Beberapa hari telah belalu sejak insiden penjebakan itu. Abas menjalai kehidupan normalnya kembali. Begitu pula dengan Mely, ia sudah kembali bekerja seperti biasa. Bahkan ia sudah lupa tentang kejadian yang pernah menimpanya. Keduanya melalui hari seperti tidak ada yang terjadi. Semua berjalan normal seperti sedia kala.
Di kantor terlihat Abas sedang memeriksa berkas-berkas di meja kerjanya. Sesekali ia berdiskusi dengan Fadir. Hubungan Abas dan Fadir lebih dari sekedar bos dan sekertaris. Fadir merupakan orang kepercayaan sekaligus sahabat bagi Abas.
Tidak jarang mereka berdua memperlihatkan keakraban mereka di area kantor bahkan sekitar tempat tinggal Abas. Maka dari itu banyak yang mengosipkan kalau mereka adalah pasangan sesama jenis. Mungkin karena usia Abas yang matang akan tetapi masih memilih hidup membujang. Mungkin itulah menjadi penyebab rumor nyeleneh itu.
Ganteng, kaya, mapan pokoknya semua sudah ada. Tidak mungkin tidak memiliki pasangan, pasti ada masalah dengan seksualitasnya. Mungkin dia lebih tertarik pada laki laki dari pada perempuan. Begitulah kiranya orang orang di sekeliling Abas pikirkan. Bukannya tidak mendengar, Abas sebenarnya tahu rumor-rumor buruk tentang dirinya. Hanya saja ia begitu tidak perduli dengan pikiran orang lain. Baginya itu bukan hal penting untuk dipikirkan.
Apalagi dia memang pria normal, hanya saja tidak ingin menikah. Baginya hatinya sudah lama mati. Dia sudah tidak percaya dengan cinta lagi. Cintanya sudah ia buang jauh jauh dari hidupnya. Cintanya sudah ia kubur dalam dalam, ia sudah muak dengan semua hal yang berkaitan tentang asmara.
Tapi, entah mengapa. Abas tiba tiba teringat dengan gadis yang bersamanya malam itu.
Perasaan itu, cintanya yang sudah ia buang terpaksa ia pungut. cinta yang berhasil ia kubur, Ia galih kembali. Semua memory indahnya, mampu menghapus luka di hati Abas. Namun sayang, semua itu hanya ilusi. Abas telah berhalusinasi, wanita dalam dekapannya malam itu bukalah Evi. Akan tetapi wanita lain.
"Ah .. sial!" Abas mendesis kesal bila memikirkan peristiwa itu. Padahal akhir-akhir ini dia sudah bisa melupakannya, mengapa harus teringat kembali. Abas menyandarkan punggungnya di kursi. Ia memejamkan matanya untuk waktu yang cukup lama.
Abas yang malang, kisah cintanya tidak semulus karirnya. Sesaat kemudian Abas bangkit dari duduknya. Ada pesan masuk dalam ponselnya. Abas dengan engan membuka pesan tersebut. Ia sedikit mengrenyitkan kedua alisnya. Pesan masuk dari nomer tidak dikenal. Sedetik kemudian Abas nampak geram. Matanya seketika merah menyala, ia tampak menahan amarah. Kedua tangan Abas mengepal. Rasanya Ia ingin menghajar orang yang mengirim pesan padanya.
Abas pun memangil Fadir, ia menyuruh Fadir untuk melacak pengirim pesan tersebut. Fadir merasa sedikit bersalah. Coba saja kalau dia tidak teler duluan, pasti bosnya tidak masuk dalam perangkap malam itu. Tapi Abas tidak menyalakan sekertarisnya itu.
" Tunggu saja, mari kita buat pelajaran untuk pelakunya," ucap Abas dengan rasa penuh dendam.
"Tolong carikan informasi lengkap tentang gadis yang bersamaku malam itu, bila pesan ini sampai ke media, bukan aku dan bisnisku yang tercoreng. Gadis itu juga akan menuai dampaknya!" tambah Abas.
Isi dalam pesan di handphone Abas adalah sebuah rekaman vidio saat Abas dan Mely di sebuah kamar hotel. Jika vidio itu sampai tersebar di media masa, maka nama baik dan bisnisnya bisa jatuh karena skandal vidio itu. Bila hal itu sampai terjadi hal yang ditakutkan oleh Abas adalah parah investor akan mencabut investasi mereka di perusahannya. Skandal vidio ini bisa mempengaruhi nama besarnya.
Seperti yang kita tahu, Abas berstatus bujang belum menikah. Akan menjadi citra yang buruk jika sampai vidio itu disebar luaskan. Sesuai perintah atasannya, Fadir mencari informasi keberadaan Mely. Tidak butuh waktu yang lama bagi Fadir menemukan gadis bersama Adas malam itu. Kini ia sudah berada di depan kantor Mely. Kebetulan hari itu Mely dan Bela dari luar kantor, mereka berdua selesai menemui klien. Saat hendak masuk gedung, Fadir menghentikan keduanya.
"Maaf, Nona Mely bisa kita bicara?"
sapa Fadir tiba-tiba. Ia berjalan mendekati keduanya.
Karena merasa asing dan tidak mengenal sama sekali pria di depannya, Mely balik bertanya.
"Maaf, ada kepentingan apa ya? saya rasa kita tidak saling mengenal," ucap Mely dengan pandangan penuh selidik pada pria asing yang menyapanya.
Mely dan Bela saling melempar pandangan. Mely masih trauma kalau berurusan dengan orang asing, selain klein tentunya. Baginya orang asing itu sangat bahaya. Lengah sedikit bisa mati langkah. Bisa hancur apa yang selama ini ia jaga, seperti kejadian malam itu. Merasa Mely dan Bela yang menaruh curiga besar padanya. Fadir pun langsung merogoh sakunya. Ia mengambil sesuatu dari dalam dompetnya.
"Ini kartu nama saya!" Fadir mengulurkan sebuah kartu namanya, kemudian memasukkan dompetnya lagi ketempat semula.
"Bisa kita bicara sekarang?" dengan nada sedikit ditekan. Fadir meminta waktu berbicara dengan Mely.
Melihat wajah serius orang asing di depannya dan setelah membaca kartu nama Fadir, Mely pun menyetujui untuk berbicara sebentar. Mungkin ada hal yang memang penting untuk dibicarakan Mely pun menganguk mau.
"Bel, aku keluar bentar ya!" pamitnya pada Bela.
"Perlu aku temani gak, sumpah aku trauma yang kemarin loh." Bela masih gak tega membiarkan Mely keluyuran sendirian. Ia masih terbayang-bayang peristiwa yang menimpah sahabatnya.
"Gak papa, kita hanya bicara di kafe ujung jalan sana." Mely mengarahkan pandangannya ke arah kafe depan jalan.
"Ya udah, hati hati. Kalo ada apa-apa langsung telpon!" ucap Bela dengan kuatir.
"Iya iya!"
Mely berjalan mengikuti Fadir yang melangkah di depannya, menuju kafe di ujung jalan. Sesampainya di sebuah kafe, betapa terkejutnya hati Mely. Abas sudah duduk di kursi pelanggan. Ia melambaikan tangan pada fadir. Membuat Mely diam terpaku.
"Ayo, kemari. Bos saya mau berbicara sama Nona Mely!" ajak Fadir, karena Mely seakan engan melangkahkan kakinya menuju meja dimana Abas berada.
"Apanya yang takdir buruk, jelas-jelas dia berkata, bahwa pertemuan malam itu harus jadi pertemuan terakhir bagi mereka, mengapa dia malah ingin bertemu lagi?" gumam Mely, segudang pertanyaan memenuhi isi kepala Mely.
Mely pun terpaksa melangkahkan kakinya dengan berat hati. Malas untuk membahas apa yang terlanjur terjadi, Mely hanya bertanya, " Ada kepentingan apa?"
Mendengar pertanyaan Mely yang terkesan dingin membuat Abas sedikit berfikir.
"Kenapa gadis ini kelihatan sedang marah denganku?" tapi itu hanya isi kepala Abas. Karena nyatannya Abas hanya diam seribu bahasa. Ia hanya memandang Mely tanpa banyak komentar.
Merasa pertanyaannya tidak kunjung mendapat respon, Mely mencoba bertanya kembali.
"Maaf kalau boleh tahu ada kepentingan apa kalian mencari saya?" kali ini Mely lebih lantang dalam berbicara.
"Heemm..." Abas membuang napas dengan berat. Abas masih engan untuk langsung menjelaskan duduk perkaranya. Karena sudah terlanjur terdesak oleh teror vidio itu. Abas pun memberikan ponselnya langsung ke arah Mely.
"Untuk apa ponsel ini?" Mely ragu menerima handphone yang disodorkan oleh Abas.
"Kamu buka saja!" perintah Abas dengan pelan.
Mely pun membuka telpon gengam milik pria di depannya itu. Alangkah terkejutnya Mely, karena disana terpampang jelas gambar dirinya dan Abas malam itu di sebuah kamar hotel. Bagi mereka yang melihat vidio itu tanpa tahu hal dibaliknya, pasti akan berpikir negative tentang dua pelaku dalam vidio tersebut. Pandangan negative akan otomatis mereka berdua dapatkan bila vidio itu sampai tersebar di media masa. Melihat reaksi Mely yang wajahnya berubah pucat pasi, Abas menyodorkan minuman yang telah ia pesan.
"Minum dulu, kami masih menyelidiki dalang dibalik vidio ini!" ucap Abas.
Abas berusaha membuat Mely agar sedikit lebih tenang. Entah apa yang sudah terjadi, Mely merasa langitnya seakan runtuh. Ia seakan-akan divonis sakit parah. Ia seakan akan menanggung dosa dari perbuatan yang tidak ia lakukan. Seketika itu pula, pikirannya melayang pada keluarga besar yang ada jauh disana. Bagaimana perasaan orang tuanya?
Mely sudah tidak mampu berpikir. Tiba tiba butiran air menetes di kedua pipinya. Mely menangis tanpa suara. Mely bergulat dengan takdir yang ia rasa tidak adil. Sebuah pertemuan kembali yang ia sesali. Sebuah takdir buruk yang tidak bisa ia hindari.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Ney Maniez
buanglah mantan pd tempatny
2022-11-02
0
Sri Widjiastuti
diih udah disakiti si evi jg. sikon g sadar masih ngarep si evi jg
2022-03-29
0
Nur Lizza
ujung2 pasti menikah
2022-03-13
2