Adel merutuki kebod*ohannya sendiri karena telah mengatakan pertemanannya dengan Dante. Dia mengira jika Rachel menceritakan semuanya pada Faiz, itu sebabnya dia bicara dengan sangat santai.
"Jawab aku, Adel! Kau berteman dengan dia?" tanya Faiz kembali sambil mengguncang kedua bahu Adel membuat gadis itu terpaksa mengangguk. "Astaga, sebenarnya apa yang kau lakukan? Kenapa pula kau berteman dengannya?" Dia merasa tidak habis pikir. Padahal semalam Adel sendiri yang marah-marah dan tidak terima dengan berita itu, tetapi sekarang mereka malah berteman.
Adel mengusap wajahnya dengan kasar karena merasa bingung harus menjawab seperti apa. Dia tidak mau Faiz salah paham, dan dia juga tidak mau membuat masalah ataupun membuat mereka semua khawatir.
"Jangan-jangan kau suka dia, yah."
Adel tersentak kaget dan langsung memukul kepala Faiz saat mendengar ucapan laki-laki itu. "Enak aja, jangan sembarangan yah!" Dia merasa tidak terima, padahal dia sendiri yang menerima Dante sebagai teman.
"Terus kenapa, hah? Kenapa?" desak Faiz dengan tidak sabar.
Mau tidak mau Adel terpaksa menceritakan apa yang terjadi antara dia dan Dante, tetapi Faiz harus berjanji bahwa tidak akan menceritakannya dengan orangtua mereka. Dia tidak mau kalau papa dan ibunya khawatir.
"Kau sudah menyulitkan hidupmu sendiri, Del. Apa kau tahu itu?" ucap Faiz dengan wajah datar. "Dia itu publik figur, dia punya banyak penggemar. Bagaimana jika ada penggemarnya yang mengganggumu?" Dia menatap dengan sinis.
"Percuma dong ada kau, kau kan akan selalu melindungi, haha," balas Adel sambil tergelak membuat Faiz mendengus sebal.
"Jangan main-main, Adel. Aku tidak mau kalau nantinya kau yang terluka," kata Faiz. Dia merasa sangat cemas, apalagi jika ada fans fanatik Dante yang akan melakukan berbagai macam cara jika tidak suka dengan orang-orang yang berada di sisi idola mereka.
Adel tersenyum lalu menepuk bahu Faiz dengan pelan, seolah menenangkan dan mengatakan jika dia baik-baik saja.
"Aku hanya merasa kasihan dengannya, Iz. Dulu keluargamu dan keluarga tante Nindilah yang telah banyak sekali membantu keluargaku saat terpuruk. Bisa jadi sekarang tidak ada orang lain yang mau membantunya," ucap Adel. Dia sudah merasakan bagaimana sakitnya saat terpuruk, jadi dia tahu betul gimana perasaan Dante saat ini.
Faiz menghela napas kasar. Sebenarnya dia sama sekali tidak khawatir dengan Dante, dia juga tidak khawatir dengan nama keluarganya. Namun, dia cemas dengan para penggemar laki-laki itu. Dia takut jika mereka menyakiti atau menjelek-jelekkan Adel, apalagi jika mereka sampai menyerang Adel melalui media sosial.
"Jangan khawatir, tidak akan terjadi apa-apa. Lagian aku hanya bilang kalau kami berteman, bukan berarti aku akan sering bertemu atau bersama dengannya, kan. Aku hanya ingin menggunakan nama keluarga kita untuk sedikit membantunya," sambung Adel.
Faiz mengangguk pasrah. Baiklah, jika memang Adel sudah mengambil keputusan seperti itu, maka dia hanya bisa mendukung saja. Sesuai dengan apa yang gadis itu katakan tadi, berteman bukan berarti sering bersama atau pun bertemu. Jadi mungkin tidak akan sesuatu yang terjadi. Jika ada pun, maka akan menjadi urusannya.
"Ya sudah, kalau gitu aku ke kamar dulu. Makasih dasinya," ucap Faiz sambil beranjak bangun dari karpet. Dia lalu berjalan keluar karena ingin kembali ke kamarnya sendiri.
"Makasih untuk semuanya, Faiz," ujar Adel membuat langkah Faiz terhenti, laki-laki itu lalu berbalik dan melihat ke arahnya. "Makasih karena selama ini kau telah melindungi dan menjagaku. Kau benar-benar kakak yang baik, Kak Faiz." Dia tersenyum dengan sayang.
Faiz tergelak mendengar ucapan Adel. "Tentu saja, aku memang kakak yang baik. Ingat yah, jangan lupa traktir, besok aku mau makan steak di pinggir pantai."
Adel ikut tergelak lalu memberikan dua jempol untuk Faiz. Kemudian laki-laki pergi sambil menutup pintu kamarnya.
"Padahal dulu kami sering berantem dan dia selalu menjahiliku, tapi entah sejak kapan dia tumbuh menjadi laki-laki yang dewasa dan penuh tanggung jawab," gumam Adel. Dia benar-benar merasa bersyukur memiliki saudara seperti Faiz.
Sementara itu, di tempat lain terlihat Dante baru menyelesaikan adegan terakhir dari film yang dia mainkan. Tubuhnya terasa lengket dan berkeringat karena tidak punya waktu untuk istirahat.
"Ya Tuhan, aku capek sekali," gumam Dante sambil menghempaskan pantatnya ke kursi yang ada di tempat itu.
Lian lalu datang sambil membawa kopi dan menyerahkannya pada Dante, setelah itu dia ikut duduk di samping laki-laki tersebut.
"Hari ini aktingmu sangat bagus sekali, Dan. Apalagi pas adegan terakhir tadi, beuh, aku sampai gak kedip liatnya," puji Lian dengan mata berbinar-binar.
"Cih, dari dulu aktingku memang selalu bagus. Matamu saja yang buta," cibir Dante dengan penuh kebanggaan.
Lian langsung mencebikkan bibirnya saat mendengar ucapan Dante. Dasar laki-laki sombong, baru dipuji sedikit saja langsung melambung tinggi sampai ke angkasa.
"Ayo pulang, aku mau istirahat!" ajak Dante sambil beranjak dari kursi. Dia lalu pergi ke ruang ganti untuk berganti pakaian, kemudian berjalan keluar di mana mobilnya berada.
Sepanjang perjalanan pulang, Dante terus melihat ponselnya berharap ada seseorang yang menghubungi. Namun, yang ada hanyalah pesan-pesan dari ayah dan juga kakaknya. Apalagi dia baru saja berganti nomor karena tidak mau diganggu oleh Eveline.
"Katanya dia mau menghubungiku, tapi kenapa sampai sekarang gak ada?" gerutu Dante dengan kesal. Dia lalu melempar ponselnya ke kursi belakang, tetapi sesaat kemudian dia kembali mengambilnya. "Lihatkan, dia benar-benar tidak menghubungiku. Apa dia lupa?" Dia jadi merasa kesal.
Lian yang sedang mengemudikan mobil tampak melirik ke arah Dante saat mendengar kekesalan laki-laki itu. Entah apa yang sebenarnya terjadi dengan Dante, sehingga laki-laki itu malah menggila seperti ini.
"Dia ini sebenarnya kenapa sih? Apa dia benar-benar jatuh hati dengan Adel?" Lian benar-benar tidak habis pikir. Padahal dulu Dante tidak seperti ini, tetapi semakin bertambahnya usia malah semakin tidak waras.
Sesampainya di apartemen, Dante segera ke membersihkan diri karena tidak tahan dengan keringat yang menempel di mana-mana, sementara Lian juga langsung pulang ke apartemennya sendiri.
"Huh, sampai aku udah siap mandi pun tetap aja gak ada," ucap Dante dengan kesal saat melihat tidak ada satu pun notifikasi di ponselnya. Dia lalu keluar dari kamar dan menuju dapur untuk mengambil buah, yaitu sebagai rutinitas malam yang tidak boleh dia lewatkan.
Setelah Dante keluar, tiba-tiba ada sebuah notifikasi pesan masuk di ponsel itu. Lampu bagian depannya beberapa kali berkedip dengan tampilan terbuka, kemudian layarnya mati setelah beberapa saat kemudian.
"Selamat Malam. (Adel)"
•
•
•
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Sugiharti Rusli
wah si Dante apa benar" uda terpesona sama si Adel yah😝😝
2024-01-10
0
Satti Iyem
kak kok lama nggak up yaa, kak author sedang sibuk, ???
2023-12-21
0
Nurgusnawati Nunung
Horeee akhirnya yang ditunggu tunggu hadir juga. semangat thor
2023-12-21
0