Mereka berdua masih di dalam kamar mandi. Abas memegangi tubuh Mely yang terkulai lemas. Mely jatuh pingsan dalam pelukan Abas. Entah karena terlalu shock atau terlalu takut akan sosok Abas membuat Mely kehilangan kesadarannya.
Abas membopong tubuh Mely di atas sofa.
Ia tak mungkin membaringkan gadis itu di atas ranjang. Baju Mely saat ini basah kuyup karena guyuran shower. Abas merogoh sakunya. Ia menekan nekan tombol smartphonenya.
Beberapa saat kemudian ada yang mengetuk pintu kamar. Abas melalui aplikasi di smartphonenya ia tahu, dimana ia sekarang berada. Di sebuah kamar hotel di tengah tengah Kota.
"Sial, siapa yang membawaku kesini." Abas nampak sangat kesal.
Dengan perasaan yang jengkel dan marah Abas mempersilahkan pelayan hotel masuk. Ia menyuruh pelayan hotel yang seorang wanita menganti pakaian Mely yang basah kuyup. Dengan pandangan yang takut pelayan hotel mematuhi segalah perintah Abas.
Mely kini sudah berganti pakaian, tentunya bukan dia sendiri yang mengantinya. Tapi pelayan hotel atas suruhan Abas. Setelah selesai melakukan permintaan Abas, pelayan hotel meminta undur siri. Tentunya dengan perasaan takut seperti semula. Karena saat ini Abas terlihat sedang marah. Ia merasa sudah Ada yang menjebaknya.
Beberapa saat berlalu. Abas datang di meja Resepsionis. Ia menanyakan perihal masalah dirinya. Ia ingin memeriksa siapa yang datang membawanya. Tapi sepertinya Abas kalah cepat, karena Bima sudah menghapus jejaknya. Sedangkan di ujung sana di tempat Bima berada. Ia sudah merasa diatas angin. Bima sudah mengantongi rekaman vidio Abas dan Mely.
Hanya tinggal menunggu waktu, untuk menghancurkan nama besar Abas lewat teror teror yang akan dihadiakannya kepada Abas.
Setelah tidak mendapatkan apa-apa dari pihak hotel, Abas kembali ke dalam kamar. Disana masih terbujur lemas Mely yang semula ia pikir kekasihnya Evi.
Abas memandang wajah Mely sekilas. Dan tatapan matanya teralihkan oleh clutch warna gold milik Mely. Dibukanya pelan isi dompet itu, Ia ingin mencari informasi tentang Wanita di hadapannya ini.
Dilihatnya smartphone milik Mely yang mati karena battrenya habis. Tangannya masih merogoh rogoh isi dompet sampai ia temukan sebuah kartu nama atas nama Melynda Ayudya Utami.
"Oh namanya Melynda," ucap Abas pelan.
Melalui aplikasi smartphone pula kini batre Mely sudah terisi 25% lumayan untuk menghidupkan handphone, pikir Abas. Ia sedang mencari tahu, bagaimana ia bisa terjebak disini bersama seorang wanita. Baru dinyalakan, puluhan pesan WA membombardir smartphone Mely. Belum lagi pangilan tak terjawab.
Meskipun terlihat berhati dingin, Abas sesunguhnya pria yang baik. Merasa kasihan kepada Mely. Abas kemudian menghubungi balik nomer telpon yang puluhan Kali menelepon Mely. Tapi Ada juga sedikit kecurigaan dalam benakknya. Mungkin ini sebuah jebakan, mereka pura pura jadi korban hanya untuk mendapat uang Abas.
Abas pun menelepon Bela. Karena Bela lah yang sedari tadi menghubungi handphonn Mely. Mungkin Bela ini komplotannya pikir Abas. Jam sudah menunjukkan pukul empat pagi, suara handphon Bela mengema memenuhi isi kamar. Bela tidak langsung menjawab. Bela masih ngantuk berat. Akibat pesta amburadul semalam, belum lagi drama menghilangnya Mely membuat matanya baru terpejam jam tiga pagi.
Bela baru berangkat ke alam mimpi satu jam yang lalu. Sehingga susah untuk membawanya pulang ke alam sadar. Bela asik bersembunyi di dalam selimut dan enggan untuk diganggu. Akhirnya Abas menyerah menghubungi Bela. Ia melihat jam pada ponselnya.
"Sial," gerutunya.
Karena merasa lelah juga, akhirnya Abas merebahkan tubuhnya tepat di samping Mely. Kali ini ia tidak menatap Mely. Pandangannya tertuju di atas langit-langit kamar hotel. Pikirannya menerawang jauh, Ia tersenyum getir. Karena alam bawah sadarnya masih merindukan sosok Evi. Pengantinnya yang hilang, pergi kabur entah kemana.
Waktu terus berjalan, jam menunjukkan pukul delapan pagi. Abas masih tertidur lelap. Mungkin ia masih merasa lelah akibat drama semalam. Sedangkan di sebelah Abas, Mely sudah mengejap ngejapkan matanya. Ia sudah bangun, diliriknya kiri kanan. Matanya tertuju pada pria yang tidur di sampingnya.
"Ya Tuhan, bangunkan aku dari mimpi buruk ini!" gumamnya dalam hati.
Mely melirik lagi kesamping. Pandangan matanya tertuju pada meja. Ia melihat smartphonenya tergeletak begitu saja. Tanpa ba.. bi.. bu.., Mely langsung menyambar smartphonenya. Buru-buru Ia pencet nomer Bela.
"Angkat dong Bel... Please angkat Bel," ucapnya dengan pelan.
Entah sedang apa si Bella. Berkali kali Mely mencoba menghubungi nomernya tidak kunjung diangkat. Merasa usahanya sia sia Mely kembali meletakkan smartphonenya di atas meja. Saat ia hendak berbalik, ternyata Abas sudah bangun. Abas memandang Mely dengan tatapan curiga.
Mely sendiri masih merasa takut dengan Abas. Terlihat dengan jelas dari cara dia tak mampu bertatap mata langsung dengan Abas. Mely sedikit menundukkan wajahnya. Sekilas, Mely menginat serangkaian kejadian semalam. Dimana, dia sedang berada dalam toilet wanita di sebuah Klub Malam.
Mely mendengar dua orang wanita yang ingin menjebak Abas. Mely berusaha mengikuti dua wanita penjebak itu. Akan tetapi Mely sendirilah yang akhirnya terjebak bersama Abas. Mely meremas rambutnya, ingatan kejadian semalam begitu jelas. Ia serasa menonton film bioskop di depannya. Seperti mimpi baginya. Tapi sayang, ini sunguh kenyataannya. Tidak ingin kejadian semalam terulang, Abas kembali bertanya.
"Kamu siapa?" tanya Abas, dengan tatapan penuh selidik.
Mely mengigit bibir bawahnya. Jika ia cerita, apa mungkin pria di depannya akan percaya padanya.
"Mely," jawabnya singkat.
"Kamu ingat kejadian semalam?" masih bertanya dengan mata yang ditajamkan.
Mely hanya menjawab dengan anggukan.
Abas pun kembali berbicara.
"Apa kamu ada hubungannya dengan komplotan yang mencoba menjebak saya?" Abas to the point langsung pada Mely.
Mely hanya geleng-geleng. Kelihatan banget disini, Mely begitu takut dengan Abas. Mely masih mengingat Abas waktu semalam. Abas yang marah berusaha menerkamnya. Melihat dari reaksi Mely setelah bener bener sadar, tanpa pengaruh obat obatan Abas sedikit yakin. Mungkin Mely juga korban seperti dirinya. Tinggal menunggu waktu saja, penjebak itu pasti menghubungi Abas. Sampai sejauh ini, tidak mungkin dia tidak merencanakan apa-apa. Itu yang ada dalam benak Abas.
"Oke, Anggap ini takdir sial kita. Maaf mengenai semalam. Saya merasa kamu adalah calon pengantin saya, saya yakin karena efek obat . Jadi mohon lupakan kejadian tadi malam. Saya harap ini pertemuan terakhir Kita."
Setelah mengucapkan kata perpisahan itu. Abas bergegas, bersiap-siap. Ia ingin memberi perhitungan bagi pelaku penjebakan malam ini. Setelah berpakain rapi Abas keluar kamar hotel, sesekali ia meilik Mely yang masih diam seribu bahasa.
Cekrek..
Terdengar pintu tertutup. Abas sudah keluar dari kamar hotel. Mely akhirnya bisa bernafas legal. Rasa cemas, malu, marah, kecewa jadi satu atas apa yang menimpahnya dalam satu malam. Takdir sial? calon pengantin? semua penyataan Abas tadi belum bisa ia cerna semuanya.
Mely mengacak ngacak rambutnya yang berantakan dan menjadi semakin berantakan. Beberapa saat kemudian, telpon masuk dari sahabatnya, Bela.
"Bela." Setelah mengucapkan nama Bela, Mely hanya menangis di ujung sambungan telpon. Bela yang merasa cemas, mencoba menenangkannya.
"Tenang Mel, ngomong pelan pelan. Jangan nangis Mel, kamu semalem kemana. Aku cari kemana mana kok gak ada?'"
Rasanya Mely gak tau mesti cerita dari mana, Mely hanya minta Bela menjemputnya.
"Oke oke, kamu kirim alamatnya, sekarang aku kesana," ucap Bela.
Bela tak habis pikir setelah ia sampai di lokasi yang diberikan Mely.
"Ini hotel kan, bener bener hotel." ucap Bela, Ia berbicara dengan dirinya sendiri.
tok tok tok....
tok tok tok...
Mely mengintip sedikit. Ketika yang datang Bela, ia langsung membuka pintu. Mely langsung memeluk sahabatnya itu.
"Ya ampun, kenapa kamu di sini Mely, sama siapa kamu?" Bela membrondong beberapa pertanyaan untuk sahabatnya.
Karena merasa cukup baikan berkat kehadiran sahabatnya. Mely mulai bercerita. Dimulai saat Ia beremu wanita di toilet. Mely menceritakan semua apa adanya, tanpa ada yang Ia tutup tutupi. Bella reflek membungkam mulutnya sendiri, Ia tidak menyangka hal buruk terjadi pada sahabatnya, malah dia asik asikan tidur.
"Maafin aku ya Mel, ini salah aku ngajakin kamu ketempat begituan. Maafin aku Mel."
Bella memeluk Mely berkali kali, ia membolak mbalikan badan Mely. Tapi bener kan kamu gak sampek diapa apain sama mereka?"
tanya Bela penuh selidik.
"Engka Bel, sebelum hal yang engak engak terjadi kami berdua sudah dalam kondisi sadar." ucap Mely.
"Syukurlah Mel, aku takut kamu kenapa-napa." Bela mengusap pundak sahabatnya.
Mereka berdua kini keluar dari hotel. Bela mengantar Mely sampai rumah.
"Besok kamu gak usah kerja, nanti sorean aku mampir. Hati hati dirumah, kalo ada apa apa hubungi aku." Pesan Bela dengan penuh rasa kuatir pada sahabatnya.
"Oke, aku dah baik baik saja kok, udah kamu balik saja. Maaf udah ngerepotin, makasih ya Bel," mereka berdua berpelukan. Sebenarnya Bela mau bolos saja. Dia kan bosnya, hanya saja Mely gak mau kalau Bela meninggalkan pekerjaan untuk dirinya.
Akhirnya dengan berat hati, Bela meninggalkan sahabatnya. Mely Masuk kedalam rumahnya. Ia duduk bersandar sambil memijit-mijit kepalanya. Terasa pusing dan sakit. Entah sakit secara fisik atau psikis, yang jelas kata kata Abas masih terngiang jelas dibenakknya. Bahwa ia dan Abas adalah sebuah takdir yang buruk. Abas yang memperlakukanya dengan lembut karena salah mengira orang.
Mely merasa mengalami nasib yang tragis.
Orang yang memperlakukannya dengan lembut semalam, ternyata mengira dia orang lain. Seorang pengantin penganti.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Ney Maniez
🙄😔😠
2022-11-02
0
Nur Lizza
semangat thor
2022-03-13
0
Eka Rauf Ginting
paling benci klw baca novel peran wanita a lemah,, lelet
2022-03-11
4