bel rumah Mely berbunyi. Pasti Abas pikir Mely dalam hati. Mely berjalan ke depan untuk membuka pintu rumah dengan perasaan penuh semangat. Tapi semangatnya hilang seketika ketika Fadir yang dilihatnya, bukannya Abas.
"Abas kemana?" Mely memberanikan diri bertanya.
"Pak Abas dan Ibu sudah menunggu di kediaman Ibu."
Mely hanya mangut mangut. Beberapa saat kemudian. Mely pun naik ke dalam mobil jemputan tersebut. Mobil melaju membelah malam, kali ini jalanan cukup lengang. Mely menikmati pemandangan malam lewat jendela mobilnya. Nampak bulan yang bersinar seakan mengiringi langkah mobilnya.
Kediaman Mama Abas. Belum sampai masuk kedalam, Mely sudah dibuat takjub dengan suasan sekeliling rumah orang tua Abas. seperti kediaman pejabat saja. Disana sini banyak penjaganya pikir Mely.
Fadir memarkir mobil, ia pun membukkan pintu untuk Mely. Mely masuk ke dalam rumah itu, disambut beberapa pelayan yang menundukkan kepala padanya. Dari sini Mely mulai risih, apa apa an sih... seperti menyambut tamu agung saja. Mely merasa tidak nyaman.
"Silahkan masuk kesini Nona!"
Salah satu pelayan mempersilahlan dia masuk ke dalam sebuah ruangan. Disana sudah ada Abas yang duduk dengan santainya, berbanding terbalik dengan dirinya yang merasa amat tegang sejak tadi.
"Silahkan duduk, silahkan menikmati jamuan sederhana ini." Mama Abas tersenyum pada Mely.
Jamuan sederhana apa'an, semua menu terjejer disini. Siapa yang akan memakan semua ini, batin Mely. Suasana tenang dan sunyi memenuhi ruangan tersebut. Pantas, Abas selama ini terlihat tanpa ekspresi. Ternyata suasana disini sangat dingin. Ia tidak merasa kehangatan keluarga sama sekali.
Setelah makan malam selesai, Mama Abas menghampiri Mely. Mama membawa Mely menuju sebuah ruangan. Disana Mely dibuat takjub sekali lagi. Bukan karena sesuatu yang wah dan mewah. Disana ia sedang mengagumi potret Abas. Sebuah kolase Abas dari bayi sampai dewasa hingga sekarang ini.
"Ya ampun, lucu sekali. Sangat mengemaskan," ucap Mely.
Mely berjalan kesana kemari, ia ingin menjelajahi semua gambar yang mengambarkan Abas tempo dulu. Mama Abas terlihat suka dengan kehadiran Mely, ia bersyukur dan lega. Karena ia hampir cemas, ia takut Abas tidak akan pernah menikah.
Entah karena luka masa lalunya atau gosip mengenai kelainan Abas. Bila mendengar rumor yang beredar, ingin rasanya Mama Abas melabrak orang tersebut. Tapi demi keangungan sifatnya, ia akan menahanya saja, menahannya sampai akhir
Dan untuk siapa saja yang akan mendampingi Abas, Mama tidak pernah pilah pilah. Asal gadis itu mencintai Abas dengan tulus itu lebih dari cukup. Mama Abas keluar dari ruangan tersebut dengan mengandeng Mely. Baginya Mely sudah seperti calon mantu. Tapi lain halnya bagi Mely. Dia tidak tau, dirinya sebagai apa bagi Abas? karena Abas tidak pernah menyatakan rasa cinta padanya.
Melihat Mely mudah sekali akrab dengan Mamanya, senyuman kecil itu kini muncul di bibir Abas. Waktu pun berlalu, Mely berpamitan dengan Mama.
"Abas, kapan Mama diketemuin sama orang tua Mely?"
Mely dan Abas saling melempar pandangan, seakan-akan mencari jawaban untuk Mama.
"Segera Ma," jawab Abas tegas.
Mely hanya bisa tersenyum mendengar obrolah anak berserta sang ibu tersebut.
"Yasudah, hati-hati ya Bas kalo menyetir," pesan Mama.
Mereka berdua telah memasuki mobil. Kali ini hanya mereka berdua, tanpa Fadir sekertarisnya.
"Kemana mas Fadir?" tanya Mely.
"Aku suruh dia balik duluan, aku masih ada urusan sama kamu!"
Mendengar Abas ucapan Abas, Mely sudah dibuat merinding. Mereka berdua melintasi malam di tengah ibu kota. Melaju dengan kencang. Entah Mobil itu melaju kemana.
"Mau kemana?" tanya Mely kembali. Engan menjawab, Abas memarkir mobilnya di sebuah tempat. Dimana ini? Mely bertanya-tanya dalam hati. Ia pun melihat sekeliling. Wah... pemandanganya indah banget. Mely kagum banget dengan pemandangan yang di lihatnya saat ini.
"Bagaimana Mel? mungkin ini tidak sama persis dengan pemandangan di malam itu, (malam di atas balkon hotel Singapura) tapi aku rasa ...Jumlah bintang sama dengan yang disana," ucap Abas dengan tersenyum.
Hati Mely meleleh seketika, wah bisa so sweet juga orang di depannya saat ini. Kemarin aja kayak es, mengapa sekarang mendadak lembut seperti cream yang membuat hati Mely luluh. Mely sampai kehabisan kata-kata. Abas pun meraih tangan Mely. Kali ini mereka berdiri saling memandang.
"Mel, will you marry me?"
Mely binggung... ia harus kasih jawaban apa. Abas tidak mengatakan I love you, tapi Abas malah memintanya untuk menikah, Bagaimana ini? Apa yang harus Mely katakan pada Abas?
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Ney Maniez
katakan💖
2022-11-02
0
Sabarita
yes i do 😍😍😍
2022-09-21
0
Ernadina 86
jawab aja iya..i love u mah nyusul abis nikah jg gpp 😁
2022-07-12
0