Mely masih hanyut dalam dekapan Abas.
Ia belum melepaskan tubuh Abas yang mendekapnya. Untuk saat ini, Mely membuang jauh rasa malunya. Ia merasa jauh lebih nyaman dan aman dalam dekapan laki laki yang baru dikenalnya itu. Abas pun membiarkan Mely tenang dalam peluk hangatnya. Abas memberanikan diri bertanya.
"Ada apa Mel, kamu kok ketakutan begitu?"
Mely tersadar, dengan spontan ia pun melepaskan pelukan dari Abas.
"Aku merasa, tadi ada orang yang mengikuti ku," ucap Mely.
Mely melirik kesana kemari. Abas menjadi curiga, mungkin ini ulah peneror vidio tersebut.
"Mel, aku rasa kita tidak bisa mengulur waktu. Ini mungkin berkaitan dengan teror yang kita terima akhir-akhir ini."
"Aku juga merasa demikian, makannya aku tidak berani pulang kerumah untuk saat ini!" jawaban Mely dengan rasa ketakutan.
"Terus, sekarang kamu mau pergi kemana Mel?" Abas melirik Mely yang sedari tadi memasang muka cemas.
"Aku mau pergi ke rumah Bela saja," jawab Mely.
"Hmnmmm... Ya sudah, aku anterin ya." Abas menawarkan untuk mengantar Mely.
Mely pun mengangukkan kepalanya tanda ia mau diantar oleh Abas. Mereka berdua menaiki mobil hitam milik Abas. Abas mengendarai mobilnya sendiri. Ia mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, bahkan terkesan lambat. Ia memang sengaja melakukannya, untuk mengulur waktu agar bisa berlama-lama dengan Mely. Biasanya ia selalu bersama Fadir kemanapun ia pergi, sekertarisnya itu akan ikut. Mereka sudah seperti perangko. Sudah seperti satu paket.
Tapi mereka bukan pasangan gay, seperti kabar burung yang beredar. Itu hanya omongan dari para manusia yang kurang kerjaan. Mahluk yang hobinya mengomentari urusan mahluk lainnya. Selepas dari banyaknya gosip miring antara Abas dan sekertarisnya. Hari ini Fadir memang sedang ada urusan, sehingga Abas menyetir sendirian.
Di rumah Bela, Mely memencet bel rumah sahabatnya.
Ting tong.
Ting tong.
Bela tak kunjung membuka pintunya. Mely kembali menekan Bel rumahnya.
Tiing tong.
Tiing tong.
Suara Bel berkali kali mengema tapi Bela tak kunjung membuka pintu rumahnya.
"Coba kamu hubungi teman kamu," saran Abas karena dari tadi Bela tidak membuka pintunya.
"Bel, hallo Bela... kamu dimana? ini aku sudah ada di depan rumah kamu. Kamu dimana bel?" tanya Mely.
"Ya ampun sorry Mel, tadi siang aku gak bilang ke kamu. Aku sekarang lagi di Surabaya, Mama telpon mendadak katanya Papa masuk rumah sakit, jadi aku buru buru sampek lupa gak kasih kabar. Maaf ya," ucap Bela.
" Sakit apa Om? iya gak papa. semoga cepet sembuh, salam buat keluarga disana Bel. Maaf juga belum bisa jenguk. Nanti dalam waktu dekat kayaknya aku nyusul. Sekalian ketemu Mama Papa. Sudah lama gak ketemu, sudah kangen." Kata Mely.
"Iya iya.. Makasih doanya. Papa sakit kayak biasanya, biasa sakit lamanya kambuh eh udah dulu ya ada tamu.... " Bela memutus sambungan telpon Mely.
Dan tamu yang dimaksud Bela tak lain tak bukan adalah Fadir. Sekertaris Abas yang tadi ada keperluan penting. Oh...Ternyata kepentingan yang dimaksud adalah menjenguk calon mertua sang gebetan.
"Gimana Bela? ada dimana?" Abas bertanya pada Mely.
"Bela tidak ada di rumah, ia sedang keluar kota. Papanya lagi sakit," jawabnya.
Mely mengigit bibir bawahnya, ia sedang berusaha mengasah otak. Pulang kerumahnya sendiri ia takut, menginap di rumah Bela sudah tidak mungkin. Melihat raut muka Mely yang kebinggungan, Abas langsung menggengam tangan Mely.
"Ayo, ikut aku!" ajak Abas menuju mobil yang tadi di parkir di depan rumah Bela.
"Kamu lebih aman kalau denganku!"
Itulah kalimat penghibur yang di ucapkan Abas. Dia belum tahu, bagi Mely tempat yang berbahaya adalah saat bersamanya. Karena tidak punya pilihan lain, Mely ikut saja dengan Abas. Ia masuk kedalam mobil yang dikendarai Abas. Mobil pun melaju dengan cepat menuju kediaman Abas.
Padahal tadi waktu berangkat ke rumah Bela, Abas menyetir dengan pelan. Tapi sekarang waktu akan menuju ke rumahnya sendiri. Abas menyetir seperti Valentino Rosie, dengan kecepatan penuh layaknya seorang pembalap.
Di Apartment Abas, suasana terlihat sepi, Abas masuk duluan ke dalam apartmentnya, baru kemudian ia mempersilahkan Mely masuk selanjutnya.
"Gak papa, masuk saja." Abas berusaha bersikap ramah.
Padahal, sebelumnya ia cuek dengan orang lain. Dengan Mamanya saja ia cuek sekali. Apalagi dengan yang namanya wanita. Mely pun memberanikan diri masuk ke dalam ruangan yang menurutnya sangat tertata rapi itu. Beda jauh dengan huniannya saat ini. Sepertinya Abas ini perfectsionis baget orangnya pikir Mely, semua tertata rapi tidak ada yang berantakan.
" Minum apa?"
Abas mencoba menawarkan minuman pada tamunya. Seumur umur baru Kali ini ia melayani orang lain. Biasanya dirinya yang selalu dilayani. Abas tersenyum kecut.
" Air putih saja!"
Mely hanya mau air putih, Abas pun mengambil kan minuman. Ketika Abas menuju dapur. Tiba tiba perut Mely keroncongan mengeluarkan nyanyian orkestra. Perutnya berteriak teriak dengan nada yang sangat tinggi karena lapar. Mely jelas merasa sangat kelaparan, setelah balik dari Singapore ia langsung tidur. Mely melewatkan jam makan beberapa kali. Abas datang membawa minuman dan sedikit makanan tentunya. Ia tahu, pasti Mely belum makan.
"Kamu makan biskuit ini dulu, akan kubuatkan makan malam untukmu!"
Abas kembali masuk ke dapur. Ia membuka isi kulkas. Dengan bahan seadanya ia berencana membuatkan spaghetti untuk Mely. Karena sudah terbiasa hidup membujang belasan tahun. Bertahan dengan status kejombloannya, Abas cukup mahir dalam memasak. Tapi masakan yang sederhana tentunya.
Spaghetti, omlet, ramyoen, indoemi pokoknya segala sesuatu yang instant, ia jelas sangat mahir. Setengah jam pun berlalu. Spaghetti buatan Abas sudah jadi, Abas menghidangkannya dengan cantik dan rapi. Abas ingin semua terlihat sempurna. Ia ingin pamer pada Mely. Melihat makanan yang sangat lezat di hadapannya. Mely langsung melahapnya.
"Bagaimana rasanya?" Abas bertanya, ia merasa tiap dekat Mely jadi tidak percaya diri. Dimana singa galak itu? Mengapa Abas merasa kalau dekat Mely, ia yang tandinya seperti singa galak berubah jadi kucing rumahan yang lucu. Memikirkan hal itu, Abas kembali tersenyum kecut.
"Habis!'
Mely dengan banganya memperlihatkan spaghetti yang tadi bertengger di atas piringnya kini telah lenyap. Ia tersenyum dengan imut, membuat Abas tak bisa memalingkan pandangannya dari wajah Mely. Merasa Abas terus memandangnya. Mely mencoba bangkit. Ia beralasan mau mencuci piring. Saat hendak ke dapur, tiba tiba Abas mengikuti Mely dari belakang.
Dalam benak Mely, ****** aku. Keluar dari kandang buaya masuk dalam kandang singa.
Bulu kuduk Mely sudah berdiri saat Abas berdiri tepat di belakangnya. Duh, udah dag dig dug saja hati Mely, rasanya udah mau copot.
"Biarkan saja Mel, nanti aku yang beresin!"
Suara Abas terdengar lembut di telinga Mely, membuat jantung Mely berdetak lebih kencang. Abas tidak mengerti, suaranya mampu membuat jantung Mely berpacu dengan cepat.
"Gak papa, Aku gak mau ngerepotin."
Mely masih dengan posisi semula. Berdiri dengan kaku, ia tidak berani menoleh. Abas sedang ada di belakangnya. Dan tiba tiba moment itu terganggu karena ada cicak jatuh di sebelah Mely. Karena kaget Mely berbalik dan membentur dada Abas yang bidang itu.
"Ada cicak ... ada cicak," jerit mely.
Abas mau mengambil sapu untuk mengusir cicak. Tapi cicak justru melompat ke atas kaki Mely.
" Ahhh..."
Mely menjerit dan langsung melompat, merangkul Abas dari depan seperti anak kecil yang meminta digendong.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
komalia komalia
aduuh thot bisa aja kamu ya
2024-03-05
0
Ney Maniez
🤭
2022-11-02
0
Khasanah Mar Atun
cicak g knl tempat,apartemen yg bersih aj masih ad cicak.apa kabar rmhku?? sarang cicak..
2022-07-17
0